Makassar, Eksepsi Online – (01/4) Prof. Dr. Iin Karita Sakharina, S.H., M.A selaku Wakil Dekan 2 Bidang Perencanaan, Sumber Daya dan Alumni menanggapi respon mahasiswa terhadap pelarangan lift yang dikeluarkan pihak fakultas.
“Memang semua mahasiswa itu dilarang (menggunakan lift), itu yang ditegaskan ya. Jadi lift itu peruntukannya adalah seperti yang ditulis di situ,” tegas Prof. Iin.
Selanjutnya ia mengungkapkan FH sebagai satu-satunya fakultas di Unhas yang memiliki lift didasari atas 3 alasan dibalik pembangunannya.
“Karena kita punya lantai tiga dan pertimbangannya kalau di lantai tiga itu dosen-dosen yang sudah sepuh nanti agak susah naik tangga sehingga lift itu diperuntukan untuk dosen-dosen,” ungkapnya
Tamu dalam acara promosi doktor dan akreditasi internasional pun menjadi alasan selanjutnya yang dipaparkan oleh Prof. Iin.
“Yang kedua itu adalah untuk tamu-tamu yang akan menghadiri promosi doktor, biasanya promovendus yang mau promosi undangannya itu biasa ada orangtuanya, neneknya atau apa itu kalau dia harus naik lantai tiga itu akan setengah mati kalau dia pakai tangga sehingga kita buat lift.”
“Ketiga alasannya kenapa dibuat lift itu adalah karena kita sudah ikut aturan akreditasi internasional dan salah satu persyaratan akreditasi internasional itu adalah kita harus memudahkan, harus ramah terhadap disabilitas,” lanjutnya.
Prof. Iin turut menyampaikan bagaimana dosen-dosen muda sekalipun menggunakan tangga atas kesadaran dirinya sendiri.
“Dosen-dosen muda kalau dia dalam keadaan, kita memang tidak mengatakan bahwa dosen-dosen muda harus naik tangga, tidak. Tapi biasa dari kesadaran sendiri dia pakai tangga,” terangnya.
Hal yang tak jauh berbeda juga dilakukan oleh dekan FH, hal itu diutarakan oleh Prof. Iin, ia berkata “pak dekan aja kalau datang gak pernah dia naik lift kecuali dia ada tamu atau buru-buru, pak dekan selalu naik tangga, turun lagi, pulang nda pernah naik lift.”
Tak lupa Prof. Iin menyebutkan bahwa biaya perawatan lift menjadi salah satu pertimbangan dibatasinya penggunaan lift. Hal ini terlihat pada biaya bulanan perawatan lift sesuai SOP yang berlaku ditambahkan dengan biaya perbaikan atas kerusakan lift beberapa waktu lalu yang diakibatkan oleh over capacity.
Adapun terkait pelarangan penggunaan lift untuk mahasiswa, Prof. Iin balik melayangkan pertanyaan.
“Nah, sekarang kenapa mahasiswa harus dibolehkan naik lift, alasannya apa. Lantai dua bisa dia jangkau, lantai tiga bisa dijangkau. Itu kan lift baru ada, terus kenapa mahasiswa harus naik lift…” katanya.
Terkait sanksi bagi mahasiswa yang melanggar pun belum ada penerapannya sejauh ini.
“Memang tidak ada sanksi apapun, belum ada yang diterapkan. Cuman kami kan berpikir begini, kalian kan kaum berintektual ya yang selalu berfikir rasional. Kalau ada tulisan tidak boleh digunakan, jangan digunakan. Kan pasti bisa membaca, ‘lift ini dikhususkan bukan untuk mahasiswa, dikhusukan untuk ini’ so why have to still use it gitu, masa mahasiswa hukum melanggar aturan. Walaupun aturan itu tidak ada, kita belum buatkan dasar hukumnya tapi kan sama,” jelasnya.
Selanjutnya, Prof. Iin belum bisa menyampaikan bahwa kedepannya akan ada penjatuhan sanksi atau tidak dan ia berharap mahasiswa dapat mengerti dan mematuhi aturan tersebut.
“Mudah-mudahan semua bisa paham, bisa mengerti kenapa tidak diperuntukkan untuk mahasiswa secara umum. Jadi, boleh untuk mahasiswa tapi secara khusus artinya yang penyandang atau dia punya masalah khusus ya itu tadi, penyandang disabilitas, hamil, atau sakit,” tutup Prof. Iin. (kal)