web analytics
header

Penolakan Undang-Undang Cipta Kerja yang Tak Berujung

Oleh: Nina

(Pengurus LPMH Periode 2022-2023)

Beberapa tahun belakangan ini Indonesia diliputi berbagai aksi demo yang menyuarakan penolakan terhadap pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja dengan metode Omnibuslaw. Omnibuslaw adalah Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta kerja bahwa Undang-Undang Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional.

Undang-Undang tersebut kemudian diuji oleh Mahkamah Konstitusi pada putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang dalam amar putusannya menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat atau cacat formil. Oleh karena dianggap inkonstitusional secara bersyarat maka diberikan waktu selama dua tahun untuk memperbaiki Undang-Undang Cipta Kerja. Apabila dalam tenggang waktu selama dua tahun tidak diperbaiki maka Undang-Undang tersebut dinyatakan tidak dapat diberlakukan.

Tidak hanya mengenai cacat formil yang dipermasalahkan dalam Undang-Undang ini, namun materil Undang-Undang Cipta Kerja turut dipersoalkan oleh berbagai kalangan. Maka dari itu, sebagian besar masyarakat turut menyuarakan agar Mahkamah Konstitusi melakukan uji materil pada Undang-Undang tersebut. Hal paling krusial yang menjadi pokok permasalahan tersebut ialah pembatasan atau memperlemah hak-hak bagi pekerja Indonesia. Dimana dalam Undang-Undang ini menguntungkan bagi investasi asing di Indonesia. Undang-Undang ini membuka peluang besar kepada investor asing untuk masuk dan berinvestasi di Indonesia. Akan tetapi mengesampingkan hak-hak pekerja pribumi.

Mendapat banyak penolakan dari masyarakat Indonesia, mulai dari buruh, pekerja, mahasiswa, dan lain-lain seharusnya sudah dapat menggerakkan jiwa-jiwa para penguasa untuk memperbaiki Undang-Undang Cipta Kerja sebagaimana apa yang dituntut oleh berbagai kalangan tersebut. Utamanya dalam tenggang waktu dua tahun sebagaimana masyarakat telah menyuarakan penolakan atas pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja tersebut. Tenggang waktu tersebut seharusnya sudah cukup untuk mendengar masukan-masukan tersebut. Jika benar Undang-Undang tersebut tidak dapat ditolak atau dibatalkan maka seharusnya memperbaiki sebagaimana masukan dari berbagai kalangan tersebut.

Oleh sebab itu, Undang-Undang ini turut kurang melibatkan partisipasi masyarakat (meaningful participation). Di mana dalam hal ini dibuktikan dengan banyaknya penolakan yang hadir dari kalangan masyarakat. Hal ini berarti bahwa banyak masyarakat yang tidak turut dilibatkan dalam proses penyusunan Undang-Undang Cipta Kerja tersebut. Lantas dari pihak siapa saja masyarakat tersebut?

Hingga saat ini Undang-Undang tersebut telah disahkan oleh DPR dan disetujui oleh Presiden Republik Indonesia, yakni Ir. H. Joko Widodo. Namun, dengan disahkannya Undang-Undang tersebut lebih memicu keributan besar dikarenakan beberapa hal masih dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Untuk itu, perlu dilakukan uji materiil oleh Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Undang-Undang Cipta Kerja demi kelangsungan masyarakat dan negara yang damai dan tentram.

*Opini ini tidak mewakili pandangan Redaksi Eksepsi

Related posts:

Penghitung Pengunjung Responsif

Total Pengunjung

...

Kunjungan Unik Hari Ini