Eksepsi Online, Makassar – (22/1) Aksi Seribu Lilin yang berlangsung pada Jumat (20/1) malam sebagai upaya untuk menuntut kejelasan kasus meninggalnya Virendy Marjefy Wehantouw saat mengikuti Pendidikan Dasar (Diksar) Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) 09 Fakultas Teknik (FT) Universitas Hasanuddin (Unhas).
James Wehantouw, ayahanda Alm. Viren menuturkan bahwa hingga berlangsungnya aksi, pihak kampus belum menghubungi lebih lanjut ke keluarga korban. Keluarga korban pun belum sempat menemui pihak kampus karena disibukkan oleh banyaknya orang yang datang berkunjung untuk mengetahui perihal kejadian yang menimpa anak mereka.
Ia juga menjelaskan bahwa pihak kampus membuat pernyataan di beberapa media bahwa mereka yang akan datang menemui keluarga korban.
“Ya belum pernah ada (menghubungi), kecuali waktu pelepasan ya itu, datang melayat memberikan sambutan habis itu tidak ada lagi,” terang James.
Sementara itu, Femmy Lotulung, ibunda Alm. Viren menyatakan bahwa pihak keluarga menuntut kejelasan kronologia atas kasus yang menimpa putranya.
“Makanya kami tuntut, orang sakit begitu jangan lanjut. Mapala itu boleh ada tapi satu, kamu lebih utama menyelamatkan jiwa. Walaupun itu gagal perjalananmu, tapi kamu disanjung kalau kamu menyelamatkan dulu jiwa orang,” ungkap Femmy.
Femmy menyayangkan dan tidak terima karena tidak adanya foto ataupun video mengenai keadaan Alm. Viren disaat-saat terakhir. Pihak keluarga juga menginginkan kejujuran dari panitia Diksar Mapala 09 FT Unhas.
“Kami tidak mau terima kalau cuma dalam keadaan begitu. Kami tahu kalau orang sakit di atas biar di rumah (bisa) saja kalau nda tertolong, tapi bagaimana penangananmu di sana. Apa kamu bentak-bentak atau ‘Kamu seorang Mapala, kuat dong!’ gitu toh biasanya. Tapi kalau sudah mengeluh sakit dan membiarkan, itu yang kami mau cari tahu supaya ke depan tidak ada lagi mahasiswa yang begitu,” jelasnya.
Femmy mempertegas bahwa hal yang ingin diusut lebih jelas yaitu mengenai keadaan Alm. Viren di atas, lambat diselamatkan atau malah dibiarkan.
“Jangan lagi terulang kalau tidak ada medis betulan. Kalau cuma kita-kita ji kayak mereka, tidak tertolong. Itu yang kami harapkan, hati-hati yang begitu dan betul-betul (harus) ada izin polisi yang bertanggung jawabnya itu. Jangan sudah begini tidak ada tanggung jawab. Jadi sekarang siapa yang tanggung jawab,” tuturnya lebih lanjut. (adp)