web analytics
header

Tips dan Manajemen Waktu Ala Rifli, Mahasiswa Berprestasi Universitas Hasanuddin

Sumber: Dokumentasi Pribadi
Sumber: Dokumentasi Pribadi

 

Eksepsi Online, Makassar – (31/1) Bukan hal mudah bagi mahasiswa untuk dapat mengatur dan membagi waktunya di tengah-tengah kesibukan kuliah, mengerjakan tugas-tugas dan waktu untuk berkumpul bersama keluarga ataupun teman. Namun berbeda dengan Moh. Rifli Mubarak yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin angkatan 2019, di tengah kesibukan kuliahnya, ia bahkan kerapkali mengikut berbagai perlombaan dan kegiatan positif yang kemudian mengantarkannya untuk mendapatkan gelar sebagai Mahasiswa Berprestasi dari Universitas Hasanuddin.

Beberapa hari yang lalu, Tim Eksepsi berkesempatan berbincang-bincang dengan Rifli. Pada wawancara khusus tersebut, Tim Eksepsi mengajukan beberapa pertanyaan membahas tips-tips dan apa saja yang ia lakukan untuk bisa sampai sejauh ini.

Tim Eksepsi:  “Tips-tips belajar apa yang membuat Anda bisa sampai sejauh ini?”

Moh. Rifli: “Tentunya harus ada motivasi dulu. Motivasi itukan ada 2, ada motivasi interinsik dan eksterinsik. Menurutku ini gada yang harus dilebih baikkan atau lebih burukkan, karena kadang motivasi interinsik itu misalnya kita belajar untuk pengembangan diri, jadi mmemang kita fokus pada kemampuan kognitif dan lain sebagainya apa yang ingin kita kembangkan yang sebelumnya kita tidak tahu. Motivasi eksterinsik itu adalah kita belajar untuk dapat medali, untuk dapat misalnya pengakuan dari universitas dan lain sebagainya, hal-hal yang sifatnya eksternal. Jadi menurut ku 2 mindset itu, motivasi itu sangat mempengaruhi gaya belajar ku dan bisa jadi lebih tergerak sebagai seorang individu untuk belajar dan 2 motivasi itu menjadi penggerak dan bisa kita seimbangkan untuk kita belajar dalam memenuhi motivasi interinsik untuk pengembangan diri kita secara internal dan juga motivasi eksterinsik yakni mungkin kita bisa ada branding tersendiri maksudnya dalam konteks branding ini adalah kita bisa memberikan dampak kepada orang lain. Misalnya, kita buat konten, hasil belajarnya kita tulis opini di koran, atau kita berikan substansi-substansi pembelajaran kita taruh di media sosial dan lain sebagainya, dan outputnya juga bagus, bisa jadi hasil pembelajaran kita dimanfaatkan orang lain, contohnya konten kreator Jerome Polin dan masih banyak lagi, dan sekarang (Saya) juga lagi fokus membuat konten-konten juga, karena tips belajar juga adalah di mana kita bukan hanya menyimpan pembelajarannya itu hanya untuk diri sendiri, tapi kita bisa menebarkan manfaat pembelajaran itu ke orang lain juga dengan menyalurkan melalui media, mengajarkannya ke orang lain, presentasi, ikut lomba. Jadi tips belajar itu sebenarnya bukan hanya kita fokus pada mengkaji materi atau buku catatan atau buku cetak, tapi belajar yang sesungguhnya itu bisa kreatif dan elaboratif juga dari berbagai resources, jadi media-medianya itu bisa lewat lomba, bisa lewat konverensi, paper, karena kita belajar juga kan dari proses submission atau proses pengumpulan berkas atau naskah tersebut tanpa harus kita melalui pembelajaran lewat ujian saja.”

“Terus tips belajar yang kedua adalah menurutku kadang kita harus memaksakan diri juga sih, dan itu ada namanya HabitLoop. Jadi Habit Loop itu di mana kita itu bisa memberikan visual-visual yang membuat kita tertarik untuk belajar atau untuk terajak untuk belajar. Misalnya, contoh kita mau belajar main gitar, gitarnya jangan disimpan di dalam lemari, gitarnya harus ditaruh di luar. Atau mungkin kita mau ngegym, kalau bisa baju, celana, dan alat-alat untuk pergi ke gym itu bisa ditaruh di luar lemari, yang visual/terlihat, jadi saat kita bangun “ada”, yang membuat kita tergerak melakukan kegiatan tersebut. Jadi istilahnya ada rangsangan-rangsangan yang membuat kita lebih terpancing untuk melakukan itu. Dan kadang belajar itu memang apa yah, mungkin kita rada mager (malas gerak) dan lain sebagainya, kadang paksaan itu menjadi kebiasaan. Jadi sifatnya paksaan itu sesuatu yang konstruktif, karena memaksa kita untuk keluar dari zona nyaman. Dan untuk matrix-matrix atau tools-tools yang aku pakai itu untuk belajar ada yang namanya Cornell Notes dan juga biasanya pakai Resource Matrix, dan aku biasa pakai teknik Pomodoro (The Pomodoro Technique), jadi teknik Pomodoro itu adalah teknik belajar, kita belajar 15 menit, terus 5 menit itu istirahat. Intinya sebenarnya tips belajarnya juga adalah hilangkan distraksi, jadi kalau misalnya ada notifikasi media sosial atau E-mail atau WhatsApp, itu dihilangkan dulu karena ritme belajar itu ada yang namanya Ritme Sirkadian, itu sangat penting untuk kita jaga ritme belajar kita untuk fokus dan tidak terdistrasi dengan hal-hal eksternal yang bisa menganggu keberlanjutan belajar kita yang secara konsisten pada waktu itu. Jadi hilangkan distraksi buat bubble bebas dari distraksi dan sangat pentinglah untuk kita belajar dan fokus, fokus juga utama.”

Tim Eksepsi: “Bagaimana Anda melakukan management waktunya di tengah waktu kuliah dan kegiatan-kegiatan yang lain?”

Moh. Rifli: “The Eisenhower Decision Matrix. Jadi maksudnya adalah itu semacam matrix atau semacam tools yang di mana pada keseharian aku kalau misalnya ada urgent, itu lakukan sekarang. Kalau misalnya nggak urgent tapi penting itu bisa di-reschedule. Atau misalnya ada urgent tapi nggak penting itu bisa didelegasikan ke orang lain. Jadi menggunakan tools ini menyadarkan aku untuk punya skala prioritas juga intinya dan ada pengorbanan tertentulah istilahnya, dan saya sekarang juga kalau misalnya schedule building itu pakai handphone  Nokia kecil, jadi sebenarnya tidak harus yang advance, harus pakai apa, tapi menurutku penting untuk konsisten aja untuk mengatur jadwal waktu di setiap harinya, bahkan ada go harian, mingguan, dan bulanan itu kalau bisa ada dan itu lebih membantu aja, kita lebih punya skala prioritas, punya kemampuan untuk membedakan mana yang penting dan mana yang nggak penting dulu dilakukan, dan management waktu berikutnya adalah ada namanya 3-steps from Warren Buffet. Jadi Warren Buffet itu adalah Enterpreneur, dia bilang kalau misalnya 3 langkahnya yang terbaik adalah coba buat 25 goals dalam sebulan, jadi 25 tujuan hiduplah istilahnya. Terus prioritaskan 5 goals dalam sehari, jadi dalam sehari itu ada 5 goals yang kita petakan, kita lakukan 5 goals dalam sehari secara konsisten. Jadi intinya adalah dari kompleksitas pikiran kita melakukan  yang darimana dulu, kan terlihat banyak, coba break down pelan-pelan, kecil-kecil, konsisten dan niat, dan fokus satu hari itu 5 goals aja dikerjakan. Jadi seperti itu menurutku, penting untuk punya management waktu, intinya konsisten, fokus, dan coba pecahkan menjadi sesuatu yang kecil-kecil kalau misalnya sangat kompleks pikiran kita terhadap banyaknya aktifitas yang ingin kita lakukan, jadi intinya disederhanakan aja sih.”

“Terus management waktu berikutnya adalah (walaupun saya masih melatih juga sih) pendisiplinan diri sama dengan cinta diri juga, jadi self dicipline itu adalah self love. Karena kita sekarang kalau misalnya ada ajakan, tawaran, atau apapun itu, kita sulit untuk menolak. Jadi sebenarnya tips management waktu itu adalah kita punya prinsip terhadap diri sendiri untuk menolak hal-hal atau sesuatu yang sebenarnya nggak relevan atau mungkin kita nggak enakan, jadi coba prioritaskan diri kita sendiri dulu sebelum memuaskan orang lain, karena intinya kita nggak bisa membuat semua orang senang dan puas dengan diri kita. Jadi management waktu itu erat kaitannya dengan filter terhadap berbagai tawaran, informasi, kesempatan, yang justru apakah ini akan menyita waktu banyak atau justru hanya menghabiskan energi bisa jadikan, jadi self dicipline mendisiplinkan diri untuk konsisten dan fokus pada hal-hal yang sebenarnya relevan dan esensial itu adalah bentuk self love. Contohnya duanya adalah bentuk pendisiplinan diri adalah kita lebih mendisiplinkan diri untuk tidur cepat, misalnya ada kegiatan jam 7 pagi, kita nggak mungkin tidur jam 1 (malam).  Jadi mendisiplinkan diri itu menjadi bentuk manifestasi dari kita cinta terhadap diri sendiri, baik dari segi kesehatan fisik, maupun segi kesehatan mental.”

Tim Eksepsi: “Setelah berjalan sejauh ini, apa reward terbesar atau terluar biasa yang sudah Anda dapatkan?”

Moh. Rifli: “Tentunya yang full feeling adalah menjadi Mahasiswa Berprestasi Utama atau Juara 1 Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Universitas Hasanuddin Tahun 2022 dan juga Mahasiswa Berprestasi Terbaik. Jadi itu sebenarnya equivalent, sebenarnya sama Mapres 1 Unhas sama Mapres Terbaik itu sama, cuma kemarin ada perayaannya di Unhas Hotel & Convention, dari kemahasiswaan Unhas memberikan penghargaan kepada saya sebagai Mapres 1 atau Mapres Utama Unhas. Itu prestasi terbesar sih, tapi prestasi yang sifatnya lebih filosofis menurutku sekarang pencapaian terbesar adalah saya lebih fleksibel, lebih santai, dan lebih menikmati hidup, maksudnya adalah mungkin sekarang kayak tidak terlalu overthinking dengan kesempurnaan, jadi hidup apa adanya, berkomunikasi dengan banyak orang, santai, fleksibel, memposting konten-konten di media sosial tanpa banyak pikir, yang selama konten itu positif dan membuat orang tergerak dan terdampak untuk bergerak positif kontributif itu sudah cukup. Jadi menurut ku sekarang kayak lebih mawas diri dan lebih merasa pencapaian itu bukan hanya sekedar juara dan lain sebagainya, tapi membuat orang tersenyum dan tergerak itu salah satu reward terbesar kalau misalnya kehadiran diri ku di dunia ini bisa membuat orang juga tergerak, bisa bergerak dan mencapai cita-cita yang mereka inginkan dengan melihat postingan-postingan atau kesempatan-kesempatan yang mungkin aku bisa share di webinar, di acara-acara seminar, dan lain sebagainya. Jadi sebenarnya lebih ke misi sosial juga sih reward terbesarnya. Mungkin tahun ini juga doain yah teman-teman Eksepsi karena sekarang saya lagi fokus menulis novel kisah hidup, semoga targetnya itu bisa diterbitkan tahun ini, dan target tahun depan itu bisa difilmkan, Aaamiin Yarobbal Alamin.”

Tim Eksepsi: “Dalam perjalanan pasti selalu ada hambatan, hambatan apa yang pernah Anda lalui dan bagaimana cara mengatasinya?”

Moh. Rifli: “Mungkin banyak orang yang tidak tahu saya itu sebenarnya masih punya insecurity tertentu, cuma memang kita sebagai manusia itu adalah hal yang normal, yang menandakan bahwa kita itu masih manusia, masih punya sense of insecurity, masa-masa insecure, masih merasa takut, gugup, kalau bicara di hadapan banyak publik, tapi intinya adalah itu yang menormalisasi kalau misalnya kita itu adalah manusia yang tidak sempurna, jadi mindset seperti itu cara mengatasi hambatan itu supaya aku tetap produktif dan tetap berjalan sebagaimana mestinya, karena sekarang hambatanya itu adalah menjadi Mapres adalah kita itu diharapkan sebagai seseorang yang bisa segalanya, prestasi, apapun itu. Intinya ada gambaran ideal yang mendarah daging dari seorang Mapres kalau misalnya kita itu bisa berprestasi secara akademik maupun non-akademik bahkan, dan itu menjadi pressure, jadi kayak ada tekanan tersendiri sebenarnya karena di setiap momen kita dilihat sebagai sosok yang ideal, repsentasi mahasiswa Unhas, aku tuh wajahnya kalau misalnya juara 1 karenakan ada akademik, organisasi, dan lain sebagainya, itu semuanya ada di diri saya, gambaran ideal Mapres orang-orang seperti itu yah mungkin yang saya temukan dari berbagai ungkapan orang juga seperti itu. Tapi cara mengatasinya adalah menormalisasi kalau misalnya saya hanya manusia biasa yang juga perlu kehidupan sosial yang tidak anti-sosial dan harus butuh kehidupan sosial dan interaksi juga, harus ketawa juga, jadi cara mengatasinya itu menormalisasi kehidupan sebagaimana mestinya berinteraksi dengan orang lain, berteman dengan beragam orang dengan beragam perangai yang bisa jadi membuka sudut pandang kita kalau misalnya dunia itu seluas itu dan tidak sehitam putih itu. Jadi lebih memanusiakan manusia itu benar, karena saya merasa saya tidak terlalu menekan diri saya untuk selalu tampil sempurna dan seperti itu intinya. Jadi tetap lakukan yang terbaik, nggak harus sempurna karena selama ini sebelum Mapres saya melakukan yang terbaik pun nggak harus sempurna dan sampai sekarang prinsip itu masih ada, dan itu justru orang-orang juga akan lebih paham juga kalau misalnya kita juga manusia biasa kalau ada kesalahan-kesalahan tertentu yah gapapa, lebih menolerir kesalahan kecil maupun kesalahan besar its fine.” (qny)

Related posts: