Oleh : Jamsir Yusuf
(Dewan Pers LPMH-UH)
“Democracy is government of the people, by the people and for the people (Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat)” begitulah Abraham Linclon, Pesiden AS ke-16, mendefinisikan demokrasi yang kemudian diterima sebagai definisi secara umum akan demokrasi itu sendiri. Demokrasi dianggap sebagai sebuah sistem yang mampu menjawab keinginan rakyat dunia dalam hal pemenuhan hak-hak mereka, sehingga kebanyakan negara menjadikan demokrasi sebagai sistem yang berlaku di negaranya, tak terkecuali Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi tertinggi telah memberikan gambaran secara jelas bahwa negara kita menganut sistem demokrasi, hal ini bisa di lihat pada Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi; “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
Membahas transisi demokrasi Indonesia memang hal yang menguras pikiran dan emosi. Betapa tidak, berbagai perdebatan telah mengupas tentang transisi demokrasi di negara ini, namun sampai sekarang belum menemui titik akhir. Hal ini bisa dimaklumi karena demokrasi merupakan satu kajian ketatanegaraan yang selalu bergerak sesuai dengan perkembangan peradaban manusia.
Perkembangan demokrasi di Indonesia sejatinya dimulai sejak lengsernya orde baru 1998 menuju era reformasi. Mulai saat itu rakyat menggantungkan harapannya pada era baru reformasi. Namun harapan yang tinggi itu tidak diikuti dengan pendewasaan pemikiran baik rakyat itu sendiri maupun para elit penyelenggara negara. Bagaimana tidak, karakter-karakter pada masa orde baru ternyata belum ditinggalkan, sehingga kejahatan-kejahatan politik yang terjadi di masa lalu terulang kembali walaupun dengan cara-cara yang berbeda, dimana pada rezim orde baru kejahatan terpusat pada nomor satu negara ini (sentralistik), sementara masa sekarang kejahatan terjadi secara disentralistik mulai dari atas sampai cecenguk-cecenguk di bawahnya.
Imbas dari hal itu harapan yang tinggi hanya sebuah impian yang belum bisa dirasakan. Cita-cita dan keinginan rakyat yang ingin merasakan hidup sejahtera, damai dan harmonis belum terpenuhi. Rakyat kelaparan, demonstrasi mahasiswa, kisruh hasil Pemilu, konflik antarsuku, kasus-kasus hukum yang melibatkan para elit, sudah cukup menjadi gambaran kegagalan transisi demokrasi yang sementara kita bangun.
Berbagai permasalaan di atas kemudian menimbulkan pertanyaan, apa yang salah dengan negara ini?
Pesta Demokrasi: Isap Jempol Belaka
Pemilu sebagai pesta demokrasi merupakan hal yang paling urgendalam upaya membangun negara yang demokratis. Dimana melalui Pemilu kita menentukan siapa yang akan menjalankan roda pemerintahan serta yang akan menjadi wakil rakyat di parlemen sebagai pengambil kebijakan. Tetapi hal itu belum disadari sepenuhnya oleh masyarakat, dimana selama ini masyarakat terlena oleh euforia-euforia yang sifatnya sementara ketika menjelang pemilihan (kasih duit, saya pilih), sehingga substansi dari pemilu itu sendiri terabaikan.
Hal ini tidak lepas dari peran partai politik (parpol) yang mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan politik dan hukum pada masyarakat, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Namun realitas berbicara; jangankan mau memberikan pendidikan politik dan hukum untuk masyarakat, banyak kader-kader parpol sendiri yang tidak memahami nilai yang terkandung dalam demokrasi, sehingga demokrasi sebagai sistem politik dijadikan kambing hitam dalam melakukan kejahatan politik (money politic), padahal politik adalah media/alat untuk mencapai tujuan yaitu terciptanya kesejahteraan umum, kecerdasan bangsa serta memperkokoh persatuan negara kesatuan Republik Indonesia sebagaimana amanah yang terkandung dalam konstitusi negara.
Sisi lain dari pemilu di Indonesia ternyata banyak menciptakan citra hitam bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perbedaan pendapat sebagai nilai dalam demokrasi ternyata melahirkan konflik di masyarakat. Salah satu contoh yaitu banyaknya konflik hasil pemilu di berbagai daerah, tak pelak perang antara para pendukung masing-masing calon yang diusulkan tidak bisa dielahkan lagi, sehingga tidak sedikit berujung pada tindak kriminalitas.
Sekali lagi pendewasaan pemikiran menjadi harga mati dalam melihat perbedaan-perbedaan itu. Perbedaan pendapat pada dasarnya melahirkan sejuta solusi yang ditawarkan, sehingga apabila bisa disatukan bisa menciptakan berbagai alternatif.
Peran Mahasiswa Adalah Kewajiban
Sudah saatnya mahasiswa bangun dari tidur panjang. Fungsi mahasiswa yang melekat mengharuskannya untuk bisa melakukan perubahan, dimana mahasiswa sebagai kaum terdidik diharapkan mampu menjadi pemikir untuk selalu menghadirkan solusi di setiap gejolak permasalahan di negeri ini. Melihat transisi demokrasi di Indonesia serta permasalahan di dalamnya, menjadi sebuah keharusan bagi mahasiswa untuk turun langsung berinteraksi langsung kepada masyarakat dalam memberikan pendidikan hukum dan poltik. Mahasiswa tidak boleh hanya terkurung dalam wilayah kampus saja.
Hari ini demonstrasi mahasiswa mendapat respon yang negatif dari kalangan masyarakat sehingga konsep awal dari demonstrasi itu sendiri dalam hal menyampaikan aspirasi masyarakat tidak sejalan dengan apa yang masyarakat inginkan. Minimnya komunikasi antara mahasiswa dan masyarakat menjadi faktor permasalahan di atas. Olehnya itu dalam konteks ini sudah saatnya interaksi yang berkesimbungan sangat dibutuhkan. Diharapkan nantinya dengan komunikasi yang terbangun, mahasiswa bisa berbagi ilmu dengan masyarakat, sehingga dalam memberikan haknya ketika pesta demokrasi berlangsung masyarakat tidak serta merta memilih pemimpin begitu saja, tetapi dengan pendidikan itu nantinya masyarakat bisa melihat dan menyeleksi mana pemimpin yang bisa memegang amanah.
Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Tidak boleh lagi menunggu karena semakin lama, pembodohan di masyarakat akan semakin membemkak dan ditakutkan hal itu akan menjadi pilihan masyarakat. Jadi sebelum sampai di titik frustasi, masyarakat tidak boleh lagi terlena, masyarakat harus berbenah diri, masyarakat sudah saatnya sadar, masyarakat tidak boleh lagi salah memilih wakilnya dan masyarakat serta mahasiswa sudah saatnya bersatu, berpegang tangan dalam bingkai kebhinekaan, menentukan masa depan negara kita tercinta ini.