Oleh : Fitriani (Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas Angkatan 2015)
Reklamasi dapat diartikan sebagai usaha dalam suatu pemanfaatan kawasan atau lahan yang tidak berguna dan berair untuk dijadikan lahan yang berguna dengan cara dikeringkan. Usaha reklamasi dapat dilakukan dengan dua cara yakni dengan penimbunan dan penyedotan air di kawasan yang akan direklamasi. Reklamasi sendiri bertujuan untuk mengembangkan sarana dan prasarana di kawasan tersebut dengan cara agar membuat kawasan itu dapat dipergunakan seperti halnya dengan pembangunan pelabuhan. Kebijakan reklamasi telah menjadi isu hangat sejak diadakannya usaha peningkatan bidang kemaritiman.
Reklamasi pantai sendiri dilakukan untuk dijadikan objek wisata, pelabuhan, industri dan pemukiman. Pro kontra mengenai reklamasi pantai sebagai objek wisata menjadi permasalahan yang harus dibicarakan. Reklamasi pantai ini dapat menjadi pilar ekonomi bangsa karena dapat menambah devisa negara. Negara Indonesia memiliki garis pantai terpanjang setelah Kanada sehingga pembangunan obyek wisata dengan dilakukannya reklamasi sangat berpotensi. Selain itu menurut Biro Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2012 hingga 2013 jumlah kunjugan turis asing ke Indonesia mengalami pertumbuhan sebanyak 8,8%. Dengan fakta ini perbaikan ekonomi Indonesia dapat dilakukan dengan mengandalkan pembangunan wisata salah satunya dengan cara reklamasi. Peningkatan devisa tidak cuma mengandalkan minyak dan gas (migas), kelapa sawit, maupun batu bara tapi sektor wisata juga dapat diharapkan.
Dampak positif kegiatan reklamasi pantai antara lain tidak hanya peningkatan ekonomi kawasan pesisir yang dapat meningkatkan devisa negara. Serta reklamasi juga mengurangi lahan yang dianggap kurang produktif sesuai dengan tujuan reklamasi sendiri. Hal positif lain yakni perlindungan pantai dari erosi karena memang reklamasi sendiri hakikatnya adalah penimbunan sehingga memperkecil resiko tersebut. Tujuan reklamasi baik untuk pembangunan lahan wisata baru maupun untuk pembangunan kawasan industri. Reklamasi banyak memberikan keuntungan dalam mengembangkan wilayah.
Namun di sisi lain, reklamasi pantai juga merusak tatanan ekologi pesisir pantai. Kehancuran ekosistem berupa rusaknya keanekaragaman hayati laut sudah nampak di depan mata. Dari reklamasi pada lingkungan meliputi peningkatan kekeruhan, pencemaran laut, perubahan rejin air tanah, peningkatan potensi banjir dan penggenangan di wilayah pesisir. Sedangkan, dampak biologis berupa terganggunya ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, estuaria dan penurunan keaneka ragaman hayati. Sebagai contoh reklamasi pantai di pantai losari, air yang keruh dan sampah plastik yang mengambang di perairan sekitar pantai tersebut menjadi bukti nyata dampak dari reklamasi.
Selain itu adanya kegiatan ini, wilayah pantai yang semula merupakan ruang publik bagi masyarakat akan hilang atau berkurang karena dimanfaatkan untuk kegiatan privat layaknya pelaksanaan industri perhotelan pada wilayah reklamasi, otomatis lahan kerja untuk nelayan semakin sempit. Keanekaragaman biota laut juga akan berkurang, baik flora maupun fauna, karena timbunan tanah urugan mempengaruhi ekosistem yang sudah ada. Sistem hidrologi gelombang air laut yang jatuh ke pantai akan berubah dari alaminya. Berubahnya alur air akan mengakibatkan daerah diluar reklamasi akan mendapat limpahan air yang banyak sehingga kemungkinan akan terjadi abrasi, tergerus atau mengakibatkan terjadinya banjir atau rob.
Pelaksanaan kegiatan reklamasi sendiri di kawasan tertentu harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu. Syarat-syarat tersebut berupa perizinan. Izin pertama yang didapat pengembang adalah izin prinsip. Setelah izin ini, pengembang wajib melakukan berbagai kajian, seperti kajian thermodinamika, detail engginering design (DED), analisis dampak lingkungan (Amdal), rencana pengelolaan lingkungan (RKL), rencana pemantauan lingkungan (RPL) maupun kajian-kajian teknis lainnya. Penilaian kajian untuk mendapatkan izin melakukakan reklamasi di kawasan tersebut, dilakukan oleh tim independen yang berada di bawah koordinasi Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD).
Pelaksanaan reklamasi sendiri bukanlah hal mudah untuk dilaksanakan banyak pertimbangan dari para pemerhati lingkungan sendiri dan mengacu pula pada landasan hukum yang kuat. Untuk memperoleh izin banyak proses yang harus dilalui. Sebagai contoh izin yang didapatkan dari amdal untuk melaksanakan reklamasi dan mengacu pada Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang Lingkungan Hidup, jadi tentunya pelaksanaan reklamasi telah memrenungkan dampak negatif yang akan terjadi. Mengenai adanya kerusakan biota laut pada kawasan yang direklamasi maka pemerintah seharusnya lebih memperhatikan hal tersebut. Pengawasan terhadap pelaksanaan reklamasi tidak hanya pada saat pelaksanaannya, tetapi pengawasan harus dilaksanakan secara berkelanjutan untuk memmperhatikan hal-hal apa yang akan berdampak pada masyarakat maupun lingkungan nantinya.