web analytics
header

Sajak Para Bakal Pembaru

Puisi-puisi anggota magang LPMH-UH:

Jingga Senja Bukan Alat Hitung

Nur Wahyuni Utami

Senja bukan jam alarm
Senja tidak berdering nyaring saat jarumnya berhenti pada pukul ke sekian
Sesuai yang kau harapkan

Senja bukan kalender
Yang terpajang manis di dinding kamarmu
Jangan hitung senja ke berapa dalam sebuah temu yang kau dambakan

Senja bukan kalkulator
Senja tidak akan menampakkan deretan angka-angka
Jangan harap untuk kau melipatgandakan, pun mengakarkuadratkan kenangan

Senja bukan catatan
Senja bukan tempat kau menumpahkan segala aksara pinta-pinta menjadi doa dan harapan
Senja bukan catatan kecil milik Tuhan

Sang Agung Yang Maha Baik Hati membiarkan mahakarya-Nya jadi pertunjukkan di ujung hari
Tidak kemudian kau jadikan alat hitung pertemuan, lalu menerka sudah berapa senja yang terlewati
Namun, pendar senja yang jingga diciptakan untuk kau nikmati
Dengan sepasang, ataupun seorang diri

 

Tidakkah? (Koruptor)

Arief Try Dharma Jaya

Tidakkah kau melihat?

Mereka yang mengulurkan tangannya meminta demi sesuap nasi

Tidakkah kau mendengar?

Setiap keluhan, tangisan, bahkan rengekan sering kali terucap dari bibir manisnya

Tidakkah kau merasakan?

Perjuangan hidup yang memaksanya turun ke jalan hanya untuk meminta belas kasih semata

Tidakkah kau berfikir?

Atas penderitaan yang mereka rasakan cuma karena ulahmu sendiri

Tidakkah kau merasa kasihan?

Ketika dara dagingmu harus ikut merasakan apa yang seharusnya bukan menjadi milikmu

Tidakkah kau takut?

Di saat Tuhan meminta-meminta kesaksianmu atas apa yang telah kau perbuat

Tidakkah kau tahu?

Ketika kamu mati, dua pintu terbuka lebar untukmu. Neraka dan neraka jahanam

 

Agar Kau Tahu

Andi Aksan

Di setiap sajak dan puisi, adalah bayangmu
Yang mewujudkannya
Adalah senyummu yang mengindahkannya
Tatapanmu yang mengasrikan bentuknya

Di tiap kalimat dan bait puisiku, adalah tarianmu
Yang kulukis-lukiskan,
Adalah suaramu yang
Kusemai-semaikan

Ini cinta, emas

 

Aku Mengerti dalam Keterdiamanku

Andi Mutmainnah

Di sela tepi hatimu yang terkungkung itu aku mengintip
Awalnya bagaikan bias
Tak jelas
Namun perlahan kusingkap cahaya kelabu itu
Dan seketika terdiam dalam keterkejutanku
Kupikir kau masih sama
Nyatanya kau telah jauh berbeda
Kupikir kau masih yang dulu
Nyatanya waktu telah beranjak bagai maraton tanpa sedikit pun kutahu
Kau tak lagi sama
Hatimu telah berubah banyak
Di balik debu kutemukan kisah kita
Tak terawat
Terabaikan
Sebatas inikah?
Kupikir kau sama dengan yang kuhayalkan
Pandanganku silau dalam keterpanaan
Kau bukan lagi kau
Aku mengerti dalam keterdiamanku
Bahwa hatiku tak lagi padamu
Tetapi
Pada ilusi dirimu yang kulukis dengan anganku sendiri
Kau telah jauh
Tak dapat kurengkuh lagi
Selamat jalan
 

Pemimpi Handal

Andi Asti Sari

Kucoba untuk menggoreskan pena tentang mimpi pada kertas putih tak bergaris
Dengan secercah nyali, tetapi sebongkah harapan
Walau mimpiku sederhana, hanya dengan imajinasi menggunung dan kosa kata tak terbendung
Aku hanya berharap menjadi penulis
Bersembunyi, membingkai semua rasa dan asa dengan goresan pena
Pengecut?
Tidak. Bukan.
Nampak atau tidak
Nyatanya tak seorang pun peduli
Dan tanpa siapapun tahu, riangkah rasaku saat itu? Atau bahkan asaku teramat memberontak
Selepas dunia khayal, tanpa sadar akan ada kisah nyata
Dan aku tersadar
Aku hanya pemimpi yang teramat handal

Related posts:

Pemangsa Peradaban

Penulis: Verlyn Thesman (Pengurus LPMH-UH Periode 2023/2024) Mau seperti apakah kaumku? Nyaman sudah tak pernah kami alami Tertutup tak tertutup

Temu

Penulis: Wriftsah Qalbiah (Pengurus LPMH-UH Periode 2023/2024) Semilir rindu menaungi langkahku, Membawaku pada ruang sepi yang menanti sebuah temu. Bayangmu

Menumpang Tanya

Oleh: Athifah Putri Fidar Di atas bus yang berguncang lembut,kita berdiri bersebelahan,namun dengan debaran jantung yang tak seiramseperti dua ritme