Makassar, Eksepsi Online – (29/11) Pengaderan menjadi bumbu yang kerapkali hadir dalam kehidupan mahasiswa baru atau individu yang mencoba terjun ke sebuah organisasi atau lembaga baru. Pengaderan seyogyanya menjadi kegiatan yang membawa dampak positif pada pesertanya.
Namun kini tak jarang wajah pengkaderan dibalut dengan guratan-guratan tak mengenakkan. Salah satunya yang belum lama ini adalah kabar duka dari mahasiswa baru Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin berinisal FR yang meninggal bunuh diri yang kemudian banyak digadang-digadang di media disebabkan oleh pengaderan.
Beberapa hari setelah berita itu beredar, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin (BEM KMFIB-UH) pun mengunggah sebuah klarifikasi di akun instagram resminya. Lewat klarifikasi tersebut, BEM KMFIB UH meragukan keberkaitan penyebab kematian yang disebabkan oleh pengaderan fakultas.
Keraguan tersebut didasarkan dari hasil analis BEM KMFIB UH terkait kronologi pengaderan yang diikuti oleh korban. BEM KMFIB UH juga menegaskan bahwa tidak ada kekerasan di dalam pengaderan, tugas pun hanya seputar materi kemahasiswaan yang diberikan. Pihaknya juga beranggapan bahwa opini luaran sana yang menyebut pengaderan sebagai penyebab korban melakukan bunuh diri dengan dasar keluhan yang sempat dilontarkan korban terkait pengaderan tidaklah dapat dibenarkan dikarenakan keluhan tidak bisa dijadikan penyebab pasti alasan bunuh diri tersebut.
“Karena keluh kesah tidak punya kekuatan apa-apa untuk menjadi penyebab dia bunuh diri. Kecuali memang benar-benar, tapi untuk pastikan itu, apa kira-kira?” tutur Ketua BEM KMFIB-UH, Sahril Lesbatta.
Di hari yang sama saat BEM KMFIB-UH mengunggah klarifikasi tersebut, pihak Dekanat FIB juga mengeluarkan surat pengumuman berisi pemberhentian seluruh kegiatan pengaderan di fakultas tersebut. Mau tidak mau, kegiatan pengaderan yang telah memasuki tahap pelatihan itu pun terpaksa dihentikan. Hal ini yang kemudian disayangkan oleh BEM KMFIB-UH.
“Tindakan dekanat tidak pas menurut kami,” komentarnya.
Tidak tinggal diam. Pihak BEM telah mencoba melakukan negosiasi dengan pihak dekanat. Sahril berpendapat pengaderan tidak seharusnya dihentikan mengingat pengaderan bukanlah penyebab bunuh diri korban seperti pada berita yang beredar. Namun dekanat tetap pada pendiriannya. Sahril mengungkapkan alasan dekanat terkait hal tersebut.
“Pak WD (Wakil Dekan) masih bersih keras, jangan sampai polisi datang untuk menginvestigasi, teman-teman menahan diri dulu,” ungkapnya saat diwawancara oleh pihak Eksepsi (19/11)
Menyikapi hal tersebut, BEM KMFIB berencana melakukan komunikasi dengan polisi untuk mengkonfirmasi apakah akan ada investigasi lanjutan atau tidak. Jika tidak, maka BEM KMFIB akan melakukan negosiasi kembali kepada dekanat guna mengusahakan pengaderan kembali dilanjutkan.
Sahril merasa pengaderan ini penting dan harus tetap berjalan. Pengaderan berfungsi sebagai ruang pengenalan bagi mahasiswa baru. Tidak hanya memperkenalkan dunia mahasiswa namun juga memperkenalkan antar mereka sesama mahasiswa.
Namun di luar itu, BEM KMFIB-UH tetap menghargai dan mengikuti aturan yang telah dikeluarkan oleh dekanat sembari terus berusaha mencari jalan keluar permasalahan ini.
Pun jika polisi mengiyakan perihal investigasi, pihak BEM KMFIB menyatakan kesiapannya. BEM KMFIB-UH bahkan secara tegas menyampaikan siap menerima siapapun yang ingin datang dan mengidentifikasi kebenaran berita yang menyebar itu.
“Siapapun yang bilang kami penyebab silakan datang dan identifikasi,” tandas Sahril. (lyn)