Meriyanti Djaka
(Pengurus LPMH-UH Periode 2017-2018)
Awan hitam bergerak menutupi langit biru. Tetesan air perlahan menyuburkan pepohonan di seberang jalan. Aku termenung bersama kopi hangat di depanku. Mencari jawaban dari fenomena yang terjadi. Yah, alam pikiran ini memaksaku untuk menjawab pertanyaanya. Pertanyaan omong kosong yang membuatku muak dengan wacana semesta. Ingin rasanya berteriak, namun bibirku dipaksa tertutup rapat yang membuat teriakan ini tak kunjung keluar. Hanya bisa terdiam merenungi semua pertanyaannya. Berusaha mencari jawaban yang tepat akan sebuah kebenaran membuatku terkekang dihantui pertanyaan yang dianggap konyol oleh kebanyakan umat manusia.
Indra perabaku menangkap tekstur yang sedikit halus dari luar diriku. Seperti ada bulu kucing yang diolesi di lenganku, terasa geli, mengganggu suasana hangat bersama secangkir kopi yang ada. Perlahan ku angkat kepalaku dari atas meja, mengarahkannya ke sebelah kiri. Sedikit benar tebakanku itu sebuah bulu ayam yang dielus dilengan kiri.
“Silakan duduk”.
Cukup lama aku duduk meratapi kehidupan diatas lantai dengan fasilitas meja dan kursi ini.
“Kau ingin mendengar ceritaku?”
Hari-hariku selalu dibanjiri dengan kepusingan akan dunia yang begitu lucu dan kompleks. Bertanya kepada diriku sendiri dan berusaha agar mendapatkan jawaban melalui abstraksi akal pikiranku. Terkadang, aku berpikir bahwa kehidupan yang dijalankan oleh kebanyakan orang di muka bumi ini terus melenceng dan menjauh dari apa yang menjadi skenario kehidupan yang sebenarnya. Aku ingin menceritakan semua skenario itu padamu. Namun sayangnya, aku hanya bisa bercerita satu dari jutaan skenario yang ada untuk hari ini. Oleh karenanya, mungkin aku harus mengucapkan permintaan maaf kepadamu teman karena waktu membatasi kita.
Banyak orang yang selalu berlari meninggalkan kewajibannya dengan alasan waktu terus mengejar. Padahal waktu tidak pernah mengejar mereka. Terkadang waktu hanya membawa akal sehat kita kepada hal hal yang konyol dan membingungkan. Seringkali hati ini bertanya apa sebenarnya waktu. Ideologi kronis yang selalu menjabarkan konsep waktu dengan perspektif berbeda. Membuatku bingung dengan semua sebab akibat yang hanya sebatas pendapat.
“Pernakah kau berpikir apa itu waktu?”
Waktu hanyalah suatu penamaan saja yang dibuat oleh manusia untuk mewakili keterbatasannya. karena sejatinya manusia dibatasi olehnya. Percuma saja mereka mencoba lari dari waktu, karena ia tak akan pernah bisa. Tak sadar bahwa sebenarnya waktu melingkupi mereka. Ia tak terlihat tapi bisa dirasakan. Banyak dari mereka yang mengatakan waktu itu relatif, entah kamu setuju dengan pernyataan itu atau tidak, tapi kuharap kamu mempertimbangkannya lagi. Setelah melakukan perbincangan dengan pikiranku, muncul suatu pertanyaan meragukan. Jikalau waktu relatif kenapa waktu justru memberikan suatu kepastian dalam kehidupan.
“Bisakah akibat bertentangan dengan sebabnya?”
Mencoba menghindari sesuatu yang pasti itu begitu konyol teman.
“Coba kamu lihat video ini”
Dalam video tersebut ada kendaraan yang berjejer rapi menunggu waktu dimana mereka bisa bergerak kembali. Mereka berhenti karena memang sudah waktunya mereka untuk berhenti dan berjalan kembali jika tiba waktunya. Tapi tolong lihat kearah sana, bandingkan rekaman itu dengan apa yang ada dihadapanmu.
“Apakah kau melihat perbedaannya?”
“Yah, tentu Ini berbeda”
Di hadapanku saat ini kendaraan itu terus berjalan meskipun tanda untuk berhenti telah menyala. Sedangkan di video tadi, kendaraan tersebut berhenti ketika tanda untuk berhenti telah menyala. Ya kau memang benar temanku, akhirnya kau mendapatkan perbedaanya. Video yang kuperlihatkan padamu adalah kejadian dua puluh tahun yang lalu sejak ibuku bercerita padaku tentang kehidupan yang dialaminya. Saat ini, banyak penduduk bumi yang menganggap waktu itu relatif sehingga banyak yang terlalu santai dan meremehkannya. Yah, dari sini aku berpandangan bahwa anggapan seperti itulah yang membuat kebanyakan orang tidak sadar bahwa hal tersebut membuat kekacauan dalam kehidupan.
Yang ada dihadapanmu sekarang adalah contoh konkretnya kebanyakan orang lupa akan kepastian waktu. Dengan alasan mendisiplinkan waktu, mereka justru tidak menghargainya. Tak sadar bahwa kekacauan yang terjadi di jalanan disebabkan oleh mereka yang selalu ingin cepat sampai ke tujuan dengan alasan kedisiplinan. Memang kita sering diajari untuk menghargai waktu tapi kebanyakan dari kita lupa bahkan tidak tahu bahwa kunci menghargai waktu adalah kesabaran.
Sebenarnya bukan skenario ini yang ingin ku ceritakan padamu teman. Hanya saja karena aku menunggumu cukup lama yang membuatku harus menceritakan skenario tersebut kepadamu, keterlambatanmu yang memaksaku untuk bercerita perihal waktu ini. Besar harapan agar kamu lebih menghargai sebuah waktu teman.
Sepertinya suara yang tak asing mulai memasuki telingaku, suara itu ditangkap dengan penuh kejelasan oleh indra yang satu ini. Langit biru menyegarkan mataku. Sinar cahaya mentari masuk kesela kelopak mata. Silau yang kurasa membuatku ingin mempertemukannya terus. Cairan hitam membentuk sebuah danau kecil diatas meja belajar. Gelas yang terbaring di sebelah danau kecil itu ku perbaiki. Mulai merapikan semuanya yang berantakan.
Bunyi alarm yang mengagetkan itu langsung menyadarkanku akan petualanganku bersama mimpiku mengenai skenario waktu bersama teman sejati. Yah, mimpi itu menyadarkanku akan pentingnya sebuah waktu yang harus dihargai. Hukum yang ada dalam sebuah waktu begitu jelas, sehingga aku harus bergegas ke kamar mandi. Dan berangkat ke kampus dengan tepat waktu.