web analytics
header

Kenangan Dalam Hujan

LONDON, ENGLAND - OCTOBER 03: A woman experiences the 'Rain Room' art installation by 'Random International' in The Curve at the Barbican Centre on October 3, 2012 in London, England. The 'Rain Room' is a 100 square meter field of falling water which visitors are invited to walk into with sensors detecting where the visitor are standing. The installation opens to the public on October 4, 2012 and runs until March 3, 2013. (Photo by Oli Scarff/Getty Images)

LONDON, ENGLAND - OCTOBER 03:  A woman experiences the 'Rain Room' art installation by 'Random International' in The Curve at the Barbican Centre on October 3, 2012 in London, England. The 'Rain Room' is a 100 square meter field of falling water which visitors are invited to walk into with sensors detecting where the visitor are standing. The installation opens to the public on October 4, 2012 and runs until March 3, 2013.  (Photo by Oli Scarff/Getty Images)

Syahira

(Pengurus LPMH-UH Periode 2017-2018)

Derai hujan disertai suara gemuruh petir kian lama kian deras jatuh perlahan membasahi bumi. Bunga-bunga yang tadinya bermekaran dengan indahnya kini tampak hancur karena di terjang olehnya. Basah dalam hujan, menggigil dalam diam membuat diriku serasa berada di waktu yang sama saat bersamanya, diriku bahkan tak mampu untuk membuka payung ketika aku mengingat kenangan bahagiaku ketika bersamanya. Tiada waktu yang terbuang sia-sia ketika bersamanya seolah bersandar pada hujan. Bagaikan butiran debu, dirimu kapanpun bisa menghilang. Aku tidak mau suatu hari nanti. Aku akan menerobos hujan hanya untuk menyelamatkan mu ketika itu memungkinkan.

***

Perkenalkan, namaku Cahya dwi candra, lahir di Malaysia tetapi tinggal di Jakarta. Besok adalah hari pertamaku sekolah bersama para sahabatku, Dian Angelina, Hikmah Purnama dan Indah Lestari. kami berempat bertemu ketika kami masih SMP, saat hujan pertama turun setelah musim panas. Karena itulah kami sangat menyukai hujan. Kami sangat dekat bahkan tinggal di tempat yang sama.

Suara alarm menggema di seluruh kamar, memaksa kami untuk bangun, dengan langkah ringan tapi pasti kami melangkahkan kaki keluar dari asrama untuk ke sekolah. Hari-hari kami lalui bersama dengan senda gurau yang penuh kebahagiaan. Aku dan para sahabatku selalu menghabiskan waktu bersama-sama dengan penuh canda tawa.

Dua tahun telah berlalu, saat ini kami telah kelas dua SMA, hari ini kami berencana untuk berlibur ke pantai. Dalam perjalanan, di mobil kami bernyanyi gila-gilaan. Pandangan ku lurus kedepan memperhatikan raut wajah Dian yang sedari tadi nampak lesu tidak bersemangat, hal itu membuatku khawatir.

“Dian, kamu ngga apa-apa kan ? Tanya ku.

Yang kemudian hanya di jawab dengan tatapan sinis sekilas dari matanya. Setelah beberapa lama terdiam akhirnya Dian pun angkat bicara, dan menceritakan semuanya. Saat mendengar ceritanya aku pun marah dan menyuruh Hikmah untuk menghentikan mobil.

Tiba-tiba saja awan gelap diiringi suara petir terdengar, tak lama kemudian hujan turun. Tidak seperti biasanya, kami menyambut hujan pertama setelah musim gugur yang biasanya dengan penuh semangat dan bahagia, kali ini dengan raut wajah yang sedih. Aku mencoba untuk menjelaskan semuanya kepada sahabatku, mamun bukannya membaik, masalah semakin besar. Dian semakin tidak percaya pada ku sehingga hal tersebut membuatku semakin frustasi. Aku memutuskan keluar dari mobil lalu berlari menerobos hujan, semuanya hanya untuk menenangkan hatiku. Langkah kakiku terasa berat menjauh dari mobil itu, namun hal itulah yang harus kulakukan jika tak ingin perasaanku tersakiti lagi. Saat langkah kakiku yang semakin gontai, kudengar suara  teriakan dari sahabatku. Ya, itu suara Dian, indah, dan hikmah. Teriakkan yang secara drastis mengubah suasana hatiku, momen yang bagi sebagian orang mungkin saja sederhana namun bagiku itu takkan terlupakan. Terdengar jelas kata-kata mereka, “ Cahya aku minta maaf, kami hanya bercanda marah sama kamu,” Aku tersenyum. Lalu memutar arah, berlari  menerobos derasnya hujan  untuk segera sampai ke teman-temanku. Baru beberapa langkah aku berlari, tiba-tiba aku melihat mobil lain melaju tanpa kendali ke arah mobil dimana sahabatku berada.

BRAKKK!.

Mobil sahabatku tertabrak. Langsung saja kurasa hujan yang sedari tadi turun dingin sempurnanya berubah menjadi hangat bercampur dengan air mata kesedihanku. Aku kehilangan ketiga sahabatku di depan mataku. Aku menyesal, namun sesalku tak bisa menghasilkan apa-apa. Kini tawa sahabatku hanya bisa kusaksikan dalam bingkai foto dan kenangan. Sahabatku menghilang di hujan yang kami nantikan.

Related posts:

Pemangsa Peradaban

Penulis: Verlyn Thesman (Pengurus LPMH-UH Periode 2023/2024) Mau seperti apakah kaumku? Nyaman sudah tak pernah kami alami Tertutup tak tertutup

Temu

Penulis: Wriftsah Qalbiah (Pengurus LPMH-UH Periode 2023/2024) Semilir rindu menaungi langkahku, Membawaku pada ruang sepi yang menanti sebuah temu. Bayangmu

Menumpang Tanya

Oleh: Athifah Putri Fidar Di atas bus yang berguncang lembut,kita berdiri bersebelahan,namun dengan debaran jantung yang tak seiramseperti dua ritme