Kesalahan verifikasi tim yang menangani beasiswa Biaya Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi (Bidik Misi) berbuntut panjang. Pihak Universitas Hasanuddin (Unhas) memerintahkan dua puluh sembilan (29) mahasiswa yang dianggap tidak berhak menerima Bidik Misi untuk mengembalikan uang beasiswa yang pernah mereka terima. Sebelumnya, 29 orang tersebut dianggap tidak memenuhi syarat sebagai penerima Bidik Misi berdasarkan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Perintah pengembalian uang tersebut, dianggap keliru oleh beberapa pihak. “Kasusnya di sini adalah 29 orang ini lulus karena hasil verifikasi dari Unhas,” Jelas Alam Saputra, perwakilan dari Aliansi Unhas Bersatu.
Menurut Alam, 29 orang tersebut diloloskan untuk memenuhi kuota Bidik Misi “Pada tahun 2012 kemarin, kuota penerima Bidik Misi dari Unhas kurang, sehingga jika kurang maka kuota penerima Bidik Misi dari Unhas akan dikurangi pada tahun selanjutnya, oleh karena itu tim verifikasi meloloskan beberapa orang yang tidak seharusnya lolos verifikasi,” ujar Alam.
Kesalahan verifikasi yang dilakukan oleh Unhas berdampak bagi mahasiswa. Salah seorang dari 29 penerima bidik misi tersebut, sebut saja namanya X, mengatakan ia mendapat intervensi dari pihak Unhas. “Kami sering mendapatkan intervensi dari pihak universitas untuk mengembalikan (uang bidik misi yang telah diterima, red.), kemudian kami juga mendapat intervensi dalam hal akademik,” ungkapnya.
Seleksi yang dilakukan oleh tim verifikasi sebagai pihak yang berwenang menetapkan lulus tidaknya calon penerima Bidik Misi, menuai banyak kontrovensi. Kepala Biro Administrasi Kemahasiswaan Unhas, Muh. Ali Mantung mengungkapkan, “Penetapan penerima Bidik Misi tidak tepat sasaran itu karena disebabkan data yang dia masukkan. Pendapatan bersihnya yang dia masukkan,” ujarnya.
Bertolak belakang dengan pernyataan Ali mantung, X mengatakan bahwa ia juga memasukan slip gaji kotor. “Pada saat memasukkan berkas, kami juga memasukkan slip gaji bersih dan kotor dari orang tua, karena itu adalah salah satu persyaratan,” tuturnya.
Buntut dari kasus ini, 29 mahasiswa tersebut diwajibkan mengganti beasiswa Bidik Misi yang pernah mereka terima. “Saya termasuk dari 29 orang disuruh menggantikan uang bidik misi, saya pernah disuruh membayar ganti rugi sebesar 19.5 juta rupiah tetapi akhir-akhir ini saya dituntut untuk mengganti sebesar 32 juta rupiah,” ungkap Akbarsyah, salah seorang dari 29 penerima Bidik Misi.
Ikab Dianggap Lamban
Terkait polemik Bidik Misi yang dihadapi beberapa mahasiswa tersebut mendorong Aliansi Unhas Bersatu turun tangan mengadvokasi mahasiswa yang bersangkutan. Aliansi Unhas Bersatu yang terdiri dari beberapa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan organ lain yang berada di lingkup Unhas telah melakukan berbagai upaya. Mereka pernah melakukan aksi di depan gedung Rektorat terkait masalah tersebut. Tindak lanjut dari aksi tersebut adalah diadakannya dua kali dialog bersama Wakil Rektor (WR) III Abd.Rasyid Jalil pada 9 dan 15 Oktober lalu.
Salah satu mahasiswa yang ikut melakukan aksi, A.Rizki Khairunnisa menyampaikan bahwa polemik yang diadvokasi pihak Aliansi Unhas Bersatu adalah hal penting. ”Kesalahan tidak sepenuhnya ada pada mahasiswa, melainkan adalah kesalahan tim verifikasi yang meloloskan mereka. Oleh karena itu, mahasiswa tidak berkewajiban mengembalikan uang Bidik Misi tersebut,” tukasnya.
Menurut X, sudah banyak yang Aliansi Unhas Bersatu lakukan, untuk mengadvokasi polemik Bidik Misi tersebut. Respon cepat yang dilakukan oleh Aliansi Unhas Bersatu sangat membantunya sedangkan Ikatan Keluarga Bidik Misi (Ikab) Unhas terkesan acuh tak acuh. “Saya sempat ditelpon oleh ketua Ikab, untuk menghadap ke WR III, tetapi pada saat itu hanya saya yang dipanggil dan saya tidak punya data awal, untuk menghadap ke WR III,” ungkapnya.
Ia menginginkan perlu ada kajian awal terkait kasus sebelum mendatangi WR III, tetapi ketua Ikab pada saat itu langsung menyarankan X untuk langsung menghadap. “Saya kurang setuju. Dan setelah itu saya tidak pernah dihubungi lagi untuk tindak lanjut berikutnya.” ungkapnya.
Ryan Akmal Suriadi salah satu anggota Aliansi Unhas Bersatu menyatakan bahwa Ikab lamban mengawal kasus Bidik Misi. “Ikab terlambat, baru bergerak setelah didesak oleh Aliansi Unhas Bersatu,” katanya. Mahasiswa angkatan 2013 tersebut, berharap Ikab lebih aktif mengawal anggotanya. “Kalau misalnya ada masalah tentang Bidik Misi harus disikapi,” ujar Ryan.
Ketua Ikab mengakui bahwa organisasinya lamban mengawal kasus Bidik Misi. Namun hal tersebut bukanlah tanpa alasan. Menurutnya pihak kemahasiswaan terkesan tertutup terkait persoalan ini kepada Ikab. “Kasus ini kesannya disembunyikan dari kami. Kami baru mengetahui kasus ini ketika ada pertemuan antara orang tua penerima bidik misi yang berkasus dengan pihak kemahasiswaan,” ungkap Muhammad Jabal.
Jabal juga menuturkan Ikab sulit untuk mencampuri langsung otoritas dari bidang kemahasiswaan “Fungsi kami hanya memediasi. Kami mempunyai grup (grup Facebook, red.). Jadi teman-teman bisa menyampaikan semua keluhan-keluhannya, dan nanti keluhan itu diramu dan akan dibawa ke universitas,” imbuh mahasiswa angkatan 2013 tersebut.
Apa yang disampaikan Ketua Ikab, bertolak belakang dengan apa yang diungkapkan oleh X “Saya pernah memposting di grup Ikab terkait kasus ini, untuk memanas-manasi para pengurus. Tetapi, setelah saya berkomentar panjang lebar, postingan itu terhapus, dan akhirnya saya melapor ke Aliansi Unhas Bersatu untuk penyelesaian kasus ini,” ungkapnya.
Jabal pun, mempertanyakan pilihan mahasiswa yang bersangkutan yang lebih memilih Aliansi Unhas Bersatu daripada Ikab. “29 orang ini mengapa lebih memilih Uber daripada kami (Ikab,red.) yang notabenenya sebagai organisasi yang harusnya membantu mereka,” ungkap Jabal.
Wakil Rektor III: “Ke Meja Hijau Pun Kita Lanjut.”
Terkait kasus ini, WR III dalam dialog dengan mahasiswa menyatakan siap lanjut ke meja hijau. “Kalau ini tuntutannya bahwa semua dikembalikan kesalahan ke Unhas, mohon maaf, ke meja hijaupun kita lanjut,” tegasnya.
Dalam dialog tersebut, salah seorang perwakilan dari mahasiswa menyatakan bahwa pihak universitas sudah mengetahui mereka tidak pantas lolos tetapi tetap meluluskan. “Ucapan terimah kasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak Unhas yang telah memberikan kami kesempatan untuk menerima bantuan Bidik Misi pada tahun 2012, meskipun pihak universitas mengetahui kami tidak pantas menerima berdasarkan buku pedoman penerimaan Bidik Misi tahun 2012,” ucapnya.
Senada dengan hal itu, Aliansi Unhas Bersatu menganggap bahwa seluruh kesalahan terkait kasus Bidik Misi tersebut, murni kesalahan tim verifikasi yang meloloskan berkas para mahasiswa.
Namun, WR III berpendapat berbeda. Menurutnya, 29 mahasiswa tersebut memiliki kontribusi melakukan kesalahan karena memasukan berkas. “Semua orang punya kontribusi yang sama untuk melakukan kesalahan. Kalau tadi kita menjawab bahwa kita manusia biasa, tim verifikasi juga seperti begitu,” ungkap pria yang akrab disapa Pak Cido tersebut.
Lebih lanjut dalam dialog, WR III mengatakan, jika sama-sama salah, tentu dua-duanya harus mendapatkan konsekuensi. “Apapun judulnya di meja hijau pun adek-adek pasti akan dikatakan bersalah,” tegasnya.
Senada dengan itu, Ali Mantung yang sempat ngobrol dengan Kru Eksepsi di ruangannya selepas dialog, mengakui kekhilafan tim verifikasi. “Dari sekian banyak mahasiswa yang terima beasiswa, 29 diantaranya yang ada kekhilafan tim verifikasi karena hanya melihat pendapatan bersih, tidak sempat lagi menghitung pendapatan kotor,” ungkapnya.
Akan tetapi, sama seperti WR III, ia juga merasa ada andil dari mahasiswa. “Ketika anda cocok silahkan mendaftar ketika anda tidak cocok jangan mendaftar. Kalau dicari salahnya dua-dua bersalah. Mahasiswa kalau sudah tahu, kenapa memasukkan berkas. Tim verifikasi juga punya kekurangan,” tutur Ali Mantung. . WR III sendiri saat ditemui Kru Eksepsi untuk keperluan klarifikasi di ruangannya menolak memberikan komentar terkait kasus ini
Ganti Rugi Tidak Bisa Dibebankan Kepada Mahasiswa
Dianggap memiliki andil kesalahan, Salman Alfarisi, salah satu dari 29 mahasiswa kasus bidik misi menyatakan keberatannya. “Ini merupakan kesalahan pihak birokrasi yang tidak jeli, karena saya sendiri tidak memalsukan berkas yang saya lampirkan,” ungkapnya.
Melihat persoalan dari kacamata hukum, Dosen Hukum Keuangan Negara FH-UH Nazwar Bohari saat ditemui Kru Eksepsi, menyatakan bahwa mahasiswa dapat menolak ganti rugi jika Unhas tidak mempunyai dasar menuntut. Menurutnya penuntutan ganti rugi dapat dilakukan jika memang mahasiswa terbukti melakukan kesalahan, misalnya pemalsuan. “Jika terjadi karena kelalaian administrasi, alasan apapun Unhas Tidak berhak menuntut mahasiswa. Kalau saya mahasiswa, saya tidak bayar,” tuturnya.
Menurut Nazwar, dalam HAN kesalahan administrasi tidak boleh dilimpahkan kepada individu. Mahasiswa tidak tahu apa-apa tentang klasifikasi khusus berkas mereka, yang tahu persis adalah pihak Unhas. “Sederhana logikanya, ini termasuk tanggung jawab jabatan administrasi, jadi jangan limpahkan ke individu,” tuturnya.
Ia pun berpendapat bahwa solusi untuk menanggung bersama kerugian tersebut, tidak dibenarkan apabila kesalahan tersebut terjadi karena kesalahan Unhas.
Nazwar juga mempertanyakan dana yang digunakan Unhas untuk mengganti kerugian negara tersebut. Menurutnya dana yang digunakan Unhas untuk menalangi ganti rugi tersebut harus ditelurusi. “Ganti rugi itu tidak boleh gunakan dana institusi, tetapi dana pribadi pejabatnya,” ujarnya
Pernyataan Dosen Hukum Keuangan Negara tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam pasal 59 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara yang menyebutkan : “Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut.”
X berharap kasus tersebut segera selesai. “Kami sudah lumayan stres, karena kasus ini sudah hampir satu tahun,” ujarnya. []
(Berita telah dimuat dalam Buletin Eksepsi edisi dua, rubrik Liputan Khusus, hlm.8-9)