web analytics
header

Berawal dari Kursi Hilang, Perseteruan Mahasiswa FH dan FIB-UH Diredam melalui Mediasi

Sumber: Tim Redaksi Eksepsi

Makassar, Eksepsi Online – (07/06) Insiden yang memicu ketegangan antara mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) dan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH) akhirnya berujung mediasi. Pertemuan mediasi berlangsung pada Kamis (05/06), sekitar pukul 09.00 WITA, di salah satu kafe di kawasan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Pertemuan ini merupakan hasil inisiasi Dekan FIB yang sejak malam sebelumnya telah mengumpulkan para ketua himpunan dari Keluarga Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin (KMFIB-UH).

Insiden yang memicu mediasi ini bermula dari tindakan sekelompok mahasiswa FH yang mendatangi lingkungan himpunan mahasiswa FIB untuk mencari kursi yang hilang pada Senin (02/06), sekitar pukul 15.00 WITA. Cara yang digunakan dengan membuka pintu-pintu sekretariat tanpa izin ini menyulut reaksi keras dari mahasiswa FIB.

Menurut Andi Rizqullah Ramadhan Akbar selaku Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FH-UH, ia mengaku bahwa peristiwa tersebut dilatari setelah kursi yang mereka cari sempat hilang seminggu sebelumnya dan ditemukan di FIB, ia juga mengatakan bahwa penyisiran dilakukan secara berurutan.

“Awalnya mereka itu menyisir ke Fakultas Hukum terlebih dahulu. Nah, setelah itu mereka pergi ke FIB. Ketika kursi tersebut kembali, satu minggu setelahnya kursi tersebut kembali hilang. Otomatis pandangan dari teman-teman yang merasa kehilangan, dia kembali ke tempat yang minggu lalu di sekret FIB,” terang Rizqullah.

Ketegangan meningkat ketika terjadi tindakan pemitingan di koridor sekretariat FIB oleh salah satu mahasiswa FH, Fathan Rezky A. terhadap Andi Rifqi, mahasiswa FIB. Kemudian, pertikaian tersebut berlanjut di depan gedung MKU.

“Dia bilang ‘jadi mau apa ini?’ dia bilang mau perpanjang ini apa-apa sambil dia perlihatkan badiknya. … dia ajak saya untuk duel pakai badik,” ungkap Andi Rifqi yang kerap disapa Ikki.

Merespons situasi yang semakin memanas, pihak rektorat mengutus Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan untuk menindaklanjuti dan melakukan upaya mediasi untuk meredam eskalasi pasca pertikaian tersebut.

Dini hari Selasa (03/06) sekitar pukul 02.00 WITA, hadir Muhammad Dzaky Arya Nauval selaku Presiden BEM FH untuk menyampaikan pernyataan maaf. Ia mengakui kesalahan dan meminta maaf secara langsung kepada semua pihak yang hadir.

“Itu semalam, presnya ji yang datang. Kemarin toh, sekitar pukul dua pagi. Pokoknya hujan hari itu. Termasuk hari selasa mi. Dia datang, untuk negosiasi, dia datangnya mauji damai. Kita juga anak-anak sambut baik, kita duduk di koridor. Cuman ya, kita tidak bisa langsung mau damai begitu saja. Akhirnya pres juga menawarkan ada pernyataan sikap dari BEM,” terang Ikki.

Masih di hari yang sama, sekitar pukul 22.00 WITA. Ikki berencana untuk bertemu kembali dengan pihak Fathan untuk membahas tindak lanjut permintaan maaf tersebut di samping Hotel UH. Akan tetapi, mereka malah dipertemukan dengan seseorang yang mengaku sebagai pengacara dengan menuturkan pernyataan-pernyataan bermuatan relasi kuasa.

“Ketemu di samping hotel di situ dia sudah ada pengacara, sudah ada lawyer. Sudah ada orang yang ngaku-ngaku lawyer, seniornya ji mungkin.”

“Fathan waktu itu dalam mobil terus, dia tidak keluar. Saya sendiri sampai hotel. Semua itu yang kelilingi ka, satpam, anak hukum, sama birokrasi dari hukum tidak tau dosen atau apa, sama ini lawyer-nya. Sebelum bicara, ini lawyer sudah perlihatkan relasi kuasanya bilang ‘saya ini kenal seorang dosen dan saya juga kenal sama petinggi-petinggi di rektorat’,” tambah Ikki.

Benyamin Abdullah Yusuf, Ketua Perhimpunan Mahasiswa Sastra Inggris (Perisai) FIB menerangkan bahwa pihak dekanat dari kedua fakultas memutuskan untuk mempertemukan pimpinan lembaga mahasiswa FIB, Ikki, dan 4 orang yang terlibat pertikaian, serta Dzaky selaku Presiden BEM FH-UH pada Kamis (05/06), sekitar pukul 09.00 WITA.

“Dekanku buat janji dengan Dekan dan WD I Fakultas Hukum untuk pertemukan semua ketua himpunan KMFIB-UH dan Ka Ikki dengan Presiden BEM FH serta empat orang yang bersangkutan,” ujar Benyamin.

Pertemuan yang diatur secara tertutup itu menghasilkan kesepakatan dari masing-masing ketua himpunan FIB untuk berdamai secara individu dan organisasi. Namun mereka mengakui bahwa komitmen damai ini hanya bisa dijamin di lingkup internal himpunan masing-masing, bukan untuk keseluruhan KMFIB-UH secara utuh.

“Semua ketua mau ji damai, tapi kami cuma bisa jamin orang-orang dari himpunan masing-masing,” lanjut Benyamin.

Kendati demikian, penyelesaian ini tidak dilengkapi dengan suatu akta perdamaian (nota van dading) yang bersifat resmi dan mengikat. Hanya terdapat daftar hadir bertulis tangan yang berisi nama dan jabatan masing-masing peserta.

Meskipun konflik secara formal dianggap selesai, beberapa pihak menyayangkan bagaimana narasi mulai bergeser seolah-olah FIB menjadi pihak yang memperpanjang masalah. Ikki bahkan mengaku namanya sempat disorot dalam lingkaran birokrasi sebagai pihak yang dianggap tidak kooperatif karena menolak berdamai lebih awal.

Sampai berita ini dirilis, Reporter Eksepsi sudah berusaha untuk menghubungi Fathan, namun tidak ada tanggapan dari yang bersangkutan. Di sisi lain, belum ada keterangan resmi dari pihak FH-UH mengenai langkah tindak lanjut secara publik. BEM FH-UH pun belum mengeluarkan pernyataan sikap seperti yang sempat ditawarkan kepada Ikki. (Pqi-Tod)

Related posts: