Makassar, Eksepsi Online-Prof Andi Pangerang Moenta mengatakan sistem hukum di Indonesia terlalu didominasi intrik politik karena adanya tujuan meloloskan kepentingan golongan atau skop kelompok tertentu. Baginya, hukum dan politik sebaiknya saling mempengaruhi pada posisi seimbang sebagaimana pada konsep demokrasi Pancasila, tanpa mendominasi satu sama lain.
Hal tersebut diungkapkan Prof Pangerang pada saat menjadi pembicara Kuliah umum dengan tema Demokrasi dan Peraturan Perundang-undangan. Kegiatan tersebut diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) komisariat Hukum Unhas Cabang Makassar Timur, di ruang Video Conference Fakultas Hukum Unhas, Kamis (4/12).
Dampak dari pertentangan kepentingan politik adalah lahirnya peraturan perundang-undangan yang tidak aspiratif bagi masyarakat. Untuk itu, Prof Pengerang menekankan bahwa peraturan berkualitas akan tercipta jika mempertimbangkan landasan filosofis, sosiologis, yuridis, dan politis sebagai dasar pembuatan naskah akademik. Selanjutnya, perumus peraturan harus mampu menerjemahkan solusi dalam naskah akademik ke dalam bahasa peraturan perundang-undangan secara baik.
“Produk Hukum tidak berkualitas karena cara pembuatanya tidak bagus. Pertama, karena tidak didukung dengan naskah akademik yang baik. Kedua, tidak memanfaatkan tenaga-tenaga ahli yang mumpuni dari universitas-universitas. Ketiga, karena data-data pendukung tidak disiapkan dengan baik,” ungkap Prof Pangerang.
Di samping itu, Prof Pangerang menyatakan bahwa sistem demokrasi Pancasila di Indonesia mulai mengarah ke sistem demokrasi liberal. Indikasinya, penyelesaian masalah selalu saja melalui mekanisme voting, padahal seharusnya mengutamakan musyawarah. (Sup)