web analytics
header

Keranda Mayat untuk BEM FH-UH

Oleh Indah Sari, Mahasiswi Angkatan 2012 Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

DSC_0854

Setelah tertidur lama, akhirnya pergerakan mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH) kembali terbangun. Entah siapa yang memercikkan air ke muka sekolompok mahasiwa yang menamakan dirinya Aliansi Palu Keadilan. Kamis siang itu, dengan mengusung keranda mayat bertuliskan BEM FH-UH, mereka mengelilingi FH-UH. Sungguh pemandangan menarik. Selama saya menimba ilmu di FH-UH, baru kali ini saya melihat aksi seperti itu di FH-UH. Entah karena saya yang baru "mengenal" dunia kampus atau memang barangkali baru pertama kali aksi seperti itu terjadi di FH-UH.

Dalam kertas selebaran yang beredar selama aksi,  Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH-UH dianggap gagal mengakomodir kepentingan-kepentingan Keluarga Mahasiswa (Kema) FH-UH. Seperti dalam kasus DO mahasiswa angkatan 2013 dan 2008, kasus Bidik Misi. selain itu, Kebijakan dan tindakan tidak merepresentasikan kepentingan-kepentingan Kema FH-UH bahkan lebih condong ke arah kepentingan pribadi pemimpin itu sendiri, dan kehadiran presiden BEM dalam sosialisasi PTNBH bersama alumni juga dipersoalkan dengan alasan bahwa Kema FH-UH menolak diberlakukannya PTNBH di Unhas.

Untuk pengawalan kasus DO, saya setuju jika mahasiswa yang diadvokasi adalah korban keotoriteran pihak birokrat. Tetapi, apabila yang di-DO adalah mahasiswa malas, tindakan BEM tidak mengadvokasinya sudah tepat.

Berbicara mngenai pengawalan kasus Bidik Misi, yang dimaksud mungkin kasus 29 mahasiswa yang dituntut mengembalikan uang Bidik Misi. Saya juga sepakat jika BEM disalahkan dalam hal ini. BEM absen, padahal teman-teman yang berpolemik membutuhkan mereka. Masalah tersebut berbau hukum, tapi BEM FH-UH seakan tidak mau tahu. Entah apa pertimbangan mereka sehingga tak turut serta. Saya yakin tuan dan puan yang menjabat di BEM adalah mahasiswa yang memiliki semangat pergerakan.

Kita lalai, ya kita lalai. Kita hanya tahu polemik Bidik Misi yang ramai dibicarakan. Kita lalai, kita lupa ada saudara kita mahasiswa FH-UH  terpaksa pulang kampung karena tak mampu membayar uang kuliah tunggal (UKT). Ia harus rela mengubur cita-citanya sementara waktu setelah diumumkan tak lolos sebagai penerima Bidik Misi. Saudara kita butuh bantuan. Ya, itu tanggung jawab kita bersama, tapi BEM tentu punya tanggung jawab lebih besar. Bagaimana bisa mereka melepaskan saudara kita tersebut pulang kampung.  Bagaimana bisa BEM membiarkan Hardiayanti sendiri memikul kemalangannya.  Tidak mungkin mereka tidak tahu. Enggan, bisa jadi.

Entah kebijakan dan tindakan seperti apa yang pejabat BEM lakukan sehingga dianggap tidak mempresentasikan kepentingan-kepentingan Kema FH-UH, bahkan dianggap lebih condong ke arah kepentingan pribadi pemimpin itu sendiri. Saya melewatkan hal ini.

Salah satu kecerobohan yang mungkin harus kita kritisi bersama adalah keberanian Presiden BEM menghadiri sosialisasi PTNBH bersama alumni, di mana jelas kita ketahui bahwa Kema FH-UH menolak diberlakukannya PTNBH di Unhas. Tunggu, saya pribadi baru tahu bahwa Kema FH-UH menyatakan sikap menolak diberlakukannya PTNBH. Saya ju ga melewatkan hal ini. Kapan dan di mana? Saya melewatkannya.

Dari kecerobohan-kecerobohan tersebut, sudah sangat pantas jika “BEM FH-UH” diusung di keranda. Mereka sudah mati. Mati dalam pergerakan-pergerakan mahasiswa.

Kita tunggu seperti apa akhir tuntutan Aliansi Palu Keadilan. Apakah akan ada kongres luar biasa kedepannya? jawabannya mungkin kita dapat tiga belas hari kedepan.

Related posts: