Makassar, Eksepsi Online – (25/4) Hasanuddin Law Study Centre (HLSC) telah menggelar kegiatan Pendampingan Grand Issue (PGI) bertemakan “kebebasan berekspresi” pada minggu (24/04) melalui platform zoom meeting dengan menghadirkan dua pemateri, yakni Dr. Kadaruddin, S.H., M.H., dan Adelita Kasih. Kegiatan yang dimoderatori oleh Ulfa Afriyanti Agus ini berjalan dengan lancar sampai dengan selesainya agenda tanya jawab.
Sebelum membuka ruang diskusi, moderator menjelaskan bahwa kebebasan bereskpresi adalah hak untuk mengekspresikan ide-ide atau opini secara bebas melalui ucapan, tulisan, maupun komunikasi bentuk lain.
“Kebebasan bereskpresi adalah hak untuk mengekspresikan ide-ide atau opini secara bebas melalui ucapan,tulisan,maupun komunikasi bentuk lain dengan tidak melanggar hak orang lain. Kebebasan berekspresi juga salah satu aspek penting dalam demokrasi, hal ini juga dilindungi oleh konstitusi yaitu dalam UUD 45 pasal 28 E,” jelas Ulfa selaku moderator
Memasuki materi pertama yaitu sejarah perkembangan kebebasan berekspresi, Dr. Kadaruddin menjelaskan bahwa hak berpendapat dan berekspresi telah ada sejak 400 Sebelum Masehi. Beliau juga menambahkan istilah kebebasan bereskpresi telah ada sejak zaman kuno, setidaknya semenjak masa polis Athena di Yunani sekitar 2400 tahun yang lalu.
“Hak berpendapat dan berekspresi telah ada sejak 400 Sebelum Masehi. Kebebasan bereskpresi telah ada sejak zaman kuno, setidaknya semenjak masa polis Athena di Yunani sekitar 2400 tahun yang lalu. Kemudian, pada tahun 1945 masuk dalam konteks Indonesia dalam UUD 45 pasal 28 sudah diatur negara menjamin tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta untuk mengeluarkan pikiran secara lisan maupun tulisan.” Jelas pak Kadar.
Sebagai pemateri kedua, Adelita Kasih banyak menjelaskan tentang menyempitnya ruang kebebasan sipil yang mengakibatkan masyarakat menjadi takut untuk menyampaikan pendapat ini dibuktikan melalui survei yang dilakukan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) mengatakan sebanyak 52% setuju bahwa adanya ancaman kebebasan sipil sehingga meningkatnya ketakutan masyarakat dalam hal berserikat, berkumpul, dan berpendapat.
“Menyempitnya ruang kebebasan sipil ini mengakibatkan masyarakat jadi takut untuk menyampaikan pendapatnya, ini dibuktikan melalui survei LP3ES dimana sebanyak 52% setuju ancaman kebebasan sipil ada sehingga meningkatnya ketakutan masyarakat dalam hal berserikat, berkumpul, dan berpendapat.” Jelas Adelita.
Setelah kedua pemateri menyampaikan meterinya, dilanjutkan dengan agenda tanya jawab. Kegiatan ini diselenggarakan mulai pukul 14.00 WITA sampai dengan 16.00 WITA. (lia)