web analytics
header

Menyoal Bantuan Hukum, Negara Harus Bertanggungjawab Memberikan Jaminan Bantuan Hukum

IMG-20181109-WA0003
Suasana kegiatan dialog transformasi yang membahas bantuan hukum, bertempat di Ruang Promosi Doktor FH-UH, pada Kamis (8/11). Sumber: Dokumentasi Pribadi.

Makassar, Eksepsi Online – Tifa Foundation bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH) mengadakan Dialog Transformatif dengan tema Bantuan Hukum Sebagai Layanan Publik: Pemenuhan dan Perluasan Hak Atas Keadilan Bagi Semua bertempat di  Ruang Promosi  Prof. Dr. Andi Zainal Abidin Farid FH-UH, pada Kamis (8/11).

Dialog ini menghadirkan Donny Andriyanto selaku Program Coordinator, Legal Empowerment Network Strategy Tifa Foundation, Prof. Aminuddin Ilmar selaku Guru Besar FH-UH, Dr. Maskun selaku Dosen sekaligus Ketua Prodi Strata 1 Ilmu Hukum FH-UH, Andi Rudianto Asapa selaku Bupati Sinjai periode 2003-2013 serta Haswandy Andy Mas selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar.

Pada kegiatan ini para pemateri menekankan akan pentingnya bantuan hukum bagi masyarakat yang sedang berhadapan dengan masalah hukum. Hal ini diperkuat oleh penjelasan Dr. Maskun pada pemaparannya. Menurutnya, negara mempunyai tanggung jawab dalam jaminan pemberian bantuan hukum bagi masyarakatnya yang membutuhkan.

“Negara mempunyai tanggung jawab memberikan jaminan pemberian bantuan hukum bagi orang miskin, marginal ataupun rentan karena itu adalah bagian dari proses kenegaraan dalam konteks Hak Asasi Manusia,” jelas Maskun dalam forum (8/11).

Lebih lanjut, kata Maskun, sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 pasal 28 ayat 1, maka negara harus menjamin HAM masyarakatnya dengan memberikan akses untuk memperoleh keadilan, terlebih bagi masyarakat kurang mampu, rentan, dan termajinalkan.

Namun dalam perkembangan bantuan hukum, masih terdapat bias keberpihakan pemberian bantuan hukum di Indonesia. “Seperti hasil penelitian Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pada tahun 2013, pemberian bantuan hukum kemudian menjadi sangat politis,” tambahnya.

Di sisi lain, Donny Arriyanto menjelaskan terkait makna keadilan. Menurut Donny, keadilan bukan semata-mata terkait makna yang abstrak. Namun, lebih pada sejauh mana masyarakat dapat mengakses keadilan tersebut.

Melanjutkan penjelasannya Donny mengatakan bahwa, untuk mengakses keadilan yang dimaksud, harus dibangun diskursus dengan dua penekatan. “Pertama, melalui HAM. Kedua yakni kemampuan seseorang untuk mengakses kedilan itu sendiri,” lanjut Donny dalam forum (8/11).

Kata Donny, dalam pekembangannya masalah hukum mempunyai korelasi yang kuat dengan masalalah yang lain dan berimpilkasi terhadap berbagai aspek kehidupan, seperti masalah kesehatan sebanyak 25%, masalah ekonomi karena kehilangan pendapatan sebanyak 34%, kehilangan pekerjaan sebanyak 5% dan lainnya.

Selain itu, Donny juga menjelaskan terkait kendala efektivitas penaganan masalah hukum pada masyarakat yang membutuhkan. “Anggaran yang dialokasikan oleh Pemerintah dalam hal bantuan untuk masyarakat yang mebutuhkan bantuan hukum itu cukup minim. Sehingga, tidak sebanding dengan jumlah bantuan baik itu dana dan advokat yang diperlukan dalam menangani masalah di dalam masyarakat,” tambah Donny dalam forum.

Pada forum dialog tersebut juga membahas terkait peran universitas dalam membantu pemberian bantuan hukum bagi masyarakat. Peran universitas ini, menurut Dr. Maskun merupakan salah satu bentuk dari Tri Dharma Universitas, yakni pengabdian pada masyarakat.

“Bentuk penyelenggaraan bantuannya dapat diterapkan dengan model kelembagaan maupun model invidividu.  Dalam artian bahwa memanfaatkan kampus untuk mengupayakan masyarakat memperoleh akses keadilan, baik melalui dosen maupun mahasiswa sebagai pengaktualan pengetahuan yang diperoleh di perkuliahan,” ujar Maskun. (Bru) 

Related posts: