Makassar, Eksepsi Online – (21/12) Komite Anti Kekerasan Seksual Univeristas Hasanuddin (Unhas) telah menerima laporan terkait tindakan Kekerasan Gender Berbasis Online (KGBO) pada (22/9) yang melibatkan A sebagai terduga pelaku dan AZ sebagai korban. Kronologi atas laporan tersebut kemudian diterima kru eksepsi pada (12/12). Atas dasar tersebut kru eksepsi kemudian mencoba mencari tahu mengenai detailnya.
Berdasarkan dari rilisan yang diberikan oleh Komite Anti Kekerasan Seksual Unhas, terduga pelaku A melakukan pelecehan seksual yang secara lebih khusus tergolong sebagai Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) oleh korban yang berinisial AZ, korban melapor pada Komite Anti Kekerasan Seksual pada (22/9) dan malam harinya Komite Anti Kekerasan Seksual melakukan mediasi dengan terduga pelaku dan pihak korban sebagai permintaan dari pihak korban sendiri untuk menuntut permintaan maaf sekaligus pertanggung jawaban dari terduga pelaku.
Hasil dari mediasi tersebut adalah terduga pelaku mengakui kesalahannya, berjanji tidak akan melakukan kesalahannya lagi, dan akan bertanggung jawab dengan bentuk akan melakukan konseling ke psikolog yang disarankan oleh pihak Komite Anti Kekerasan Seksual Unhas. Komite Anti Kekerasan Seksual Unhas memberi waktu satu minggu untuk menemui psikolog dan melakukan konseling sebagai bentuk keseriusan tidak melakukan tindakan serupa lagi. Namun, sampai kronologi diberikan (12/12) terduga pelaku tidak pernah mengunjungi lembaga konseling tersebut. Komite menilai bahwa, terduga pelaku tidak benar-benar menyesali dan mengingkari hasil mediasi yang telah disepakati.
Kru eksepsi telah berusaha untuk meminta konfirmasi kepada terduga pelaku A namun tidak ada jawaban baik dari telepon maupun balasan pesan.
Selain melaporkan adanya pelecehan seksual yang dilakukan A, Komite Anti Kekerasan Seksual juga menyayangkan lambannya pergerakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH). Berdasarkan rilis kronologi yang diberikan Komite Anti Kekerasan Seksual, setelah melakukan mediasi antara terduga pelaku dan pihak korban, Komite Anti Kekerasan Seksual mengadakan pembicaraan dengan pihak BEM FH-UH dengan melakukan video call group Whatsapp (22/9). Hasil dari pembahasan tersebut adalah Komite Anti Kekerasan Seksual memohon pendampingan secara serius kepada terduga pelaku karena yang dilakukan terduga pelaku bisa berbahaya jika dilanjutkan lebih jauh dan dapat menimbulkan korban lainnya.
Sampai saat rilisan ini diberikan kepada kru eksepsi (12/12), Komite belum menerima informasi lebih lanjut tentang perkembangan hasil pembicaran pihak BEM FH-UH bersama terduga pelaku. Pada tanggal 23 November 2020, setelah Komite Anti Kekerasan Seksual melakukan kajian terkait kasus ini sekaligus menunggu pihak BEM FH-UH untuk melakukan penindakan kepada terduga pelaku. Komite Anti Kekerasan Seksual akhirnya mengirimkan surat kepada pihak BEM FH-UH setelah mendengar terduga pelaku kembali muncul dan mengikuti kegiatan seperti biasa tanpa sanksi sedikitpun. Namun, hingga tanggal 4 Desember Komite Anti Kekerasan Seksual mendapatkan respon yang tidak kooperatif dengan sangat lambannya pihak BEM FH-UH dalam menindaklanjuti kasus anggotanya. Komite menilai Pihak BEM FH-UH dalam melakukan pendekatan persuasif sesuai janjinya sangat lamban.
Muhammad Ikhsan, Presiden BEM FH-UH saat diwawancarai oleh kru eksepsi (17/12) mengatakan bahwa kasus ini sudah berjalan cukup lama. Ikhsan juga mengaku belum menerima bukti terkait tindakan yang dilakukan terduga pelaku A terhadap korban. Pada awal kasus ini A sempat menghilang dan absen dalam kegiatan-kegiatan akademik dan organisasi. Setelah kemudian A kembali aktif dalam kegiatan di kampus, Komite kembali meminta sikap BEM FH-UH terkait si A. Pihak BEM FH-UH merespon dengan mengarahkan agar Komite menyurat kepada BEM FH-UH untuk tindak lanjut tanggung jawab A.
Dalam surat yang dimasukkan Komite kepada BEM FH-UH, Komite menuntut agar A dipecat secara struktural sesuai ketentuan organisasi. Sedangkan menurut Ikhsan tindakan yang dilakukan oleh A sebagai terduga pelaku bukan atas nama pengurus BEM FH-UH melainkan tindakan sebagai personal pribadi si A. Untuk membatasi aktifitas berorganisasi menurut Ikhsan itu tidak bisa karena itu adalah hak yang didapatkan sebagai Keluarga Mahasiswa (Kema) biasa. Artinya secara struktural untuk membatasi hal tersebut terduga pelaku harus dikeluarkan sebagai Kema biasa FH-UH.
Dan menurut konfirmasi dari Komite Anti Kekerasan Seksual Unhas, BEM FH-UH akan melakukan rapat koordinasi untuk proses terduga pelaku A dan akan memberikan keputusannya pada (21/12) pada Komite Anti Kekerasan Seksual.(hsb/shy)