Makassar, Eksepsi Online-Rabu, 26 November 2014, Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas (FH-UH) angkatan 2011, Hasanuddin Ismail, secara pribadi mengajukan uji materi kepada Mahkamah Keluarga Mahaiswa (MKM) atas konstitusionalitas kewajiban mahasiswa mengikuti pra pengaderan. Diktum yang digugat adalah Pasal 14 ayat (1) dan (2) Peraturan Keluarga Mahasiswa (Kema) FH-UH No. 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Keluarga Mahasiswa FH-UH No. 3 Tahun 2011 tentang Pengkaderan Kema FH-UH. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa mahasiswa FH-UH wajib mengikuti pra pengaderan sebagai syarat utama mengikuti Pengaderan Mahasiswa Hukum (PMH) Tahap I.
Hasanuddin menilai bahwa kewajiban mengikuti pra pengaderan tidak sesuai dengan Konstitusi Kema FH-UH. Ia menuturkan bahwa untuk menjadi anggota keluarga mahasiswa, Konstitusi Kema hanya mewajibkan melulusi PMH Tahap I, II, dan III. Menurutnya, tidak seharusnya pra pengaderan diwajibkan sebagai syarat mengikuti PMH I. Untuk itu, petitumnya meminta agar MKM menetapkan bahwa aturan tersebut bertentangan dengan konstitusi dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. “Ketika ini (pra pengaderan, Red) menjadi persyaratan utama, maka itu adalah bagian tersendiri dan menjadi kewajiban. Jadi kalau tidak ikut ini, tidak bisa ikut PMH I,” tutur Hasanuddin, Sabtu (24/1).
Lebih lanjut, Hasanuddin menyatakan bahwa sampai sekarang permohonannya belum mendapat kejelasan dari pihak MKM. Padahal menurutnya, ia telah bersurat sebanyak dua kali kepada MKM terkait kejelasan status permohonannya. Untuk itu, ia mengharapkan agar MKM dapat bekerja dengan baik berdasarkan aturan dan prosedur.
Di sisi lain, Ketua MKM Frandy A L Fanggi menyatakan bahwa tersendatnya proses penyelesaian perkara tersbut karena Peraturan Kema No. 2 Tahun 2011 tentang MKM memiliki dua versi terkait tanggal pengundangan, yaitu antara per tanggal Desember atau Januari. Selain itu, kedua versi itu juga memiliki sejumlah perbedaan dalam rumusan pasalnya. Untuk itu, ia telah mengajukan peraturan tersebut kepada Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FH-UH agar ditentukan versi yang absah. “Nanti hari senin kami mengecek lagi peraturan tersebut di DPM,” ungkapnya.
Frandy menegaskan bahwa penyelesaian perkara itu akan dilaksanakan segera. Apalagi menurutnya, peraturan MKM terkait prosedur penyelesaian perkara telah memadai, namun harus menunggu hasil verifikasi Peraturan Kema tentang MKM dari DPM sebagai rujukan. Setelah tak ada lagi permasalahan terkait aturan, ia menyatakan bahwa pemohon akan segera dipanggil oleh panitera MKM terkait kelengkapan berkas, lalu didaftarkan di buku registrasi perkara jika sudah lengkap. Selanjutnya akan diadakan pemeriksaan pendahuluan oleh tiga orang hakim sebelum masuk tahap persidangan. (RTW)