Makassar, Eksepsi Online – Peringatan hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Makassar menjadi detik yang paling tepat bagi Mahasiswa Makassar untuk menyoal pelaksanaan Pendidikan di Indonesia. Tergabung dalam Aliansi Gerakan Pendidikan Anti Liberalisme (Radikal), Aksi unjuk rasa secara damai digelar di jembatan layang (Fly Over) Makassar dan berakhir di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (DPRD Sul-Sel) dengan pembacaan enam tuntutan dari Aliansi Radikal.
Enam tuntutan tersebut antara lain:
- Cabut Undang-undang Pendidikan Tinggi sebagai akar dari sistem Liberalisasi pendidikan di Indonesia;
- Tolak segala bentuk kekerasan akademik dan intervensi Birokrasi kampus;
- Jamin transparansi anggaran di kampus;
- Tolak pelarangan aktivitas malam (Pemberlakuan jam malam) terhadap mahasiswa dan Lembaga Kemahasiswaan di kampus;
- Jamin kebebasan Pers dalam dunia Pendidikan Tinggi, dan
- Tolak Militerisme dalam kampus.
Salah satu partisipan aksi, Ryan mengungkapkan bahwa semua mahasiswa pada umumnya mengalami hal yang sama, kebijakan yang dibuat pihak kampus tampaknya merata. Ia menambahkan bahwa kebijakan kampus seperti kurang transparan dalam anggaran dan larangan kegiatan Malam juga dirasakan olehnya sebagai pengurus Lembaga.
“minggu lalu juga di tempat kita diberlakukan jam malam. Padahal kan waktu produktifnya mahasiswa malam, karena pagi sampai sore harus kuliah. Makanya kita merasa menjadi bagian dari apa yang dituntut aliansi,” jelas Mahasiswa STIMIK Dipanegara Makassar tersebut.
Sepakat dengan hal tersebut, Desi Reskiani, partisipan aksi yang juga Mahasiswa Universitas Muslim Indonesia menjelaskan hal yang sama. Ia menilai Larangan aktivitas malam membatasi kreativitas dan pengembangan diri mahasiswa.
“ itu kan kampus, disitu tempatnya mengembangkan kreativitas mahasiswa. Sementara kalau (Red: diberlakukan) Jam malam, waktu ta habis dari pagi sampai sore untuk kuliah. Kita kan butuh waktu ekstra untuk mengembangkan apa yang kita pelajari di dalam kelas,” ungkapnya.
Saat massa Aksi mendatangi gedung DPRD Sul-Sel, proses penyampaian aspirasi terhambat. Hal ini dikarenakan seluruh anggota DPRD Sul-Sel sedang tidak berada di tempat.
Syamsiah, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat DPRD Sul-Sel menjelaskan bahwa seluruh anggota DPRD sedang kunjungan ke luar daerah.
“Mereka semua tidak ada di tempat. Karena mereka lagi ada kunjungan di luar daerah dalam rangka pembahasan tiga Pansus,”jelas Syamsiah.
Namun, sejam kemudian Anggota Komisi C DPRD Sul-Sel, Dan Pong Tasik menemui Perwakilan aliansi. Ia menjelaskan bahwa sesaat sebelum keberangkatannya, ia dihubungi oleh Humas DPRD tentang aksi unjuk rasa tersebut.
Dan Pong Tasik mengapresiasi aksi yang dilakukan oleh Aliansi Radikal tersebut. Menurutnya pendidikan saat ini juga masih mencari bentuk idealnya, sehingga aspirasi dari mahasiswa sangat diperlukan.
Ketika ditanya persoalan tuntutan untuk mencabut Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UUPT) yang diajukan oleh aliansi, Dan Pong menjelaskan soal beberapa prosedur yang harus mereka lewati dalam langkah penyerapan aspirasi. Namun untuk tuntutan lainnya, ia berjanji untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut.
“ kami sebagai anggota DPR RI ada mekanisme tersendiri, kalau kami terima, kami akan sampaikan ke pimpinan dan pimpinan akan menyampaikan kepada komisi terkait untuk mendalami. Kemudian akan disampaikan ke Provinsi dan diteruskan ke Pemerintah Pusat,”jelasnya.
Eman Astopo, Jenderal Lapangan aksi menjelaskan tentang urgensi digelarnya unjuk rasa tersebut . menurutnya, hasil kajian dari masing-masing Perguruan Tinggi di Makassar yang tergabung dalam Aliansi, Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UUPT) adalah punca dari segala permasalahan yang dihadapi, sehingga perlu untuk diganti.
“ Setelah teman-teman mengkaji, buntutnya ada disitu, di UUPT. Dari situ dibentuk isu turunan, masalah yang sama-sama kita hadapi dikampus,” jelasnya
Ditanya tentang lanjutan dari aksi tersebut, Eman menyatakan bahwa akan diadakan rapat kembali untuk memusyawarahkan hal tersebut. Di sisi lain, pihaknya akan mengirimkan pernyataan sikap ke Istana Negara, Kementerian Riset dan Pendidikan tinggi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terkait rapat dengar pendapat dengan pihaknya dalam rangka membahas isi dari tuntutan tersebut.
“ kita sedang menunggu berita acara pengiriman surat pernyataan sikap, hal itu untuk melegitimasi supaya pada hari selasa depan betul-betul diadakan rapat dengar pendapat,” tambahnya. (Kas&Ain)