web analytics
header

Takut pada Rasa Takut

Oleh: Rezky Pratiwi
T
 ujuh September 2004; empat puluh ribu kaki di atas tanah Rumania, dua orang pramugara Bondan Hernawa dan Asep Rohman membacakan surat Yassin di depan tubuh kaku pria dengan kaos abu-abu dan celana jeans hitam. Garuda Indonesia nomor penerbangan GA 974, menjadi saksi skenario ulung yang membungkam pejuang HAM serta pendiri Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) ini, untuk selamanya.
Dialah Munir Said Thalib, pria keturunan Arab yang lahir di Malang, 8 Desember 1965. Anak dari pasangan Said Thalib dan Jamilah ini sejak kecil dikenal sebagai sosok pemberani dan peka terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Ia tidak segan untuk berkelahi bila ada hal yang tidak benar di matanya, meskipun lawannya tidak seimbang.
Lahir dalam keluarga yang berlatar niaga membuat Munir bersama kakak-kakaknya ikut berjualan kain, sepatu, serta barang elektronik. Barulah ketika memasuki tahun ketiga di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Munir berhenti dari kegiatannya itu dan mulai aktif di berbagai kegiatan kampus yang membawanya pada aktivitas advokasi di LBH Malang ditahun 1991. 
Di LBH inilah Munir mengasah kepeduliannya atas ketidakadilan terhadap kaum-kaum yang terzalimi oleh kebijakan-kebijakan otoriter saat itu, semangat untuk memperjuangkan nasib rakyat tertindas pun melekat di benaknya. Munir mulai aktif mengurusi kaum buruh sampai pada 26 Desember 1992 salah seorang buruh yang juga kawannya diculik dan disiksa aparat selama tiga hari dengan tujuan untuk mengetahui sepak terjangnya sebagai aktivis buruh. Sejak saat itu Munir mulai berkonsentrasi memperjuangkan nasib orang yang ‘hilang’. Ia menyadari bahwa kasus semacam ini telah lama ada dan melibatkan oknum-oknum militer, bahkan ia mensinyalir kasus serupa juga menimpa aktivis politik Peristiwa Malari, Tanjungpriok, dan berbagai kerusuhan lainnya.
Munir kemudian mulai melebarkan sayapnya dengan bergabung dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Pada Maret 1998, bersama Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), dan Lembaga Studi Advokasi Masyarakat (Elsam), YLBHI turut memberikan bantuan dana untuk mendirikan sebuah kelompok kerja dengan tujuan mengadvokasi kasus tindak kekerasan dan orang hilang yang kemudian diberi nama KontraS. 
Pemberhentian Prabowo Subianto sebagai Komandan Sekolah Staf dan Komando (Dansesko) serta dari karir kemiliterannya, merupakan salah satu keberhasilan KontraS di mana Munir sebagai ujung tombaknya. Bagi suami dari Suciaty ini, ukuran keberhasilan ia bersama KontraS adalah menyelamatkan para korban penculikan agar dapat kembali ke keluarga mereka. Dan ukuran keberhasilan kedua, kasus itu harus dibuka dan adil, sehingga peristiwa kekerasan itu tidak terjadi lagi. Atas keberaniannya memperjuangkan HAM, di tahun 2000 Munir dinobatkan menjadi As Leader for the Millennium dari Asia Week, The Right Livelihood Award (Alternative Nobel Prizes)untuk promosi HAM dan kontrol sipil atas militer di Stockholm, serta An Honourable Mention of the 2000 UNESCOMadanjeet Singh Prize atas usaha-usahanya dalam mempromosikan toleransi dan Anti Kekerasan di Paris, juga pada tahun yang sama.
Dengan sekian banyak penghargaan, kesederhanaan tetap melekat pada pribadinya. Pria yang sehari-harinya bekerja dengan mengendarai sepeda motor ini sama sekali tidak menunjukkan sikap tamak ketika mendapatkan hadiah ratusan juta rupiah sebagai penerima The Right Livelihood Award. Justru hadiah tersebut ia bagi dua dengan KontraS dan sebagian juga diberikan kepada ibunya. Tidak hanya bersahaja, banyak hal yang dapat kita teladani dari sosok Munir, terutama keberaniannya dalam melawan ketidakadilan. Sebagai manusia ia pun tidak luput dari rasa takut, hanya saja ia senantiasa mencoba merasionalisasikan ketakutannya itu. 
Aku harus bersikap tenang walaupun takut… untuk membuat semua orang tidak takut…”.

Sumber: www.tempo.co

Related posts:

Gadis Kecil Pekerja Keras

Makassar, Eksepsi Online – Siang itu, Kamis (5/10), kondisi Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH) terlihat ramai. Para mahasiswa sedang duduk di