Dato’ Azmi Mohd Ali LL. B., LL. M. selaku pembicara sesi pertama membahas mengenai hukum dalam bidang perdagangan dan globalisasi pada workshop hukum ALSA LC Unhas yang bertajuk ALSA Legal Workshop, Sabtu (5/10) bertempat di Ruang Promosi Prof. Dr. Mr. Andi Zainal Abidin Farid, S.H. Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
Seminar dibuka dengan pembahasan seputar hukum perdagangan dan globalisasi secara umum dan bagaimana keduanya saling berkaitan dan mempengaruhi. Dato’ Azmi selaku pembicara menyebutkan bahwa hukum memerankan bagian penting pada sektor jual beli dan perdagangan termasuk perdagangan lintas batas negara. Hukum perdagangan yang modern akan menjadi dasar yang kuat untuk kemajuan perekonomian suatu negara. “Ada beberapa bidang hukum yang akan berkontribusi pada pertumbuhan dan kesejahteraan negara, termasuk diantaranya adalah hukum dalam bidang privatisasi, pasar modal, kemitraan publik-swasta, pengangkutan barang, agen perdagangan, perusahaan, dan hukum kemitraan,” jelas pengacara kondang asal Malaysia tersebut.
Pada sesi ini dipaparkan pula sejumlah data terkait pertumbuhan ekonomi baik di kawasan regional Indonesia maupun kawasan global. Misalnya data mengenai peringkat negara dalam hal ekonomi global berdasarkan tingkat pendapatan per kapita dimana Indonesia menempati urutan ke-16 (Enam Belas). Lalu dipaparkan pula data mengenai komoditas ekspor terbesar yang dimiliki Indonesia dimana batu bara menempati urutan pertama disusul dengan komoditas minyak kelapa sawit diurutan kedua serta sejumlah data terkait perekonomian lainnya. Pada intinya, melihat data-data yang ada menurut Dato’ Azmi masih banyak sektor perdagangan Indonesia yang berlum dikelola dengan optimal sehingga tidak memberikan hasil maksimal bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, utamanya berkenaan dengan hukum yang berlaku atau secara spesifik regulasi yang mengatur mengenai perdagangan di Indonesia. Dato’ Azmi menyimpulkan bahwa sistem hukum Indonesia yang rumit dan telah usang menjadi salah satu faktor penyebab tidak berkembangnya dunia perdagangan Indonesia ke arah global. “Sebagian besar praktik hukum yang dilakukan di Indonesia masih didasarkan pada ketentuan Kode Sipil yang merupakan adopsi dari Kode Sipil Belanda tahun 1838,” jelas Dato’ Azmi. “Selain itu, sistem peradilan Indonesia yang belum menyediakan sumber daya yang efektif dan memadai untuk menyelesaikan sengketa perdagangan terutama dalam skala global juga menjadi faktor penyebab terhambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini akan sangat berpengaruh misalnya pada bidang investasi. Dengan kerumitan dan kerapuhan sistem hukum yang ada akan menyebabkan menurunnya minat investasi,” tambahnya.
Sebagai salah satu negara dengan sumber daya manusia terbanyak di dunia, Indonesia sepatutnya mampu bersaing secara global dalam hal perekonomian bersama negara-negara besar lainnya.
Sebagai solusi, Dato’ Azmi berpendapat bahwa Indonesia harus mulai melakukan perbaikan-perbaikan termasuk reformasi hukum dalam bidang perdagangan guna memberikan perlindungan hukum bagi aktivitas perdagangan di Indonesia sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih baik. Selain itu hal lain yang dapat menjadi cara alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perekonomian Indonesia secara umum dan mengembangkan sektor perdagangan secara khusus yakni Indonesia dapat melakukan privatisasi yang salah satu tujuannya adalah untuk meringankan beban finansial dan beban administratif pemerintah Indonesia. Dato’ Azmi juga menambahkan cara alternatif lainnya.
“Dapat pula dilakukan penyertaan swasta dalam beberapa sektor, pembuatan skema insentif pajak, dan yang tak kalah penting regulasi keuangan untuk skala global. Semuanya guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” tambah partner senior pada firma hukum Azmi and Associates ini.
Workshop kemudian dilanjutkan ke sesi kedua dengan pembahasan mengenai praktik hukum lintas batas (Negara).