Makassar, Eksepsi Online – Pada Rabu (27/11), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH) telah melakukan pemanggilan kepada Presiden Badan Eksekutif (BEM) terkait isu yang beredar mengenai beberapa nama calon menteri yang diusung Presiden BEM FH-UH merupakan Kema luar biasa dan tender Musyawarah Nasional LEMHI (Munas LEMHI) selanjutnya di FH-UH tanpa persetujuan oleh DPM. Muh.Ikhsan selaku Presiden BEM FH-UH melakukan konfirmasi mengenai pemanggilan tersebut.
Saat diwawancari di sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Unhas oleh kru Eksepsi (29/11), Ikhsan menjelaskan bahwa mengenai poin pertama pada pemanggilannya tersebut masih merupakan isu belaka yang tak bisa dibuktikan karena dia merasa belum mengeluarkan SK kepengurusan dan nama-nama calon menterinya masih dalam proses perombakan atau penyusunan.
“Mengenai poin pertama dimana adanya calon menteri yang merupakan Kema luar biasa itu semua hanya isu belaka karena sampai saat ini pihak Dekanat belum mengeluarkan SK Kepengurusan BEM. Insyaallah, SK Kepengurusan akan diterbitkan bulan Januari mendatang setelah saya juga di SK-kan,” Jelas Ikhsan
Ikhsan juga membantah bahwa SK Kepengursan yang akan diterbitkan di bulan januari mendatang oleh Dekanat merupakan kesempatan bagi calon menteri yang diduga berstatus Kema luar biasa mengikuti PMH untuk mengubah statusnya menjadi Kema biasa selagi SK dari dekanat belum dikeluarkan.
“Bukan juga kesempatan tapi kalau mereka mau ikut PMH itu bukan wilayah saya, dan untuk mereka yang baru ikut PMH hal ini memang memungkinkan mereka untuk menjadi Menteri karena tak ada yang salah dengan itu. Tapi kembali lagi semua itu belum fix kita tunggu saja SK bulan Januari nanti,“ ujar Ikhsan.
Berikut mengenai poin kedua Ikhsan mengatakan bahwa menyoal tender yang dilakukan BEM FH-UH untuk Munas LEMHI berikutnya tanpa disetujui terlebih dahulu oleh DPM yang dianggap melanggar Pasal 52 poin C Perkema No. 1 Tahun 2017 tentang DPM dinyatakan bahwa DPM berhak menyetujui atau tidak menyetujui perjanjian kerjasama dengan organisasi di luar kema FH-UH yakni bahwa tender yang terjadi di dalam forum merupakan mandat yang harus diterima oleh peserta yang mengikutsertakan diri ke dalam forum Munas LEMHI dan bukan merupakan perjanjian yang dimaksud dalam Perkema.
“Dinyatakan di dalam Perkema mengenai klausula perjanjian, sementara ini bukan perjanjian. Keikutsertaan BEM FH-UH di dalam forum Munas LEMHI artinya menerima kesepakatan yang terjadi di dalamnya, termasuk ditunjuk untuk menjadi tuan rumah Munas LEMHI selanjutnya”.
Menyinggung mengenai Perkema Ikhsan mengatakan bahwa setuju atau tidak setujunya DPM mengenai kesepakatan yang diambil oleh delegasi BEM FH-UH saat menghadiri Munas LEMHI, tidak memiliki konsekuensi sehingga BEM berhak untuk tidak mengikuti peraturan tersebut dan Peraturan Keluarga Mahasiswa (Perkema) ini multitafsir.
“Setuju atau tidak setujunya DPM itu tidak mempunyai konsekuensi. Saya sudah baca Perkema sampai habis dan disana tidak ada konsekuensi ketika DPM setuju ataupun tidak setuju jadi saya tetap jalankan dan BEM berhak untuk tidak mengikuti, dan hal ini menjadi tugas DPM untuk memperbaiki peraturan-peraturan seperti itu, seperti di pasal yang disebutkan perjanjian yang dimaksudkan ini masih multitafsir.“ Tutup Ikhsan.(Swp)