web analytics
header

Fenomena Kotak Kosong dalam Pemilu Angkatan Republik 2024 Tuai Beragam Tanggapan

Sumber: Diolah Menggunakan Kecerdasan Buatan

Makassar, Eksepsi Online (11/01) – Pemilihan Ketua Angkatan dan Ketua Inaugurasi Angkatan Republik 2024 Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH), yang diselenggarakan oleh Panitia Pemilihan Umum (PPU) Angkatan Republik 2024, kembali menghadapi fenomena “calon tunggal”, di mana masing-masing kandidat pemilihan tersebut dipertemukan dengan kotak kosong.

Panitia sempat mempertimbangkan untuk membuka kembali pendaftaran calon. Namun, setelah melalui diskusi internal, panitia memutuskan untuk tidak mengambil langkah tersebut.

“Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan konsistensi regulasi yang sudah kami tetapkan. Membuka kembali pendaftaran dapat menimbulkan interpretasi bahwa panitia tidak netral atau tidak konsisten dengan aturan yang sudah diumumkan sebelumnya,” jelas Andi Nur Muthahhirin AZ selaku ketua PPU.

“Walaupun demikian, kami memahami bahwa hal ini dapat memengaruhi esensi demokrasi dalam pemilu kali ini,” sambungnya.

Fenomena kotak kosong ini juga mendapat tanggapan beragam dari berbagai pihak, mulai dari mahasiswa angkatan sebelumnya hingga mahasiswa angkatan itu sendiri.

Nafi Maulana Khairul selaku Ketua Angkatan Addendum 2023, menilai bahwa pemilihan kali ini menjadi refleksi terhadap kondisi demokrasi di lingkup mahasiswa.

“Pemilihan itu hakikatnya mencari yang terbaik dari calon yang baik. Yang terbaik sesuai dengan visi misi programnya bagi angkatan, tidak mengedepankan ego pribadi, semua demi kebersamaan untuk tujuan dan hasil terbaik, karena itu memilih ketang dan ketua inau untuk menunjukkan citra angkatan yang akan selalu dikenang,” tuturnya.

Menurut Nafi, kotak kosong tidak sepenuhnya salah, tetapi hal tersebut menunjukkan adanya kemunduran demokrasi di lingkup FH-UH.

Ketua Angkatan Replik 2020, Muh. Abi Dzarr Al Ghiffariy turut menyampaikan keprihatinannya terkait dengan fenomena ini. Menurutnya, fenomena kotak kosong ibarat “kanker” yang menjangkiti sistem elektoral di lingkup kemahasiswaan FH-UH.

“Saya khawatir, fenomena kotak kosong dalam pemilihan Ketua Angkatan dan Ketua Inaugurasi ini ibaratkan kanker, di mana mulai terjadi sejak angkatan kami (Replik 2020). Meski sempat membaik di angkatan 2023, kini kembali muncul di angkatan 2024 dan bahkan lebih parah karena terjadi di kedua-duanya,” keluhnya.

Abi pun menambahkan bahwa hal tersebut merupakan penanda krisis kepemimpinan di lingkup angkatan. Ia menyayangkan keputusan PPU tidak melaksanakan mekanisme secara aklamasi ataupun memperpanjang pendaftaran. Walau demikian, ia tetap mendukung apapun keputusan dari PPU.

Seorang mahasiswa Angkatan Republik 2024, sebut saja Jeruk, menyatakan pendapat serupa. Namun dengan sudut pandang yang lebih kritis. Ia mencurigai adanya intervensi atau konflik kepentingan di balik minimnya calon yang mendaftar.

“Saya merasa heran, dari sekian banyak teman di angkatan kami yang memiliki jiwa kepemimpinan, mengapa hanya satu yang maju? Saya menduga ada intervensi atau janji jabatan tertentu yang membuat calon lain mengurungkan niat mereka untuk maju.”

Adapun Tahir mengonfirmasi alasan PPU tidak memilih mekanisme aklamasi meskipun hanya ada satu calon.

“Berangkat dari esensi pemilihan umum, yakni mewujudkan kehendak kolektif setiap orang dalam Angkatan Republik 24 secara adil dan demokratis, aklamasi berisiko mengabaikan prinsip-prinsip tersebut. Aklamasi mengandalkan konsensus yang belum tentu mencerminkan kehendak mayoritas,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa tidak semua anggota Angkatan Republik 24 dapat dipastikan menyukai atau menyetujui calon tunggal yang ada. Oleh karena itu, PPU menyediakan wadah pemilihan umum untuk menghargai berbagai pendapat yang muncul.

Meski menghadapi situasi yang kurang ideal, Tahir tetap berharap agar anggota Angkatan Republik 2024 menggunakan hak pilih mereka. Ia kemudian menyoroti agar fenomena ini tidak menjadi preseden buruk di masa depan dan dijadikan sebagai bahan evaluasi.

Di sisi lain, Nafi kembali memberikan pandangan tentang pentingnya memperbaiki proses demokrasi di lingkup angkatan.

“Fenomena kotak kosong itu seperti fenomena bencana alam, artinya harus dicegah tetapi apabila terjadi harus dilakukan intropeksi menyeluruh terkait sikap perilaku yang memilih dan dipilih, ada sesuatu yang mesti diperbaiki tetapi bukan saling menyalahkan. Demokrasi yang baik lahir dari proses yang baik serta melahirkan pilihan yang baik, bukan memilih sesuatu yang tidak ada atau kotak kosong,” tegasnya.

Dengan segala dinamika yang terjadi, pemilihan ini menjadi momen refleksi bagi Angkatan Republik 24 untuk memperkuat solidaritas dan demokrasi di masa mendatang. (Tod)

Related posts: