Makassar, Eksepsi Online – Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Hasanuddin (Unhas) Abdul Rasyid mengadakan rapat dengan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Unhas. Rapat tersebut membahas pembentukan BEM tingkat Universitas. “Meminta pendapat teman-teman terkait BEM Universitas, apakah para Ketua BEM sepakat atau tidak terkait adanya BEM Universitas, karena kedudukan BEM Universitas sebagai wadah untuk menampung semua BEM di tingkat fakultas,” ungkapnya saat ditemui usai rapat di ruang rapat Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unhas, Jumat (22/9).
Pembentukan BEM Universitas, menurut Abdul Rasyid, sebagai wadah mahasiswa yang memiliki peran serta fungsi yang sangat strategis di dalam kegiatan organisasi yang tidak hanya mencakup wilayah internal tetapi juga secara internasional.
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Cido tersebut mengaku bahwa dirinya selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unhas belum mampu melahirkan pemimpin secara nasional jika belum mempunyai wadah. Sehingga dalam pertemuan nasional, Unhas cenderung tidak diwakili oleh mahasiswa universitas karena belum memiliki lembaga formal.
Dalam peraturan universitas pun, kata Cido, sudah mencantumkan lembaga kemahasiswaan tingkat universitas. Sehingga suka tidak suka lembaga kemahasiswaan tingkat universitas itu harus ada.
Alasan lainnya yaitu Majelis Wali Amanah (MWA) sebagai salah satu lembaga di tingkat universitas menempatkan mahasiswa sebagai anggota. Syaratnya adalah Ketua BEM atau nama lain karena itu dibutuhkan, tetapi jangan dilihat kemudian bahwa persoalan pembentukan itu merupakan hak bukan kewajiban. Artinya hak itu bisa digunakan dan bisa tidak dipergunakan.
Jika disepakati nantinya ada BEM Universitas, Cido mengembalikan proses pemilihan dan struktur kepengurusannya kepada mahasiswa. “Sistem pemilihannya bukan rana saya, itu adalah rana mahasiswa. Saya hanyalah fasilitator untuk bagaimana kemudian dibentuk cara mainnya dan sebagainya itu tergantung dari mahasiswa sendiri. Jadi saya menghormati mahasiswa karena mereka adalah calon pemimpin,” tuturnya. “Struktur kepengurusannya kembali lagi ke mahasiswa itu sendiri. Apa organ atau komponen yang dibutuhkan oleh BEM Universitas. Kedudukannya adalah sebagai lembaga tertinggi BEM secara keseluruhan jadi dia sebagai payung,” tambah dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan ini.
Sementara itu, Presiden BEM Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Farid Muslim menyatakan belum sepakat dengan adanya pembentukan BEM Universitas untuk saat ini. Namun, jika memang ingin dibentuk perlu ada pembicaraan antara Ketua-Ketua BEM dengan pihak rektorat. “Kalau misalnya di atas langsung menginisiasi tanpa adanya persetujuan dari kami, saya rasa belum bisa,” katanya.
Presiden BEM Fakultas Hukum Unhas (FH-UH) periode 2016-2017 Kahar Mawansyah mengungkapkan pada dasarnya teman-teman sepakat bahwa kita memerlukan suatu wadah dengan nama apapun itu. “Hanya saja, kami tidak menginginkan jangan sampai ada oknum yang kemudian menyangkutpautkan antara teman-teman dengan pembentukan BEM Universitas dan kemudian disangkutkan lagi dengan MWA dan sebagainya. Kemudian yang menjadi titik cerahnya kita tadi adalah bahwa Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni mengamini tidak akan nada hal seperti itu nantinya,” ungkapnya.
Namun, pertemuan tersebut belum mendapatkan titik terang. Banyaknya Ketua BEM yang mendekati masa demisioner menyebabkan sulit mengambil keputusan. Pertemuan pun akan dilanjutkan pada November mendatang menunggu proses transisi dan adanya Ketua BEM yang baru.
Dari empat belas BEM yang ada di Unhas, terdapat tiga BEM yang tidak hadir yaitu BEM Fakultas Kedokteran (FK), BEM Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) dan Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis) (SEMA FEB). (Iwn)