Makassar, Eksepsi Online – (1/6) Kemarin, Rabu (31/05) Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin menggelar seminar internasional dengan tema “The Importance Of Public Trust and Confidence To The Court.”
Seminar yang berlangsung di Baruga Prof. Dr. Baharuddin Lopa, S.H. menghadirkan 3 narasumber. Prof. Dr. Maurice Adams (Professor of General Jurisprudence, Law School Tilburg University), Binziad Kadafi, S.H., LL.M., PH.D. (Ketua Bidang SDM, Advokasi, Hukum Penelitian dan Pengembangan Komisi Yudisial RI), dan Dr. Dian Rostiwati, S.H., M.A. (Dewan Pengurus Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LEIP)).
Dikutip dari laman Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia, kepercayaan publik merupakan salah satu target utama dalam Agenda Prioritas Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun 2022-2024. MA meyakini bahwa kepercayaan publik yang kokoh hanya dapat dibangun di atas capaian kinerja yang riil, serta penerapan nilai-nilai kelembagaan yang genuine dan konsisten. Salah satu cara meraihnya yaitu dengan meningkatkan integritas aparatur lembaga yang ada di dalamnya.
Binziad Kadafi yang merupakan salah satu narasumber dalam seminar tersebut memfokuskan penyampaiannya terkait kepercayaan publik pada pengadilan terutama yang ada dibawah MA.
“… hubungan antara publik dengan pengadilan luar biasa kuatnya, karena hanya kepercayaan publik yang menjadi kekuatan dari pengadilan kita… ” tutur Binzaid.
Namun untuk meraih kepercayaan tersebut merupakan hal yang tidak mudah melainkan sebaliknya, kehilangan kepercayaan publik semudah membalikkan telapak tangan.
Lebih lanjut, ia mengatakan hal tersebut sesuatu yang wajar karena didukung oleh beberapa statement pimpinan tertinggi di MA yang menyayangkan adanya praktik korupsi maupun suap yang dilakukan oleh segelintir oknum.
“.. yang kemudian meruntuhkan semua upaya yang sudah susah payah dengan susah payah selama bertahun-tahun demi meningkatkan kepercayaan publik pada pengadilan,” jelasnya.
Ia juga menyatakan poin yang perlu dilakukan oleh mahkamah peradilan adalah berusaha sekeras mungkin menghapus berbagai persepsi negatif mengenai pengadilan melalui langkah-langkah konkrit peradilan dengan menghilangkan akar masalah dari persepsi tersebut.
“Apakah semua ini efektif? Tentu saja kita harus merefleksi komunikasi antara Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung dengan hakim dan pihak Peradilan dan juga stakeholder termasuk akademisi fakultas hukum Unhas harus selalu dijamin secara kritis dan subtantif,” tambahnya.
Terkahir, ia menutup sesi pemaparan materinya dengan harapan dapat menumbuhkan cara-cara yang jauh efektif dari waktu ke waktu untuk mengembalikan kepercayaan publik pada pengadilan. (nsa)