Oleh: Indah Sari, Mahasiswi Angkatan 2012, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
Kemarin adalah puncak dari kompetisi motoGP 2015. Pertarungan para pembalap tersebut dimenangkan oleh Lorenzo diiikuti oleh Marc Marquez dan Dani Pedrosa. Keberhasilan Lorenzo meraih podium satu, juga mengantarkannya meraih gelar juara motoGP musim 2015. Kemenangan Lorenzo tersebut menjadi pil pahit bagi rekan setimnya, Valentino Rossi. Rossi yang sebelumnya unggul tujuh poin dari Lorenzo harus puas melihat rekan setimnya tersebut mengangkat tropi.
Malang memang bagi Rossi, buah dari “Sepang Clash” mengharuskan pembalap bernomor 49 tersebut harus memulai balapan dari urutan terakhir. Padahal juara dunia sudah di depan mata. Setelah hukuman tersebut diumumkan, banyak yang pesimis akan peluang The Doctor untuk meraih gelar juara. Tidak mungkin. Itulah yang ada dibenak orang-orang ketika mendengar Rossi harus start dari urutan paling bontot.
Meskipun begitu, penggemar Rossi masih menaruh harapan. Di berbagai media sosial, banyak penggemarnya yang bernazar apabila The Doctor meraih gelar juara. “Aku akan puasa senin dan kamis”. “Aku akan keliling lapangan tujuh kali putaran”. Itu beberapa nazar yang dilontarkan fans sang maestro balap.
Harapan tersebut bukanlah tanpa alasan. Rossi adalah pejuang tangguh, menurut mereka.Harapan mereka sedikit dijawab oleh Rossi, di balapan di MotoGP Valencia tersebut, The Doctor berhasil finish di posisi empat. Fantastis bukan. Start dari urutan 26, kemudian finish di urutan empat. Perjuangan Rossi tersebut, memecahkan rekor sebelumnya yang dipegang Max Biaggi yang Start dari urutan 24 dan Finish 6 pada GP Qatar tahun 2004.
Meski gagal meraih gelar juara, setidaknya Rossi telah berjuang. Apa yang Rossi tunjukkan bisa jadi pelajaran untuk kita semua. Berjuang dahulu, baru menebak akhir, meskipun akhirnya terbaca. Meskipun tidak bisa menjungkirbalikan keadaan , paling tidak Rossi mengajarkan kita untuk berjuang. Tetap Berjuang, meskipun telah dijatukan ke titik terendah. Ia tetap mengikuti balapan, meskipun ada ketidakadilan yang ia rasakan. Ia kalah, memang. Tapi tak sedikit yang berdiri dan bertepuk tangan untuknya.
Kita sebagai mahasiswa bisa belajar dari Rossi. Memperjuangkan sesuatu, meskipun kemungkinan untuk didengar, lalu dikabulkan birokrat sangat tipis. Tak salah mencoba kemungkinannya terlebih dahulu. Meski hasil terkadang menghianati proses, namun tak ada salahnya dicoba. Berjuang lewat apapun itu. Paling tidak masyarakat atau siapapun yang diperjuangkan tahu bahwa si agent of change masih memperjuangkan mereka. Meski terkadang mereka ada di pihak yang mencibir.
Saya terkesan dengan aksi yang dilakukan oleh teman-teman dari Aliansi Palu Keadilan. Bersuara, melawan mereka yang tak lagi amanah. Mereka mempertontonkan cara mahasiswa seharusnya melawan. Adik-adik maba mungkin akan mengenang aksi dari kakak-kakak mereka. Mari melawan jika kenyataan sudah tak sesuai dengan yang seharusnya.
Semoga perjuangan yang dicontohkan Rossi, bisa membakar semangat teman-teman dari Aliansi tersebut untuk melanjutkan perjuangannya. “Aku berpikiran tentang sebuah gerakan tapi mana mungkin kalau diam,” itu kata Wiji Thukul dalam puisi tentang sebuah gerakan.