Oleh: Andi Sunarto Ns
Mahasiswa Hukum Unhas 2010 dan Anggota Divisi Kaderisasi LPMH-UH
![]() |
http://muslimminang.files.wordpress.com/2014/03/pemilu.gif |
Salah satu dari enam prinsip demokrasi yang berlaku universal adalah adanya sistem pemilihan yang dilaksanakan secara berkala. Nah, tahun 2014 adalah tahun yang dikenal dengan Tahun Pemilu . pertanyaannya adalah “are you ready” menghadapi hari besar yang akan menjadi hari perubahan ke arah yang lebih baik atau malah menjadi hari di mana bangsa ini menjadi bangsa yang semakin bobrok.
Indonesia adalah negara yang demokratis, di mana kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat. Secara singkat demokrasi diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dari sini dapat dikatakan bahwa rakyat adalah segalanya.
Hal tersebut kiranya tidak berlebihan, mengingat dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) menyatakan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyatdan dilaksanakan menurut Undang–Undang Dasar”. Ketentuan tersebut seyogyanya dijadikan indikator pertama dan utama dalam setiap pengambilan kebijakan oleh wakil-wakil rakyar,agar setiap kebijakan yang diambil bisa mengakomodir setiap kepentingan rakyat yang diwakilinya.
Berdasarkan sejarah pemilihan umum (pemilu) di Indonesia sejauh ini, sudah dilaksanakan sebanyak sepuluh kali,yaitu Tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009. Akan tetapi sejauh ini, kinerja para wakil rakyat (legislator) masih jauh dari harapan.
Sejauh ini,para legislator yang seyogyanya menjadi wakil rakyat, dalam artian bahwa para legislator menampung aspirasi masyarakat, terkesan mengunakan metode ‘mendekat-menjauh-mendekat’. Maksudnya bahwa para legislator hanya turun ke masyarakat pada saat masa kampanye untuk menyampaikan janji-janji manisnya. Setelah mereka berhasil menduduki kursi legislator, maka mereka hanya mementingkan study perbandingan ke negara-negara (daerah-daerah) lain ketimbang turun ke masyarakat mendengarkan apa yang diinginkan masyarakat. Kemudian di akhir-akhir masa jabatan, mereka kembali mendekati masyarakat dengan harapan dipilih lagi di periode berikutnya.
Adapun yang menjdi faktor-faktor yang membuat kehidupan berdemokrasi di negeri ini menjadi cedera adalah sebagai berikut:
- Kurangnya pendidikan politik yang seyogyanya menjadi tugas dari partai politik;
- Kurangnya proses kaderisasi yang berkelanjutan di kalangan partai politik. Partai politik dalam berkempetisi terkesan mencari jalan-jalan yang instan, misalnya banyaknya calon legislator (caleg)artis yang tidak berkompeten; dan
- Masayarakat tidak cerdas dalam memilih. Masyarakat sangat mudah termakan janji-janji manis para caleg dan juga sangat mudah termakan “uang pemilu” serta “sembako-sembako pemilu”.
Hal tersebut tentunya menjadi masalah yang harus segera dicarikan solusi. Jika keadaan seperti ini tetap bertahan, maka kesejahteraan masyakat akan tetap menjadi harapan yang tidak kunjung menjadi kenyataan. Para anggota legislatif hanya akan mementingkan dan memperjuangkan kepentingan partai politik yang mengusungnya dan akan mengacuhkan kepentingan-kepentingan masyarakat yang diwakilinya.
Terakhir,penulis mengajak para pembaca tulisan ini untuk memilih yang jujur, berkompeten, dan peduli terhadap rakyat.
Stop pembodohan! Katakan tidak pada politik uang untuk Indonesia yang lebih baik.
Jumat, 04 April 2014