Makassar, Eksepsi Online – Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari menilai proses pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sesuai dengan prosedur. ”Pembentukan Pansus Hak Angket tidak sesuai Pasal 79 ayat 3, Pasal 199 ayat 3, Pasal 201 ayat 2, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3),” jelasnya.
Hal itu ia sampaikan pada Bazar dan Dialog Publik yang dilaksanakan Lembaga Pers Mahasiswa Hukum Universitas Hasanuddin (LPMH-UH) dan Aliansi Mahasiswa Antikorupsi Makassar di Warkop 212 Jl. Boulevard, Kamis (12/10). Kegiatan yang bertemakan “Pemberantasan Korupsi e-KTP Pasca Praperadilan Setya Novanto” juga menghadirkan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Bosowa Prof. Marwan Mas dan Direktur Riset Anti Corruption Commite (ACC) Sulawesi Wiwin Suwandi.
Sementara, Prof. Marwan Mas menyatakan upaya pelemahan KPK dilakukan melalui beberapa cara. Pertama melalui judicial review Undang-Undang 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) ke Mahkamah Konstitusi. Pasal 12 mengenai kewenangan KPK selalu yang dipersoalkan, salah satunya penyadapan.
Selanjutnya, revisi UU KPK melalui DPR. DPR berpendapat UU KPK saat ini banyak kekurangannya. Ketiga, serangan fisik terhadap penyidik KPK. Salah satu bentuknya penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan. Terakhir melalui serangan hak angket yang saat ini dilakukan DPR terhadap KPK.
Meski penetapan tersangka Setya Novanto telah dibatalkan, para peserta kegiatan tersebut meminta KPK untuk tetap menuntaskan kasus korupsi e-KTP. Berdasar pada keputusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi terhadap Pasal 83 ayat 1 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) khususnya terkait praperadilan dan penyempurnaan barang bukti. Dengan dasar itu, KPK dapat kembali menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik), sehingga penyidikan dapat kembali dilakukan secara ideal dan benar, meskipun praperadilan telah membatalkan status tersangka dari Setya Novanto. (Ndo)