Makassar, Eksepsi Online-UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) dinilai tidak tepat digunakan sebagai dasar menjerat Nenek Asyani atas dugaan mencuri kayu milik Perhutani. Alasannya karena unsur pasal yang dituntutkan tidak terpenuhi, terutama unsur melakukan perusakan secara terorganisir. Hal itu disampaikan Dosen Universitas Ichsan Gorontalo Aprianto Nusa saat hadir sebagai fasilitator pada Bazar Diskusi yang diadakan Lembaga Pers Mahasiswa Hukum Unhas (LPMH-UH) di Kafe Perintis, Jumat (20/3). Diskusi tersebut mengangkat topik Hukum Progresif di Era Positivisme Hukum; Ketika Orang Lemah Berhadapan dengan Hukum dengan studi kasus Nenek Asyani.
Pasal 12 jo. Pasal 83 UU P3H yang dijeratkan kepada Asyani dinilai Aprianto tidak tepat jika dikaitkan dengan Pasal 1 angka 6 dan angka 21 UU P3H. Aturan tersebut menurutnya ditujukan untuk menjerat perusak hutan terorganisir dan berdampak besar. Ia juga menilai tindakan yang disangkakan kepada Asyani hanya untuk keperluannya sendiri dan tidak untuk tujuan komersial, sebagaimana dikecualikan pasal tersebut. “Unsur terorganisir dalam Pasal 12d tidak terpenuhi,” jelas Aprianto yang juga mahasiswa Pascasarcana UMI ini.
Sejalan dengan Aprianto, M Nursal yang juga hadir sebagai fasilitator diskusi menegaskan bahwa Asyani seharusnya tidak dijerat pidana sebab tujuan penegakan hukum pidana adalah melindungi kepentingan masyarakat. Menurutnya latar belakang dibentukkan UU P3H adalah menghentikan perusakan hutan secara terorganisir yang dilakukan korporasi. Untuk itu, ia meminta penegak hukum menafsirkan aturan hukum secara baik sesuai tujuan dibentuknya. “Harusnya ditafsirkan berdasarkan konteks dan kontekstulisasinya, tapi malah secara tekstual saja,” tuturnya.
Penulis yang juga Owner negarahukum.com Damang Alverros Alkhawarizmi juga menilai proses hukum pidana sebagai upaya terakhir jika upaya lain mengalami kebuntuan, sehingga kasus Asyani seharusnya tidak berujung pemidanaan. Apalagi menurutnya, dasar dibentuknya UU P3H adalah Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 sebagai jaminan terpenuhinya hak dan kebutuhan masyarakat atas sumber daya alam. Oleh sebab itu, amanah tersebut tidak boleh diabaikan dengan menafsirkan undang-undang secara keliru. (RTW)