web analytics
header

Forum Privelegiatum vs Equality Before The Law

Sumber : Dokumen pribadi

Sumber : Dokumentasi pribadi

Makassar, Eksepsi Online – Forum Privelegiatum bermakna peradilan luar biasa  untuk orang-orang tertentu, seperti untuk para anggota kabinet atau pimpinan lembaga negara. Forum ini mempunyai perbedaan yang mendasar jika dibandingkan dengan asas Equality Before the Law, yang bermakna setiap orang harus memiliki  kesamaan kedudukan  di hadapan hukum.

Forum Privelegiatum sebelumnya telah pernah diamanatkan di dalam Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950. Namun belakangan ini,  menjadi sorotan kembali setelah maraknya kasus pidana yang dilakukan oleh anggota kabinet dan para pejabat negara di Indonesia.

Perbedaan Forum Privelegiatum dengan Equality Before the Law        

R. Narendra Jatna Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, menjelaskan perbedaan antara Forum Privelegiatum dengan Equality Before the Law, pada kegiatan Forum Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan oleh Pusat Kajian Kejaksaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH), bertempat di Aula Harifin Tumpa FH-UH, Rabu (12/9).

Narendra menjelaskan bahwa, perbedaaan keduanya jelas telihat pada fokus keduanya. Forum Prevelegiatum berfokus pada tempat atau forum penyelesaian perkara, sedangkan jika Equality Before the Law fokus pada subjek yang berperkara. “Kedua hal ini berbeda. Namun, kebanyakan masyakarat melihatnya Forum Privelgiatum sebagai perlakuan khusus yang mengenyampingkan Equality Before the Law,” jelas Narendra dalam forum diskusi.

Konsep Forum Privelegiatum                   

Lebih lanjut, dalam forum yang  juga dihadiri juga oleh Prof. Farida Patittingi selaku Dekan FH-UH ini, Narendra juga menjelaskan terkait subjek yang dapat menyelesaikan perkara melalui forum privelegiatum. Penentuan subjek tersebut dilihat dari karakteristik pekerjaannya.

Selain itu, pada forum privelegiatum juga tidak dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum lain, seperti banding dan kasasi. Hal tersebutlah yang menjadi pembeda dengan forum peradilan biasa.

“Contohnya, pada kasus Bill Clinton Presiden Amerika ke-42. Amerika menggunakan forum ini untuk menyelesaikan perkara kebohongan publik yang dilakukan oleh Bill Clinton. Itu dilakukan untuk memberikan penghormatan atas pekerjaan dan jabatannya,” tambah Narendra.

Narendra  yang juga sebagai akademisi ini menambahkan bahwa, pengunaan forum privelegiatum ini juga bertujuan agar waktu yang digunakan untuk proses peradilan menjadi lebih singkat. Proses peradilan yang lebih singkat akan berdampak pada kegiatan ketatanegaraan, jalannya pemerintahan dan stabilitas kehidupan masyarakatnya.

Pentingnya Penerapan Forum Privelegiatum di Indonesia

Terkait pentingnya penerapan forum ini di Indonesia, Narendra menyatakan bahwa jika berhubungan dengan Undang-Undang kepresidenan dan kasus besar nasional  yang timbul, dirinya merasa bahwa forum ini telah mendesak untuk diadakan.

Namun, Narendrea menambahkan bahwa, dibutuh perjalanan panjang untuk memasukkan forum tersebut kedalam hukum positif Indonesia. Maka menurutnya  perlu juga untuk memperhatikan kesepakatan dan kondisi masyarakat Indonesia saat ini.

 “Saat ini bahkan kita telah sering melihat bahwa, beberapa kasus besar nasional kita sudah seperti forum privelegiatum secara pribadi. Seolah-olah sidangnya cukup sekali. Namun lebih baik jika forum tersebut dikelola oleh sistem bukan keputusan individu,” jelasnya saat ditemui seusai kegiatan (12/9).

Sehingga menurutnya, jika secara keilmuan dirinya merasa forum ini sudah seharusnya diadakan, namun jika secara praktek maka harus ada pengkajian dan pertimbangan yang lebih lanjut sebelumnya.

Menanggapi isi diskusi yang dipandu oleh Fajlurrahman Jurdi ini, Prof. Farida juga menyatakan bahwa untuk bisa menerima sesuatu menjadi hukum positif, maka perlu juga mengkaji alasan filosofis maupun teoritisnya. “Hal ini sudah pernah hadir di dalam konstitusi kita, jadi mengapa tidak kita terapkan kembali,” ujar Prof. Farida diakhir forum diskusi (12/9). (Swp/Sme)

Related posts: