Sumber: Dokumentasi Tim Eksepsi
Makassar, Eksepsi Online – (13/4) “One Not Born A Woman, But Becomes One,” menjadi kalimat pembuka dari Harnita Rahman selaku pemateri dalam kegiatan seminar Kolaborasi yang diadakan oleh Komite Anti Kekerasan Seksual, Intersium, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (BEM FH-UH), dan Lembaga Pers Mahasiswa Hukum (LPMH) UH.
Dalam seminar ini Harnita membawakan materi “Perempuan, di Dalam Rumahnya Sendiri.” Dalam pemaparannya Harnita menyampaikan bahwa sekitar 85.000 perempuan dibunuh di rumahnya sendiri. Bahkan dibunuh oleh pasangannya sendiri.
Ironisnya kasus kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan dewasa ini dianggap sebagai kasus personal. Masyarakat beranggapan suami yang melakukan kekerasan kepada istrinya merupakan urusan personal dan tidak bisa ikut campur dalamnya.
“Kenapa kita selalu melihat bahwa kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan suami terhadap istrinya itu adalah kekerasan yang tidak bisa kita di dalamnya. Padahal itu merupakan bagian dari hak asasi manusia. Di mana perempuan adalah manusia,” jelas Harnita.
Harnita turut menyebutkan bahwa saat ini telah ada kebijakan terkait menanggulangi kekerasan seksual dilingkungan Perguruan Tinggi, yakni Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Namun, menurut Harnita kebijakan tersebut tidak dibarengani dengan sosialisasi yang bagus sehingga masih banyak yang tidak mengetahui adanya Lembaga yang dapat mewadahinya.
“Sayangnya kebijakan itu tidak dibarengi dengan sosialisasi yang bagus. Jadi saya rasa mungkin dikampus ini ada mahasiswa, dosen atau oknum yang dilecehkan oleh dosen atau oknum lainnya yang tidak tahu harus melaporkan kemana,” ungkap Harnita.
Kultur masyarakat umumnya menganggap bahwa tubuh perempuan dikontruksi hanya dijadikan pemuas yang berpusat pada laki-laki. Orang-orang melihat tubuh sebagai alat reproduksi semata, tubuh sebagai alat pemuas atau objek seksual, tubuh sebagai alat tukar, kontrol seksual, kekerasan, komodifikasi, perabelan negatif, beban ganda, dan pemiskinan.
Dalam menangani isu-isu terhadap perempuan dewasa ini, Harnita menciptakan hubungan setara dengan melibatkan semua keluarga dalam mengambil keputusan, mendidik anak-anak dengan responsif gender, memproduksi narasi keberhasilan individu, diseminasi pengetahuan, berjejaring dan berkomunikasi. (png)