Makassar, Eksepsi Online – Seminar Cyber Law dengan tema “ Internet Undercover: Mengulas Cybercrime di Tengah masyarakat Urban” bertempat di Auditorium Prof. Amiruddin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (FK-Unhas) pada Jumat (03/11), membahas tentang cybercrime dan penanganannya.
Dalam seminar tersebut, para pembicara menjelaskan tentang cybercrime yang dapat diartikan sebagai perbuatan melawan hukum dan/atau tanpa hak berbasis tekhnologi informasi atau dengan memakai komputer dan/atau jaringan komputer sebagai sarana atau alat sehingga menjadikan komputer dan/atau jaringannya sebagai obyek maupun subyek tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja.
Edi Harto pun mengungkap jenis-jenis kejahatan cybercrime yang marak terjadi di Sulawesi Selatan, di antaranya: illegal acces, online fraud, identity theft dan hacking & cracking. Beliau juga membahas mengenai tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat internet. Undang-undang yang diharapakan (ius konstituendum) adalah perangkat hukum yang akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif terhadap permasalahan, termasuk dampak negatif penyalahgunaan internet dengan berbagai motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi dan non materi.
Lebih lanjut, ia membahas tentang upaya yang dilakukan dalam penanganan kejahatan cybercrime dengan cara sosialisasi dan pelatihan, yakni memberikan sosialisasi mengenai kejahatan cyber dan cara penanganannya terhadap satuan di suatu wilayah, serta penyamaan persepsi dengan aparat penegak hukum lain.
Di sisi lain, Muh. Faqih Faturrachman menjelaskan mengenai penindakan bagi perusahaan media sosial dimana perusahaan media sosial yang terbukti memperlancar kejahatan/ tidak memberi kontrol/ filter pada media sosial mereka. Mengacu pada pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dapat dikategorikan yakni mereka yang sengaja memberikan bantuan pada waktu kejahatan dilakukan, dan mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahtan yang selanjutnya diberikan peringatan dimana perusahaan media sosial harus memfilter dan mencabut konten negatif seperti SARA, hate speech, hoax, dll. Kemudian melakukan pemblokiran dan memberikan sanksi sebagai resiko hukum bagi perusahaan media sosial yang memfasilitasi kejahatan dunia maya.
Salah satu peserta seminar pun angkat bicara, yakni Hasmila Hasman mahasiswi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin (MIPA-Unhas), ia berharap dengan adanya pemaparan dari para pembicara maka permasalahan yang terjadi dapat dihadapi dengan bijak. “Bagaimana kita mengatasi dengan bijak masalah-masalah yang dihadapi sekarang ini,” tutup mahasiswi angkatan 2014 itu. (Ylk)