web analytics
header

Prof. Marwati Riza : Hakim MK Harus Memiliki Integritas dan Kepribadian yang Tidak Tercela

1540648558295
Suasana kegiatan FGD yang diadakan oleh MK RI bekerjasama dengan FH-UH, bertempat di Hotel Aryaduta Makassar, Sabtu (27/10).

Makassar, Eksepsi Online – Prof. Marwati Riza salah satu Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH), sekaligus Ketua Tim Peneliti Jurnal Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa, MK sebagai salah satu lembaga kekuasaan kehakiman diharapkan dapat mempunyai integritas yang tinggi .

“MK diharapkan dapat mempunyai integritas yang tinggi. Hal itu dapat tercermin dari perilaku para hakimnya, terutama saat Hakim MK sedang menegakkan supremasi konstitusi,” ujar Prof Marwati saat awal pemaparan hasil penelitian timnya dalam acara Focus Group Discussion (FGD), yang dilaksanakan oleh MK Republik Indonesia (RI) bekerjasama dengan FH-UH di Hotel Aryaduta (27/10).

Pada kegiatan pemaparan hasil penelitian di FGD dengan dua tema yakni, Mewujudkan Pileg dan Pilpres Serentak yang Berintegritas, serta Penilaian Pengelola Jurnal Terakreditasi Terbaik dan Artikel Terbaik ini, Prof Marwati juga menyampaikan bahwa sebenarnya pribadi para Hakim MK juga harus diadili pada saat mereka mengadili suatu perkara.

Ia mengatakan bahwa para Hakim MK diadili dalam artian, terdapat harapan warga negara kepada mereka untuk dapat memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, serta sebagai seorang negarawan yang paham betul akan konstitusi dan ketatanegaraan agar dapat mengemban tugasnya dengan baik.

“Sependapat dengan perkataan Prof. Guntur Hamzah selaku Sekjen MK dalam sambutannya, bahwa para Hakim MK dalam mengadili suatu perkara, sebenarnya juga harus diadili secara pribadi,” jelasnya Prof. Marwati.

Menurutnya jabatan Hakim MK bukanlah jabatan yang main-main. Hakim MK dalam menjalankan tugas kehakimannya harus bertanggung jawab kepada masyarakat sekaligus kepada Tuhan Yang Maha Esa, kata Prof. Marwati.

”Secara moralitas seorang Hakim dituntut untuk memiliki roh atau marwahnya tersendiri. Namun faktanya masih ada saja kasus-kasus yang menunjukan oknum hakim yang terjerat kasus suap dan lain sebagainya. Contoh seperti itu yang membuat citra MK menjadi tidak baik dimata masyarakat,” tambahnya.

Prof. Marwati bersama tim penyusun Jurnal MK lainnya, mengusulkan perlu adanya rekonstruksi sistem pengawasan dan penataan di dalam lingkup lembaga MK, untuk menanggulangi terjadinya penyalahgunaan wewenang dan rusaknya integritas hakim. Pentingnya aspek pengawasan terhadap hakim menurutnya bukan berarti mereduksi independensi dan imparsialitas hakim selama ini.

Lebih lanjut, Prof. Marwati menjelaskan dengan adanya putusan MK No.5 Tahun 2006, telah mengeliminasi kewenangan Komisi Yudisial (KY) dalam mengawasi para Hakim MK, dengan sebab adanya pengawasan tersebut dianggap dapat mereduksi sifat independensi hakim.

“Dari fakta yuridis tersebut, terdapat dua hal yang hendak diwujudkan oleh tim penelitian, yakni pelaksanaan terhadap pengawasan integritas Hakim MK, dan bagaimana model pengawasan terhadap integritas tersebut,” jelas Prof. Marwati.

Tim peneliti Jurnal MK juga menekankan terdapat tiga poin penting terkait perilaku Hakim MK yakni mengenai integritas, moralitas dan akuntabilitas. Ketiganya didasarkan pada beberapa teori-teori, antara lain adalah teori kewenangan, keadilan, integritas, pengawasan, hakim, dan juga teori perilaku.

Tim peneliti dengan penanggung jawab Prof. Farida Patitingi serta anggota tim yang antara lain Prof. Hamzah Halim, Dr. Muhammad Hasrul dan Dr. Fajrulrahman Jurdi ini juga mengusulkan untuk dibentuknya lembaga pengawasan di dalam internal lembaga MK maupaun diluar lembaga MK.

Dalam akhir pemaparannya, Prof. Marwati Riza selaku ketua tim menyatakan bahwa hasil penetilian timnya tetap berdasarkan pada koridor negara hukum, dengan salah satu yang menjadi faktor esensialnya yakni adanya jaminan kemandirian kekuasaan hakim.

Kemandirian yang bebas dari campur tangan kekuasaan ekstra-yudisial, legislatif dan kekuasaan non pemerintah seperti pers, partai politik dan lain-lain sebagainya. “Sehingga dapat diartikan para Hakim MK sebagai pribadi atau negarawan yang memiliki kedudukan yang sangat krusial di dalam suatu konsep negara hukum,” tutupnya.  (Mys//Mhd)

Related posts: