web analytics
header

Kebijakan Mendorong Mahasiswa Berlomba Dianggap Tidak Baik

Makassar, Eksepsi Online-Kebijakan birokrasi kampus Unhas mendorong mahasiswa berkompetisi dinilai tidak tepat. Besarnya sokongan dana bagi kegiatan mahasiswa berupa perlombaan pun dinilai perlu dikaji ulang. Kebijakan itu dianggap tidak sesuai tujuan pengembangan mahasiswa yang diharapkan. “Unhas kan menyepakati bahwa pendidikan yang baik itu bukan yang saling berkompetisi. Mestinya kan kolaboratif, saling menolong, saling berbagi, saling mengangkat, saling membantu, dan itu dirumuskan dalam suatu sidang yang besar dan disetujui oleh Unhas,” Tutur Alwy Rachman.

Hal itu diungkapkan Alwy saat ditemui usai jadi pembicara Bedah Buku berjudul Demonstran dari Lorong Kambing karya Amran Razak sekaligus Diskusi bertema Napak Tilas Perjuangan Aktivis Mahasiswa. Kegiatan yang diselenggarakan LPMH-UH bekerjasama dengan mahasiswa Prodi HAN Fakultas Hukum Unhas ini berlangsung di Ruang Video Conference Fakultas Hukum Unhas, Senin (23/3). Selain Alwy, hadir juga penulis buku Prof Amran Razak dan juga mantan penggiat pers mahasiswa Wiwin Suwandi.

Lebih lanjut, Alwy menuturkan, pihak kampus seharusnya mendukung peningkatan daya berpikir kritis mahasiswa serta pengabdiannya kepada masyarakat. Ia menakutkan, mental mahasiswa sebagai makhluk sosial akan terdistorsi kebijakan yang mengorientasikan mahasiswa pada perlombaan. Melihat gejalanya sekarang, ia menilai kepekaan sosial mahasiswa untuk membela kepentingan masyarakat mulai memudar. Apalagi menurutnya, mahasiswa tak lagi punya kemandirian mewujudkan sikap peduli sosialnya akibat kekangan birokrasi kampus. “Tidak setuju (mahasiswa berorientasi lomba, Red). Merusak mahasiswa itu. Berkompetisi di masyarakat dong, kenapa di panggung, apa amal jariahnya itu?” tegas dosen Fakultas Ilmu Budaya Unhas ini.

Bagi Alwy, pihak kampus harusnya menerapkan sistem agar mahasiswa bisa mengembangkan diri secara utuh sesuai fungsinya. Kemandirian kampus untuk membentuk calon pemimpin dari kalangan mahasiswa diduganya telah direcoki paradigma kapitalistis. Mahasiswa saat ini menurutnya dibentuk untuk memenuhi kebutuhan atas pekerja. Untuk itu, Unhas baginya membutuhkan pemimpin akademis yang mampu menciptakan kaum intelektual. “Makanya jangan heran kalau ada anak muda memberikan peringatan kalau kapitalisme itu berbahaya, karena itu akan menyediakan orang muda kita menjadi kuli dari semua kuasa ekonomi di luar,” ungkapnya.

Kebijakan batas kuliah lima tahun yang dianggap berbagai kalangan sebagai upaya pelemahan mahasiswa organisatoris, tidak menjadi indikator permasalahan bagi Alwy. Namun aturan tersebut menurutnya harus dibarengi dengan peningkatan pelayanan dan dukungan kepada mahasiswa. “Mau lima tahun, asal urusin mahasiswa dengan baik-baik. Beri fasilitas, siapkan perpustakaan yang bagus, libatkan dalam riset, libatkan di masyarakat, dan jangan bemasalah,” tuturnya. (ISH)

Related posts: