Makassar, Eksepsi Online — (28/06) Massa yang hadir dari sejumlah organisasi masyarakat sipil menggelar Aksi Solidaritas: Dari Makassar untuk Raja Ampat pada Jumat (27/06), pukul 14.00 WITA di Jalan Layang A.P. Pettarani, Kota Makassar.
Aksi ini menyoroti masuknya perusahaan tambang nikel ke kawasan konservasi Raja Ampat yang dinilai mengancam keberlangsungan lingkungan dan hak hidup masyarakat adat Papua. Melalui aksi ini pula, para peserta aksi menegaskan bahwa eksploitasi tambang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bukan hanya mengancam ekosistem, tetapi juga menjadi bentuk penyingkiran terhadap masyarakat Papua. Mereka menyuarakan bahwa tanah dan laut bukan sekadar ruang hidup, melainkan bagian dari identitas dan sejarah panjang masyarakat adat yang terus terpinggirkan oleh skema pembangunan negara.
Dalam orasinya, Arul dari Pembebasan menekankan bahwa perlawanan ini tidak hanya sebatas menyelamatkan bentang alam Raja Ampat, tetapi juga mempertahankan martabat dan keberlangsungan hidup masyarakat adat. Ia juga menyoroti lemahnya kontrol terhadap perizinan tambang dan minimnya keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, yang menjadi pola berulang dalam pembangunan di Papua.
Wiani Kogoya selaku Koordinator Lapangan menyampaikan bahwa latar belakang aksi ini berangkat dari konflik struktural dan sejarah panjang pelanggaran HAM di Papua yang tak kunjung diselesaikan.
“Papua selalu dianggap sebagai daerah konflik dan rawan. Tapi masalah sebenarnya adalah ketidakadilan pembangunan dan sejarah yang belum diselesaikan.”
Wiani menambahkan bahwa aksi ini berfokus pada kampanye penolakan terhadap hilirisasi tambang nikel di Raja Ampat, khususnya terhadap PT Gag Nikel yang masih beroperasi hingga hari ini.
“Kami khawatir terhadap dampak langsungnya, tempat tinggal masyarakat, hasil laut, ladang pertanian, semuanya terancam. Pulau-pulau kecil di sana kalau dieksploitasi bisa tenggelam,” ungkapnya.
Selain itu, Ijul dari Aliansi Gerakan Reforma Agrarian (AGRA) Sulawesi Selatan, menjelaskan bahwa aksi ini merupakan hasil konsolidasi panjang lintas organisasi dan komunitas yang ada di Makassar.
“Tuntutannya jelas, cabut izin operasi PT Gag Nikel dan hentikan segala bentuk eksploitasi di pulau kecil yang dilarang secara hukum,” tegas Ijul.
Ia turut menyebutkan bahwa wilayah konsesi PT Gag jauh lebih luas dari empat wilayah tambang yang izinnya telah dicabut sebelumnya, yakni mencapai lebih dari 13.000 hektar.
Ijul juga berharap bahwa aksi ini tidak akan berhenti di Makassar saja.
“Harapannya gerakan ini terus membesar, dikampanyekan secara nasional, dan tetap terhubung dengan warga di Raja Ampat. Tak hanya PT Gag, semua investasi yang merusak lingkungan, baik di Raja Ampat, Sinjai, Bantaeng, atau Luwu harus dicabut,” tuturnya. (Pqi)