Makassar, Eksepsi Online – Aliansi Mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas) turun ke jalan untuk adakan aksi penolakan terhadap hasil revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang sekarang telah menjadi UU No. 2 Tahun 2018, aksi ini berlangsung di depan pintu 1 Unhas pada Kamis (29/3).
Berdasarkan apa yang disampaikan aliansi ini, hasil revisi UU ini bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi, sebab terdapat beberapa pasal yang cenderung kepada pembungkaman terhadap demokrasi. Beberapa pasal tersebut antara lain, Pasal 73 Ayat (3), (4), (5), Pasal 122 huruf I serta Pasal 245 Ayat (1).
Pasal 73 Ayat (3), (4), dan (5), menurut aliansi ini merupakan upaya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menjadi lembaga negara yang anti kritik. Dengan kekuatan yang diberikan oleh UU ini, DPR dapat melakukan panggilan paksa terhadap setiap orang yang mangkir dari panggilannya. Lebih daripada itu, pada pasal ini juga Kepolisian Republik Indonesia dapat melakukan penahanan terhadap orang tersebut. Menurut aliansi ini, hal tersebut jelas melampaui tupoksi DPR sebagai lembaga legislatif.
Pada pasal lainnya, Pasal 122 Huruf I, aliansi ini memperkuat pendapatnya bahwa DPR merupakan lembaga negara yang anti-kritik. Sebab, pada UU ini juga DPR diberikan ruang untuk menghukum siapa saja yang dianggap merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Terakhir Pasal 245 Ayat (1), pada pasal ini DPR diberikan keistimewaan tersendiri terkait pemanggilan dan pemintaan keterangan anggotanya terkait suatu tindak pidana. Hal tersebut menurut aliansi ini, telah menyalahi prinsip persamaan kedudukan di depan hukum. Seharusnya tidak boleh yang dapat mempersulit penegakan hukum yang dilakukan oleh siapa pun, termasuk anggota DPR.
Terkait aksi ini, Rahmat mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya angkatan 2014 selaku Jendral Lapangan Aksi, menjelaskan bahwa aksi ini adalah upaya mahasiswa untuk menghidupkan penolakan terhadap revisi UU MD3 dan juga untuk menyuarakan bahwa demokrasi rakyat sedang dibatasi oleh kepentingan peara penguasa.
“Demokrasi rakyat sedang dibatasi dalam cakupan yang melindungi kepentingan para penguasa di negara ini,” jelasnya.
Rahmat pun membahkan bahwa nantinya akan ada aksi susulan dengan massa yang lebih besar dibanding aksi ini. (H2a&Nof)