Makassar, Eksepsi Online – Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Hukum Universitas Hasanuddin (HMI Kom. Unhas) mengadakan diskusi umum terkait Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), bertempat di Pelataran Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas (BEM FH-UH), pada Kamis (7/2).
Adapun pembicara dalam diskusi ini yaitu Chantika Batari dari HMI Kom. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Isipol) Unhas dan Aji Sukman selaku Demisioner Humas cabang Gema Pembebasan Makassar.
Dalam kesempatannya, Chantika mengungkapkan bahwa UU Kekerasan Seksual merupakan payung hukum bagi korban. “UU Kekerasan Seksual dianggap sebagai payung hukum. Saat ada seseorang yang melapor, maka ia akan dilindungi oleh hukum,” ungkap Chantika.
Lebih lanjut, Chantika menegaskan bagaimana posisi perempuan dalam sistematika kehidupan sehingga tidak mudah saling mendominasi antara laki-laki dan perempuan. “Feminisme itu bukan tentang siapa yang menguasai siapa, juga bukan tentang lelaki yang bisa menguasai perempuan,” tegasnya.
Disisi lain, Aji menjelaskan bahwa dalam RUU PKS, masih ada pasal karet yang dianggap kontradiktif antar sesama pasal RUU PKS.
“Dalam pasal dijelaskan, ketika perempuan mengalami kekerasaan seksual, maka perempuan diwadahi untuk melakukan aborsi dan merusak alat vital. Sedangkan dalam pasal lain juga dijelaskan, perusakan alat vital termasuk kekerasaan seksual,” jelasnya.
Terakhir, Aji juga menjelaskan bagaimana pentingnya perempuan dalam kehidupan. “Kita semua ada disini karena adanya perempuan, jadi dia istimewa. RUU PKS merupakan bentuk ketidakadilan dari perempuan,” tutupnya. (Fni)