web analytics
header

FH Unhas Bahas Peran Pemimpin Daerah dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bersama Menteri Pertanian

IMG-20210317-WA0010

Makassar, Eksepsi Online – (17/3) Fakultas Hukum (FH) Universitas Hasanuddin menyelenggarakan Orasi Ilmiah oleh Menteri Pertanian RI yang mengusung tema “Peran Pemimpin Daerah dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian.” Kegiatan ini menjadi Puncak Acara dari rangkaian Dies Natalis ke-69 FH Unhas berlangsung mulai pukul 10.00 Wita secara daring melalui aplikasi zoom meeting, YouTube FH Unhas, dan Tribun Timur serta luring terbatas di Baruga Prof. Dr. Baharuddin Lopa, S.H. Rabu (17/03).

Turut hadir sebagai pemberi sambutan Andi Sudirman Sulaiman, S.T. (PLT Gubernur Sulawesi Selatan), Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, M.A. (Rektor Unhas), Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum. (Dekan FH Unhas).

Memulai orasinya, Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, S.H, M.Si., M.H. selaku Menteri Pertanian menyampaikan bahwa kejatuhan sebuah rezim banyak ditentukan dari tidak ketersediaan pangan dengan teratur dan baik. Oleh karena itu, pangan hal yang strategis dan penting serta harus dimiliki oleh seluruh jenis pemerintahan yang ada. Jenis pusat dikawal oleh Presiden, jenis provinsi dikawal oleh Gubernur, jenis kabupaten dikawal oleh Bupati dan walikota sampai di desa yang ada dan penugasan khusus pada menteri pertanian.

Beliau juga menjelaskan tekanan penduduk memaksa terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Nilai lahan pertanian hanya dihitung dari nilai riil produksi, sehingga kalah bersaing dengan penggunaan sektor lainnya yang mendorong alih fungsi lahan pertanian. Alih fungsi lahan pertanian inilah yang berpotensi memengaruhi produksi pertanian dan mengancam ketahanan pangan nasional.

“Bagaimana memecahkan masalah ini? Tidak bisa sendiri. Kita hadirkan upaya-upaya rakyat harus percaya pada semua kehidupan bersama, bermasyarakat dan berdaerah,” ujarnya.

Laju alih fungsi lahan sawah menjadi tanah non pertanian semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2016 luas lahan tinggal 7,1 juta ha, turun dibanding 2017 yang masih 7,5 juta ha. Diperkirakan pada tahun 2045 lahan sawah hanya sekitar 5,1 juta ha. Maka dari itu dikeluarkan Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah.

Peraturan Presiden tersebut bertujuan untuk mempercepat penetapan peta lahan sawah yang dilindungi dalam rangka memenuhi dan menjaga ketersediaan lahan sawah untuk mendukung kebutuhan pangan nasional, mengendalikan alih fungsi lahan sawah yang semakin pesat, memberdayakan petani agar tidak mengalihfungsikan lahan sawah, dan menyediakan data dan informasi lahan sawah untuk bahan penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

Pola konversi sawah dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 1990-an, alih fungsi lahan pertanian masih sekitar 30 ribu ha pertahun. Tahun 2011 meningkat menjadi 110 ribu ha. Dan pada tahyn 2019 alih fungsi lahan pertanian sudah sekitar 150 ribu ha.

Adapun aturan-aturan yang mengatur hal tersebut ialah UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan, dan Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah.

“Oleh karena itu saya tentu berharap substansi hukumnya harus diperbaiki. Yang kedua struktur hukumnya harus ditata, siapa yang bertanggungjawab. Kemudian kultur hukumnya, bagaimana memasyarakatkan ini sampai ke desa. Kerjasana dalam menjaga ketahanan pangan kita adalah kerja kolektif. Dimana pemerintah memang tampil di garda terdepan, akan tetapi peran dan andil dari dunia kampus dan masyarakat secara keseluruhan menjadi signifikan untuk mengoptimalkan ketahanan pangan kita demi masa kini dan masa depan bangsa,” tutupnya. (csb)

Related posts: