web analytics
header

HAM, Topeng Suatu Negara untuk Menindas

Oleh : A. M. Ikhsan (Reporter LPMH-UH)

Amerika yang dikenal sebagai negara tempat berkembangnya Hak Asasi Manusia (HAM) dinilai sebagai negara adidaya yang menjujung nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan hak suara tertinggi kepada Amerika. Negara adikuasa ini juga dikenal sebagai negara yang siap membantu negara manapun untuk memerangi kediktatoran penguasanya, sehingga dijuluki sebagai “polisi dunia”, karena dianggap mampu menjaga perdamaian di setiap negara-negara yang ada

Tapi apakah benar seperti itu? apakah benar Amerika menjunjung HAM secara penuh dan menjaga stabilitas suatu negara? ataukah malah sebaliknya?

Kepentingan Terselubung di Indonesia

Tanggal 30 September 1965 mungkin tak lagi asing bagi kita. Pada hari itu terjadi peristiwa besar di Negeri ini. Ribuan warga negara Indonesia dibantai dan dibunuh dengan cara yang tidak manusiawi, tindakan yang dikenal sebagai “penghakiman tanpa pengadilan”. Peristiwa ini kemudian bernama Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI).

Orang awam mungkin menganggap kejadian ini sebagai peperangan yang dilakukan Pemerintah kepada kaum atheisme. Tapi seiring berjalannya waktu, fakta-fakta baru mulai mencuat. Bahkan, fakta ini banyak dibocorkan oleh para politikus barat seperti Geoffrey Robinson dalam bukunya Some Argument Concernig US Influence and Comlicity in the Indonesian Coup of October 1, 1965. Penulis dalam buku itu berasumsi bahwa CIA adalah dalang di balik G30S/PKI. Begitu juga dengan buku-buku Greg Plougrain dan Peter dale Scout, yang mengungkapkan bahwa peristiwa itu terjadi sebatas untuk memenuhi kepentingan Amerika.

Adanya kepentingan Amerika di Indonesia terlihat jelas, saat Amerika berhasil menguasai sumber daya alam (SDA) terbesar kita yaitu PT.Freeport, tambang emas di Papua. Menurut beberapa versi tambang itu dikatakan sebagai tambang emas terbesar di dunia. Adanya PT. Freeport sekilas terlihat sebagai perjanjian International yang tidak melanggar hak siapapun. Tapi nyatanya, Papua yang seharusnya muncul sebagai daerah paling makmur malah menjadi wilayah tertinggal. Bahkan jika membandingkan pembangunan di Papua dengan wilayah lain, pembangunan yang paling lambat adalah di Papua. Padahal,  APBN paling banyak diperoleh dari pajak PT.Freeport.

Tertinggalnya pendidikan di tanah berlapis emas tersebut, bukanlah suatu ketidaksengajaan. Tetapi hasil dari manipulasi politik pihak Amerika dengan Pemerintah Indonesia.  Dengan begitu, maka selamanya warga Papua tidak akan pernah sadar dengan potensi SDA yang mereka miliki. Seandainya PT.Freeport berada di Makassar, saya yakin masyarakat Makassar pasti sudah memberontak dan mengambil alih PT.Freeport itu.

Menjajah dengan Mengatasnamakan HAM

Pada 1998,  para mujahid di Afganistan yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu Taliban dan  Al-Qaeda berhasil mengusir Rusia yang ingin menguasai minyak di sana. Perlawanan itu tidak dilakukan sendiri, mereka disokong oleh kekuatan besar di belakangnya yaitu Amerika. Negara adidaya itu terus-menerus memasok persenjataan kepada para mujahid di Afganistan. Memang terlihat mulia, sampai dua tahun setelah Rusia berhasil dipukul mundur, terjadi kegemparan di Amerika yaitu penabrakan pesawat ke gedung kembar. Pemerintah Amerika lantas menuduh Al-Qaeda sebagai dalang di balik tragedi itu. Sehingga terjadilah invasi ke Afganistan dengan alasan untuk menangkap “teroris”.

Bertentangan dengan yang disampaikan sebelumnya. Setiba di Afganistan, Amerika justru mengambil alih setiap tambang-tambang minyak beserta kekayaan alam lainnya. Bukan pergi menangkap para terduga teroris, Amerika malah menjajah Afganistan.

Dari sinilah penjajahan yang dilakukan “Negara Pendiri HAM” tersebut mulai menjamur ke negara lainnya. Seperti di Palestina, ledakan bom dan roket menjadi pemandangan yang lumrah di sana. Shalat jenazah sudah seperti shalat wajib bagi mereka. Adakah PBB sebagai lembaga aktivis HAM terbesar di dunia menolong mereka? adakah Amerika sebagai pemegang kebijakan tertinggi di PBB pernah mengasihi warga Palestina?. Sama sekali tidak, bahkan Negara adidaya itu membantu mengembangkan senjata-senjata perang yang dimiliki Israel, seperti senjata termuktahirnya “IRONDOME” yang diprakarsai oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA).

Masih banyak negara yang berhasil Amerika duduki dengan mengatasnamakan HAM. Seperti Libya, Lebanon, Irak dan Suriah. Jika kita ingin mendeskripsikannya satu persatu, maka itu jauh lebih tepat ditulis dalam sebuah buku.

Negara Pejuang HAM Bukan Negara Penindas

Menjadi pertanyaan kemudian, jika “negara pejuang HAM” adalah negara serakah di mana setiap harinya mengeruk kekayaan alam negara lain,  serta dalang bagi para penjajah yang tidak segan menghantam rumah-rumah, sekolah-sekolah bahkan tempat ibadah dengan senjata maha canggih. “Negara pejuang HAM” lebih cocok diberikan kepada mereka yang benar-benar sedang memperjuangkan hak untuk merdeka.

Lalu, sama tak manusiawi rasanya, jika kita masih mau bercermin kepada negara-negara penghalal segala cara untuk memperkaya diri sendiri. Menjadikan hak asasi sebagai alat untuk melegitimasi setiap invasi yang dilakukan, serta menganggap bahwa paham di luar paham mereka adalah ancaman dan harus dilenyapkan (alasan terjadinya cool war).

Sampai kapanpun pelanggaran HAM akan terus terjadi jika kita berpatokan kepada negara yang sesungguhnya pelanggar HAM terbesar. Negara ini (Indonesia) harus berhenti bercermin ke mereka yang berorientasi pada keuntungan materil saja dan tidak mempedulikan akibat dari tindakannya. Dan melihat negara mana yang betul-betul berusaha menjaga dan memperjuangkan HAM, walaupun desiran peluruh bersarang di dinding-dinding rumah mereka.

Related posts:

AI Membunuh Berpikir Kritis

Oleh: Muhammad Thariq Zakwan (Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas) Belakangan ini, sedang hangat diperbincangkan di media sosial mengenai tren “Gambar Ghibli”,