Makassar, Eksepsi Online – ALSA Local Chapter Universitas Hasanuddin mengadakan kegiatan Nasional yaitu ALSA Video Conference 2021 secara daring melalui Platform Zoom Meeting dengan bertemakan Produksi Limbah Medis di Tengah Pandemi dan diintegrasikan ke dalam sebuah judul yakni “Medical Waste Production amidst COVID-19 Pandemic: Challanges and Solutions (Comparative Study)” pada Rabu, (16/6).
Program kerja ini dilaksanakan dalam rangka membahas isu-isu atau permasalahan yang saat ini menjadi isu global di tengah masyarakat. Adapun tujuannya yaitu agar anggota ALSA yang mengikuti kegiatan ini mampu mengetahui permasalahan yang terjadi dalam lingkup lingkungan dan juga sebagai wadah untuk menjalin relasi dan memperkenalkan anggota dari Local Chapter maupun National Chapter ALSA lainnya kepada member ALSA LC Unhas.
Peserta yang mengikuti kegiatan ALSA Video Conference ini adalah anggota-anggota dari ALSA Local Chapter Universitas Hasanuddin Makassar, Anggota ALSA Local Chapter Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Anggota ALSA Local Chapter Universitas Airlangga Surabaya, Anggota ALSA National Chapter Malaysia, dan Bapak Dr. Maskun, S.H., LL.M. dan Bella Nathania, S.H. sebagai narasumber.
Materi pertama dimulai dari Maskun, Ia menjelaskan tentang sampah medis saat pandemi Covid-19 di Indonesia. “Sampah medis adalah sampah dari proses atau aktifitas yang dihasilkan dari fasilitas kesehatan. Contoh dari sampah medis adalah sampah menular, sampah patologi, sampah tajam, sampah kimia, sampah sitotoksik, sampah radioaktif, sampah farmasi, sampah tidak berbahaya atau sampah umum” Ujarnya.
Jumlah sampah medis dibeberapa negara, negara dengan sampah medis terbanyak adalah Jepang dengan jumlah 876 ton perhari, Indonesia berada diperingkat ketiga dengan jumlah sampah medis sebanyak 209 ton perhari. Selama pandemi Covid-19 kota jakarta sendiri mengalami peningkatan jumlah sampah medis sebanyak 212 ton perhari sedangkan untuk kota Kuala Lumpur estimasi penambahan sampah medis sebanyak 220 ton perhari.
Pedoman WHO: WHO merekomendsikan prinsip-prinsip inti untuk mencapai pengelolaan limbah medis yang aman dan berkelanjutan (WHO 2007). Prinsip terebut mensyaratkan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pembiyaan dan penunjang kegiatan pelayanan kesehatan harus menanggung biaya pengelolaan limbah medis. Peraturan Nasional : UU no 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, PP no 101 tahun 2014 tentang pengelolaan limbah B3, perpem LHK no 56 tahun 2015 tentang tata cara dan persyaratan teknis pengelolaan limbah B3 dari fasilitas pelayanan kesehatan.
Selanjutnya materi kedua diberikan oleh Bella berjudul dampak pandemi Covid-19 terhadap limbah medis. “Jenis limbah dari fasilitas kesehatan ada 2 yaitu padat dan cair, untuk limbah padat terbagi 2 yaitu limbah domestik dan limbah berbahaya dan beracun. Sedangkan limbah cair dibagi 2 yaitu limbah berbahaya dan beracun serta limbah domestik” jelasnya.
Di Indonesia distribusi lokasi pengolah swasta tidak merata, hanya ada 12 perusahaan yaitu 9 dipulau Jawa dan masing-masing satu dipulau Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi, dengan kapasitas 187,90 ton perhari. Ada selisih antara timbulan limbah dengan kapasitas pengolahan yaitu 70,432 ton perhari. Limbah medis meningkat dari 30% hingga 50% selama pandemi. Per November 2020 total rumah sakit di Indonesia sebanyak 2.877, total rumah sakit dengan pengelolaan limbah berbahaya dan beracun sebanyak 117, total rumah sakit dengan izin insinerasi sejumlah 111, sedangkan total rumah sakit dengan autoclaf sejumlah 6 rumah sakit . Pemerintah akan menambahkan 32 insinerator pada tahun 2024. 15-16% limbah medis ditemukan dimuara sekitar Jakarta seperti hazmat dan masker medis. (bah/red)