web analytics
header

Pendidikan sebagai Hak Warga Negara, Ilmu sebagai Objek Pendidikan

Ketiga pembicara dan moderator dalam diskusi yang diadakan UKM LPMH-UH, di Cafe Danau, Jumat (20/5)

Ketiga pembicara dan moderator dalam diskusi yang diadakan UKM LPMH-UH, di Cafe Danau, Jumat (20/5)
Ketiga pembicara dan moderator dalam diskusi yang diadakan UKM LPMH-UH, di Cafe Danau, Jumat (20/5)

Makassar, Eksepsi Online- Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) memiliki tujuan nasional yang ingin dicapai salah satunya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pasal 31  ayat (1) UUD NRI 1945 juga menyatakan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara. Berdasarkan hal itu, Moh. Ali Rahangiar yang berasal dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mengutarakan bahwa menjadi kewajiban Pemerintah untuk memberikan pendidikan sebagai hak warga negara. “Di Pembukaan kita berbicara tentang mencerdaskan kehidupan bangsa, hal ini menjadi  tujuan visi bernegara kita, dan dalam Undang-Undang Dasar (UUD), pendidikan itu adalah hak warga Negara dan kewajiban untuk Pemerintah mau tidak mau harus dijalankan,” tuturnya saat menjadi salah seorang pembicara dalam diskusi yang diadakan Unit Kegiatan Mahasiswa Lembaga Pers Mahasiswa Hukum Unhas (UKM LPMH-UH).

Selain Ali, Andi Rewo Batari Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Hasanuddin (BEM KEMA Fisip Unhas) dan Romi Librayanto Dosen Fakultas Hukum Unhas turut hadir sebagai pembicara. Kegiatan tersebut berlangsung di Cafe Danau, Jumat  (20/5).

Pendidikan nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memiliki tujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan hal itu, Andi Rewo Batari Ketua BEM KEMA Fisip Unhas, menurutnya aturan perundang-undangan itu menguatkan otoritas dosen, padahal tujuan pendidikan seharusnya tidak menjadikan mahasiswa sebagai objek.

Pendidikan, kata Rewo adalah proses dialektis, tidak ada yang lebih baik antara satu dengan yang lain, semua sama-sama dalam proses belajar. “Perkembangan zaman membuat metode belajar orang menjadi cepat, maka dalam hal ini jangan ada yang merasa dialah yang paling benar, kita haruslah berteman dalam hal ini karena kampus adalah tempat berkembangnya ilmu pengetahuan,” ujarnya.

Terkait sistem dalam pendidikan tinggi, khususnya posisi dosen dan mahasiswa, Romi mengatakan bahwa dalam pendidikan Indonesia sekarang ini, baik dosen maupun mahasiswa sama-sama sebagai subjek, objeknya adalah ilmu. Sehingga keliru jika dosen merasa sebagai yang paling benar. Teruntuk Unhas dapat melihat visi Unhas itu sendiri. “Visi Unhas berbasis manusiawi, arif, religius, integritas, tangguh, inovatif dan mandiri  (MARITIM), mengapa lebih dulu manusiawi dari mandiri, karena lebih baik mendidik manusia agar ia dapat menjadi manusiawi dulu sebelum mendidik mereka ke hal-hal selanjutnya,” ujarnya. Manusiawi, lanjut Romi ialah hakikat dari MARITIM. “Kita itu saling terhubung, sederajat, tanpa adanya sekat-sekat yang membatasi kita, semuanya adalah satu kesatuan yang utuh dan hal ini harus dijaga,” kata Dosen FH-UH ini.

Senada dengan Ali, Pemerintah, kata Romi wajib menjalankan pendidikan dasar bagi warganya. Ia mengungkapkan, “Pendidikan dasar ialah harga mati sesuai dengan Pasal 31 Undang-Undang Dasar (UUD).” (Mag:Faj)

Related posts: