Meli Agustin (Anggota Magang LPMH-UH)
Pemberantasan korupsi di indonesia masih sulit diwujudkan. Arus yang menerpa tonggak pemberantasan korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparatnya bertambah deras. Akibatnya, semakin banyak pekerjaan rumah di negara ini yang sulit untuk dirampungkan. Di sisi lain, pemberantasan korupsi tidak boleh dilakukan semena-mena.
Kekhawatiran akan bahaya korupsi harus terus disikapi dengan melakukan upaya pemberantasan. Walaupun langkah-langkah dan tingkat keberhasilan penanganan kasus korupsi mengalami peningkatan, namun di sisi lain juga menambah kekhawatiran semua pihak bahwa ragam oknum yang melakukan tindakan kotor semakin menjadi-jadi. Memang kedua hal itu akan selalu beriringan.
Indonesia Corruption Watch (ICW) pernah merilis data hasil investigasi dan penelitian trend line perkara kasus korupsi selama tahun 2013-2014. Hasilnya menunjukkan bahwa korupsi mengalami peningkatan jumlah kasus dan penurunan pada jumlah tersangka. Kasus meningkat sebanyak 28 kasus, dari 293 kasus menjadi 321 kasus. Sementara untuk trend line jumlah tersangka, menurun dari 677 menjadi 669 tersangka.
Dari data di atas, sejumlah kasus menyeret aktor pejabat negara. Mereka adalah pejabat kementerian, serta pemerintah daerah dengan berbagai latar belakang partai politik. Meski dengan lihai mereka menghindari jeratan hukum dengan kekuasaan, namun akhirnya berhasil juga dipidana. Jadi optimisme pemberantasan korupsi harus tetap dijaga.
Cerminan atas tindakan korupsi yang terjadi di Indonesia memang memiriskan. Sedikit banyak bukan lagi rahasia, tetapi seperti terkesan lumrah. Jika dibayangkan, sudah banyak tawaran solusi dan upaya yang dapat dilakukan untuk memberantas tindakan kotor ini. Ada tindakan pencegahan, penindakan untuk memberi efek jera, serta upaya edukasi bagi mahasiswa, masyarakat, hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pun sudah cukup banyak dan sistematis. Tapi koruptor selalu mendapatkan sasaran empuk untuk melangsungkan aksinya. Seperti yang diketahui, sejak era reformasi telah ada Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 – 2004, serta Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Yang terbaru adalah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jadi poin penting selanjutnya dalam upaya pemberantasan korupsi adalah para penegak hukum harus merealisasikan perangkat hukum secara baik. Perlu dirumuskan strategi pemberantasan korupsi yang jitu dan tepat sasaran, sehingga pemberantasan korupsi maksimal.
Korupsi sebagai tindakan yang merugikan perekonomian negara terus diberantas. Dampak negatifnya pada perekonomian negara, demokrasi, dan sejahtera bangsa harus dihentikan. Untuk itu, harapan pemberantasan korupsi seharusnya tidak hanya ditumpukan pada penegak hukum, tetapi juga pada setiap individu warga negara. Paling tidak menghindarkan perilaku korup dari diri sendiri sebagai wujud kontribusi sederhana yang akan berdampak besar.