web analytics
header

Menyambut PEMILU 2024, Menilik Potensi Pelanggaran Tindak Pidana pada PEMILU

Sumber: LKMP UNHAS

Makassar, Eksepsi Online – (30/11) Menyambut Pemilihan Umum 2024, Lembaga Kajian Mahasiswa Pidana (LKMP) Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH Unhas) menyelenggaran seminar nasional guna memberikan pemahaman bagi peserta terkait potensi-potensi pelanggaran tindak pidana dalan Pemilihan Umum (Pemilu), di Aula Baruga Prof. Dr. H. Baharuddin Lopa, S.H. pada Rabu (29/11).

Seminar nasional tersebut mengusung tema “Kupas Tuntas Potensi Pelanggaran Tindak Pidana pada Pemilu Serentak Tahun 2024” dengan menghadirkan pemateri-pemateri handal, diantaranya Prof. Dr. Amir Ilyas, S. H., M. H. yang merupakan guru besar Hukum Pidana Unhas, Prof. Dr. Armin Arsyad, S, Ip., M.Si. guru besar Ilmu Politik Unhas, dan Upi Hastanti dari divisi Hukum dan Perencanaan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan.

Selaku pemateri pembuka Prof. Amir menjelaskan prediksi tindak pidana pemilu yang terjadi pada pemilu 2024, menurut tanggapannya terdapat dua cara memprediksi potensi kejahatan yang terjadi dan beresiko di masa depan.

“Pertama kita harus menengok pemilu sebelumnya, mengoreksi kesalahan-kesalahan dahulu, menutup lubang atau celah hukumnya dan melakukan pembenahan terhadap regulasi dan sumber dayanya, kedua kita harus melihat fenomena atau gejala social, politik yang terjadi hari ini, yang dapat berpotensi menjai pelanggaran tindak pidana pemilu,” jelas Prof. Amir.

Selain itu Prof. Amir juga menerangkan beberapa kerancuan dalam tindak pidana pemilu, yang dimana sebagian hukum acara tindak pidana pemilu tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) saat terdapat putusan bebas, rata-rata diajukan upaya hukum banding oleh Jaksa Penuntuk Umum (JPU).

“Upaya hukum banding atas putusan bebas tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang Pemilu, karena dalam KUHAP dengan menggunakan pemaknaan atas putusan Mahkama Konstitusi (MK) untuk putusan bebas, hanya memungkinkan upaya kasasi,” ungkap Prof. Amir. 

Prof. Armin selaku guru besar Ilmu Politik Unhas pada kesempatan yang sama menjelaskan tentang potensi pelanggaran tindak pidana pada Pemilu Presiden tahun 2024 yang ditinjau dari perspektif politik.

Dalam penjelasannya, Prof. Armin menekankan bahwa kapabilitas regulatif sistem politik adalah kemampuan sistem politik dalam membuat aturan yang dapat menciptakan keteraturan, ketertiban, dan keadilan dalam masyarakat. Namun menurutnya terdapat persoalan dalam syarat menjadi pembuat aturan di Indonesia, utamanya syarat pendidikan hanya tamatan SMA/sederajat.

“Pendidikan sederajat SMA itu bisa paket A, paket B, dan paket C, kalau orang seperti ini yang menjadi anggota DPRD, dan DPR RI berarti sekolahnya bersoal,” ujar Prof. Armin.

Prof. Armin juga menjelaskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berkewajiban menjaga dan menjamin suara rakyat terjamin sampai pada sistem politik. 

“KPU dan Bawaslu itu wajib menjaga suara rakyat sampai pada sistem politik, namun dalam pelaksanaan strategi terkadang ada yang menyimpang dari ideal normatif atau aturan yang menjadi acuan pelaksanaan pemilu. Cara-cara yang melanggar aturan itulah yang bisa bermuara pada pelanggaran tindak pidana Pemilu,” pungkas Prof Armin. (goz)

Related posts: