Penulis: Muhammad Supardi, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
Kejahatan seksual dan pornografi baru-baru ini menjadi fenomena yang tengah hangat diperbincangkan di kalangan masyarakat. Kedua fenomena tersebut menimbulkan kekhawatiran terkait moralitas dan keselamatan generasi muda di Indonesia, sekaligus menjadi salah satu penyebab maraknya kasus kekerasan seksual di Indonesia.
Berdasarkan data menurut Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), tercatat pada rentang bulan Januari sampai dengan Juni 2024, terdapat 7.842 kasus kekerasan terhadap anak. Kekerasan terhadap anak perempuan menduduki peringkat paling tinggi, yakni sebanyak 5.552 kasus kekerasan dan 1.930 kasus kekerasan seksual terhadap anak laki-laki.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan berbagai lembaga perlindungan anak menunjukkan peningkatan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan maupun anak-anak.
Salah satu faktor yang memicu meningkatnya kekerasan seksual di Indoneisa adalah terkait kurangnya edukasi terkait kesetaraan gender, lemahnya penegakan hukum, dan juga minimnya edukasi seks sejak dini. Beberapa kasus kekerasan seksual yang mencuat ke media pemberitaan, seperti pelecehan di sekolah, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pemerkosaan, Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) dan yang baru-baru ini hangat diperbincangkan yakni Child Grooming. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kejahatan seksual makin meningkat dan tidak mengenal batas usia, gender, dan latar belakang sosial.
Child grooming merupakan suatu tindakan manipulasi yang dilakukan oleh orang dewasa guna membangun kepercayaan dengan anak atau remaja dengan tujuan mengeksploitasi anak tersebut, dan kemudian berujung pada tindakan seksual. Tindakan child grooming sendiri dilakukan dengan cara bertahap dan biasanya berlangsung lama, dimana biasanya pelaku akan berupaya untuk mendapatkan kepercayaan dari si korban dan juga orang tua atau pengasuh korban.
Tahapan-tahapan yang dilakukan oleh pelaku biasa dimulai dengan menargetkan korban kemudian membangun kepercayaan dengan korban dan setelah itu pelaku akan mulai mengisolasi korban dan memperkenalkan unsur seksual kepada korban, kemudian pada akhirnya pelaku akan mulai mengontrol hubungan korban dengan dunia luarnya, sehingga biasanya korban yang telah mengalami tindakan child grooming akan mengalami gangguan emosional, kehilangan kepercayaan diri dan bahkan korban akan mengisolasi diri dari kehidupan sosialnya.
Buruknya dampak yang ditimbulkan dari tindakan child grooming menyebabkan diperlukan adanya tindakan pencegahan. Dimana salah satunya langkah awal yang dapat dilakukan untuk mencegah tindakan child grooming tersebut adalah peran aktif orang tua dan orang dewasa sekitar anak tersebut untuk mengawasinya. Selain itu pengawasan aktivitas online dan komunikasi yang terbuka yang dilakukan orang tua dapat menjadi cara untuk mencegah terjadinya tindakan child grooming.
Pengawasan orang tua memang menjadi hal yang penting, namun anak juga perlu diberi pemahaman mengenai ciri-ciri tindakan child grooming, agar nantinya anak dapat mengenal dan paham bagaimana situasi saat dirinya menjadi korban dan bagaimana respon yang harus diberikan. Sehingga merek dapat lebih waspada dan melindungi diri mereka dari bahaya yang mengintai mereka tiap waktu.