Oleh : Muhammad Farodi Alkalingga (Reporter LPMH-UH)
Berbicara mengenai Hak Asasi Manusia (HAM), semua manusia di dunia memiliki hak unik yang dapat dikatakan sebagai esensi dasar dalam melindungi hak-hak dasar manusia. Meski seringkali HAM disuarakan tapi masih ada saja yang pelanggaran-pelanggaran yang ditemui.
Esensi dasar lahirnya HAM sebenarnya dapat kita saksikan bersama ketika berlangsungnya pembantaian besar-besaran umat manusia selama perang dunia yang mengakibatkan perbudakan yang tidak beradab, kerja paksa, hingga ribuan nyawa melayang karenanya. Tidak heran pada saat itu, negara-negara yang sadar akan pentingnya arti kehidupan dan perdamaian menciptakan suatu mahakarya yang nantinya dapat digunakan sebagai instrumen dasar dari HAM, yakni Declaration of Human Rights. Setelah terbentuknya instrumen tersebut, maka segala bentuk penindasan yang dapat menodai HAM seseorang akan ditindaklanjuti berdasar hukum.
Berdasar apa yang telah kita amati bersama bagaimana keberlakuan HAM yang begitu absolut, serta berlaku universal. HAM yang diletakkan pada posisi tertinggi dalam tatanan kehidupan manusia mengakibatkan adanya keganjalan yang tersembunyi dibalik lahirnya HAM. Bayangkan saja bagaimana efek dari nilai absolut dan universal HAM. Tak heran jika nilai moral bangsa Indonesia, nilai agama, budaya, serta nilai sosial yang telah diyakini masyarakat sebelum adanya HAM menjadikan unsur-unsur dari masyarakat tersebut harus tunduk dibawah kekuatan absolut HAM. lalu, adanya stigma bahwa segala sesuatu yang dapat melanggar HAM seseorang harus disingkirkan, menjadi pertanyaan di benak penulis. Bagaimana jikalau HAM tersebut, dihadapkan dengan hukum islam yang mana sumbernya langsung berasal dari Tuhan (Allah SWT) dan keberlakuannya pun mutlak tidak dapat diganggu gugat. Sebaliknya, kita didorong tunduk di hadapan HAM, yang penerapannya bertentangan dengan hukum Islam. Fenomena-fenomena seperti ini, tentu mendapatkan kritikan keras dari umat islam dunia. Dalam Islam, ada hal-hal tertentu yang telah ditetapkan, sedangkan di sisi lain, kita didorong menjunjung tinggi nilai-nilai HAM. Dewasa ini, mereka yang sepakat dengan penerapan HAM, menganggap HAM harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
Keluar dari bagaimana dilemanya antara menginginkan HAM atau menyingkirkannya. Fenomena tersebut, tidak akan terjadi jikalau yang merumuskan HAM tersebut, betul-betul memiliki jiwa multikulturalisme. Namun kenyataannya, orang-orang yang merumuskan HAM adalah orang-orang yang mementingkan diri mereka sendiri atau negara mereka sendiri demi melancarkan ambisi politik negara-negara perumus. Hal ini, tidak luput pula dari pandangan para pakar yang memiliki pandangan terhadap HAM, bahwa penerapan HAM absolut sungguh-sungguh sangat berat sebelah dan melewati kadar ukurannya. Bahkan, tidak sedikit pula bangsa-bangsa barat menggunakan HAM sebagai tolok ukur utama dalam penilaian sumber hukum mereka. Serta menerapkan begitu saja sistem tersebut, di berbagai negara lain, tanpa perlu ambil pusing untuk mempertimbangkan unsur-unsur penting lainnya. Seolah-olah HAM itu, disejajarkan dengan kedudukan Tuhan dan haruslah dipatuhi oleh yang dibawahnya.
Bagi yang menentang nilai-nilai HAM, akan dikucilkan dan dicap sebagai pelanggar HAM. Mereka yang menodai “kesucian” HAM, dianggap perlu untuk dibasmi. Sehingga tak jarang menimbulkan fitnah bagi orang-orang yang sebenarnya hanya mematuhi apa yang diperintahkan oleh agamanya. Misalkan di dalam ajaran Islam, ketika seseorang telah melakukan perbuatan mencuri maka akan dipotong tangannya. Kejadian tersebut, dianggap sebagai tindakan anarkis dan menentang adanya keberadaan HAM.
Sebagai manusia yang betul-betul merindukan adanya perdamaian serta keseimbangan kehidupan berdasarkan HAM dan nilai multikulturalisme. Pastilah kita selaku generasi penerus tidak tinggal diam saja, dalam melihat permasalahan HAM yang tidak terlihat seperti ini. Bukan hal yang mustahil jika kelak kita yang akan duduk di kursi merah dunia dan berada di dalam suatu kongres perubahan dan reformasi HAM. Lalu, mengubah nilai-nilai HAM yang menurut kita salah.
#SelamatHariHakAsasiManusia
#jayabangsaku
#panjangumurperjuangan
#salampersmahasiswa