Makassar, Eksepsi Online – Dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-68 yang jatuh pada (3/3), Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH) melaksanakan serangkaian kegiatan yang salah satunya adalah kuliah umum dengan tema “Eksistensi Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi”. Kegiatan ini menghadirkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia, Dr. Nurul Ghufron, S.H., M.H., sebagai pemateri dan berlangsung di Baruga Baharuddin Lopa FH-UH.
Kegiatan yang melibatkan mahasiswa FH-UH dan beberapa peserta dari kalangan akademik lainnya ini dimulai dengan penyampaian Nurul Ghufron mengenai harapannya untuk FH-UH. Ia berharap semoga (FH-UH) menjadi lembaga yang mencetak insan-insan yang dihatinya bukan hanya belajar tentang pasal, tidak hanya tahu tentang norma. Tangkap pandangannya pada mars FH-UH yang dianggapnya sebagai roh KPK dan juga hukum Indonesia, memaknai lirik lagu tersebut Nurul Ghufron berpendapat setiap lirik akan memberi inspirasi agar mahasiswa fakultas hukum dapat menjadi insan penegak keadilan dan menjunjung tinggi kebenaran.
Masuk kedalam pembahasan tema terkait Eksistensi Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua UU No 30 Tahun 2002, Nurul Ghufron mengungkapkan terjadinya perubahan jumlah tugas KPK yang sebelumnya lima kini bertambah menjadi enam. Dalam pandangannya, penambahan tugas KPK ini akan meningkatkan kekutan KPK karena kini KPK memiliki kekuasaan untuk melakukan eksekusi yang semulanya hanya menyelidik, menyidik, menuntut, dan menyerahkan berkas ke pengadilan untuk diadili. Selain hal tersebut, Nurul Ghufron juga menambahkan bahwa “semula itu koordinasi, monitoring, lalu penindakan dan lain-lain. Sekarang tahapannya dialamikan disesuaikan dengan tahapan pertama pencegahan, kedua koordinasi dengan aparat penegak hukum, ketiga monitoring penyelenggaraan pemerintahan, keempat supervisi kepada para pemberantas penegakan hukum, kelima dilanjutkan dengan penyidikan, penyelidikan, penuntutan, yang keenam barulah eksekusi, jadi tahapnnya adalah tahapan yang sesuai”. Ujar Nurul Ghufron.
Selain membahas mengenai kewenangan dan tahapan tugas KPK, Nurul Ghufron juga menyinggung terkait ketentuan pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut dihapuskan itu sama halnya dengan pelemahan lalu dia menjelaskan bahwa terkait kewenangan yang dicabut tersebut jadi apakah KPK masih berwenang melakukan penyelidikan atau penuntutan, diperjelas bahwa penyelenggara negara tidak memiliki wewenang sebelum diberi wewenang dimana dalam teori ketatanegaraan yang berwenang memberi kekuasaan adalah rakyat, lalu kemudian diserahkan kepada negara, setelah itu negara medistribusikan kepada para aparat negara. “Para aparat itu mendapatkan haknya dari tiga hal pertama atribusi, kedua delegasi, ketiga mandatori”. dijelaskan bawah “Kewenangan atribusi adalah kewenangan yang langsung diberikan oleh pembuat undang-undang cirinya tergambar pada norma perundangan-undangan yang diberi kewenangan untuk melakukan hal tersebut, jika kembali melihat pasal 6(e) KPK bertugas menyelidiki, menyidik dan menuntut. KPK lembaga yang diberikan tugas artinya kelembagaan KPK diberi atribusi”. Ujarnya jadi dasarnya penyidikan, penyelidikan, dan penuntutan masih ada hanya saja KPK langsung diberikan tugas sebagai lembaga yang menerima kewenangan atribusi lalu Nurul Ghufron menyinggung tentang hadirnya dewan penasehat yang hadir sebagai lembaga pengawas yang dianggap melemahkan.
Nurul Ghufron memperjelas bahwa pengawasan itu di ibaratkan sebagai navigator, karena menurutnya upaya paksa yang dilakukan KPK itu berkaitan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) misalnya dalam hal penyitaan Handphone yang menjadi hak pribadi di ambil dan disita, maka agar penyitaan tersebut prosedural sesuai dengan kepentingan hukum yang diberikan maka pengawasan diperlukan, lalu penggeledahan juga membutuhkan pengawasan, terlebih menyangkut penyadapan yang berkaitan dengan kebabasan individu dalam berkomunikasi yang dimasuki oleh aparatur penegak hukum dimana dalam posisi tidak bersalah, untuk itu perlu hadirnya pengawasan. Nurul Ghufron menjelaskan bahwa kpk itu adalah instrumen penegak hukum, jika kasus menyngkut korupsi sudah ditangani dengan jelas oleh aparat yang lain, tugas KPK selesai. Karena sesungguhnya KPK dihadirkan untuk membantu menyelesaikan korupsi yang menjadi masalah bersama. Dia pun mengibaratkan “Sebuah jantung KPK adalah alat pemacu jantung, jika jantung yang asli bisa berjalan secara benar maka tugas KPK sebagai pemicu selesai” ujar wakil Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut.
Pembahasan terakhir Nurul Ghufron mengenai tanggung jawab Fakultas Hukum dan insan-insan hukum Indonesia untuk mewujudkan tujuan dibangunnya Fakultas Hukum sebagai wadah untuk menegakkan kebenaran dan keadilan bukan untuk menjerumuskan orang ke penjara. (Arsi/magang)