Sumber: http://oneindonesia.id
Oleh:
Hasbi Assidiq
(Wakil Koordinator Divisi Litbang dan Advokasi Media LPMH-UH Periode 2017- 2018)
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beragam suku, agama, ras dan adat istiadat. Keragaman tersebut memiliki kekayaan nilai tersendiri yang kemudian melebur menjadi nilai kemanusiaan yang menyatukan semua golongan dan kelompok dari Sabang sampai Merauke. Daerah nusantara yang begitu luas ini, dahulunya memiliki latar belakang kondisi sosiologis yang hampir sama, yakni pernah merasakan pahitnya terjajah secara fisik, oleh para penjajah yang didominasi bangsa Belanda dan bangsa Jepang.
Membaca refleksi sejarah negara kita Indonesia dahulu, bangsa penjajah datang dengan dalih yang baik dengan melakukan upaya perdagangan. Namun, dikarenakan ketidakmampuan kita dalam mengatur lintas perdagangan sendiri untuk mengimbangi perdagangan yang dilakukan oleh bangsa Belanda pada waktu itu, akhirnya membuat bangsa Belanda dapat memonopoli perdagangan masyarakat Indonesia. Hal tersebut menciptakan kebergantungan masyarakat Indonesia akan kehadirkan barang-barang dan budaya baru dari tanah mereka, negara Belanda. Jika meminjam kalimat dari Antonio Gramsci, kita sedang terhegemoni dengan hal tersebut. Akibatnya kemudian, kita terpaksa bersifat pasrah dengan kondisi yang ada.
Tidak semua dari masyarakat Indonesia menyerah, terdapat beberapa pemimpin daerah yang tetap melakukan perlawanan terhadap keadaan tersebut. Mereka tidak ingin tunduk hina dibawah dominasi penjajah. Mereka antara lain seperti, Sultan Hasanuddin di Sulawesi Selatan, Imam Bonjol di Sumatera Barat, Pangeran Diponegoro di Yogyakarta. Mereka tidak ingin menjadi raja atau pun pemimpin di daerahnya yang kemudian didikte oleh penjajah. Namun sayangnya, perlawanan ini kurang maksimal. Hal tersebut diakibatkan oleh pola pergerakan yang masih bersifat kedaerahan. Ego kedaerahan timbuh sehingga politik adu domba (Devide Et Impera) membuat perjuangan untuk membebaskan diri dari penjajahan menjadi sulit. Hal itu dikarenakan kita enggan untuk bersatu sebagai suatu bangsa yang menderita karena terjajah. Akhirnya kemudian para pemikir bangsa menyadari bahwa pola pergerakan dengan konsep kedaerahan ini hanya akan membuat kita terpecah belah.
Maka berangkat dari semangat ketertindasan yang dirasakan, kemudian membangkitkan semangat kalangan pemuda yang berasal dari berbagai daerah. Pada puncaknya kemudian, pada tahun 1928 kalangan pemuda tersebut mengikrarkan Sumpah Pemuda sebagai bentuk semangat kalangan pemuda bangsa Indonesia.
Memahami Indonesia
Sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia telah menunjukkan kepada kita bahwa, bangsa Indonesia ini lahir dari semangat pemuda. Semangat pemuda yang datang dari berbagai daerah, kelompok agama, suku, ras dan golongan yang merasakan hal yang sama, yakni penindasan oleh penjajahan. Penindasan tersebut menyebabkan kemiskinan dan keterpurukan bagi masyarakat Indonesia, sampai pada taraf yang paling akut. Keadaan tersebutlah yang memberikan semangat perlawanan untuk terbebas dari penindasan penjajah, untuk kemudian merdeka sebagai negara yang berdaulat. Berdaulat dengan bersama-sama menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan.
Menguti pembukan Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”, oleh karena itu kita harus memahami bahwa bangsa ini terbentuk dengan tujuan kemanusiaan dan keadilan. Hal tersebut untuk menjamin agar setiap warga negara Indonesia, dapat merasakan kemerdekaan tanpa adanya tekanan dan intimidasi oleh kelompok tertentu. Kemerdekaan tersebut juga termaksud dalam hal mengembangkan kreatifitas diri terhadap lingkungan sekitarnya.
Negara Indonesia terdiri dari berbagai daerah didalamnya, yang memiliki keberagaman budaya sebagai pembeda dengan daerah lain. Karakter- karakter tersebutlah yang kemudian menjadi landasan identitas bangsa. Menjadi wajah negara Indonesia di dunia internasional, yang berdampak positif bagi bangsa Indonesia itu sendiri. Tetapi, dapat pula berdampak negatif jika kita tidak dapat mengorganisir dengan baik anugrah keberagaman tersebut.
Potensi Kerentanan Terhadap Konflik
Keberagaman budaya, agama, suku dan ras, yang dimiliki oleh Indonesia di zaman modern ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia dimasa yang akan datang. Pemuda sekarang akan menempati posisi strategis dimasyarakat nantinya, sementara jika identitas daerah dan kelompok itu menguat tanpa disertai dengan penguatan rasa nasionalisme terhadap Indonesia, maka akan mengakibatkan konflik sektarian antara kelompok, agama, dan budaya. Hal ini sangat rentan terjadi dikarenakan semangat dari rasa penderitaan yang sama dahulunya kurang lagi dirasakan oleh pemuda sekarang. Hal tersebut disebabkan karena pemuda generasi saat ini adalah generasi penikmat kemerdekaan yang tidak merasakan pahit dan hinanya zaman penjajahan. Lebih dari itu, jika kita sama sekali tidak pernah membuka buku sejarah maka, hiduplah kita ditengah kerasnya arus globalisasi yang dialektika kebudayaan itu menjadi suatu hal yang niscaya. Sehingga budaya yang berarus kuatlah yang akan mendominasi yang lemah, kemudian menggerus nilai-nilai kebudayaan yang kita miliki.
Hal ini sangat mungkin terjadi jika pemuda tidak lagi memiliki semangat nasional untuk bersatu. Nilai semangat yang dibawa untuk memperjuangkan perlawanan terhadap penjajah terhadap kemanusiaan dahulu, sulit dikonkritkan dalam hal praktis. Bahkan, tak jarang diantara kita sendiri berkonflik untuk menggapai kekuasaan itu.
Demokrasi adalah suatu yang baik jika dipraktikan secara benar, yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dan berdaulat. Namun disisi lain, jika sarana dan prasarana untuk mewujudkan demokrasi tersebut kurang memadai, maka hanya akan menimbulkan hal yang jauh dari yang kita ingin wujudkan.
Pemilihan Umum LUBERJURDIL
Pemilihan umum yang menjadi bentuk implementasi nyata dari demokrasi harus dilangsungkan dengan bersih dari segala tindakan suap menyuap oleh para calon . Proses suap menyuap oleh para calon pemimpin ini, tidak boleh ada dikarenakan politik uang ini yang akan menjadi awal dari kehancuran negara. Politik uang bagaikan menjual negara ini dengan memilih pemimpin yang hanya berorientasi pada kekuasaan semata. Berusaha untuk tetap menjaga kuasanya dengan segala uang yang mereka miliki. Meskipun hal itu dilakukan dengan merampok uang milik rakyat.
Pemilihan ini terbuka untuk semua pihak yang sudah cakap hukum atau mencapai umur 17 tahun, untuk bisa kemudian menentukan sikap dalam memilih pemimpin yang baik dan pantas. Langsung, merupakan metode agar setiap warga negara bisa menentukan nasibnya sendiri berdasarkan pemimpin yang dia pilih langsung tanpa perantara orang lain. Umum bermakna bahwa, pemilihan ini berlaku untuk semua warga negara Indonesia yang telah memenuhi persyaratan sebagai pemilih. Bebas bermakna bahwa, dalam melakukan pemilihan umum, pemilih diberikan kebebasan untuk menentukan pilihannya sendiri. Tidak boleh adanya intervensi dari siapa pun dalam melakukan pemilihan tersebut. Rahasia, dalam melakukan pemilihan pemilih harus merahasiakan pilihannya, kecuali pemilih itu sendiri yang hendak memberitahukan pilihannya kepada pihak lain.
Jujur, merupakan sikap dari para pemilih yang harus jujur terhadap dirinya sendiri. Kejujuran ini dapat dicerminkan dalam bentuk menentukan pilihan calon pemimpin yang pantas tanpa kecenderungan untuk memilih sesuatu yang bersifat emosional dan sektarian semata. Maksudnya disini yakni, pemilih tidak memilih seseorang karena orang tersebut bukan dari kelompoknya atau sebaliknya. Hal yang disebutkan diataslah jika terjadi yang akan menggerus nilai kebangsaan kita. Ketika kita semua belum dapat melebur menjadi satu, menjadi Indonesia, untuk bersama-sama memilih pemimpin yang pantas bagi negeri ini. Adil bermakna bahwa, pilihan pemimpin kita merupakan orang yang memang pantas dalam mengemban amanah untuk memimpin kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Tanpa ada kecondongan terhadap suatu hal semata.
Prasarana untuk mewujudkan pemilihan umum yang ideal seperti hal diatas adalah masyarakat yang cerdas. Masyarakat haruslah cerdas terlebih dahulu untuk kemudian bisa memilih para calon pemimpin yang memang pantas untuk menjalankan amanah tersebut. Masyarakat harus bisa mengidentifikasi calon yang hanya mengumbar janji, dan calon yang memang memberikan solusi yang realistis terhadap permasalahan kebangsaan dan bernegara kita saat ini. Selama masyarakat belum dapat mengidentifikasi hal tersebut, maka kita akan terus berada dalam kondisi saat ini. Kondisi didalam lingkaran setan kemiskinan, kebodohan, dan kekerasan.
Kesimpulan
Kunci untuk menyelesaikan masalah diatas adalah tiada lain pada pendidikan cerdas yang memanusiakan. Melalui pendidikan itulah yang kemudian membangkitkan kesadaran ditengah masyarakat, yang akhirnya berani mengambil sikap untuk memperjuangkan sesuatu yang baik. Lebih dari itu, pendidikan juga memberikan keberanian untuk melawan setiap tindakan kontra toleransi, yang saat ini menjalar bagaikan virus yang menggerogoti semangat kebangsaan kita.
Upaya perbaikan terhadap struktur pendidikan menjadi lebih ideal untuk membangkitkan kesadaran harus selalu menjadi fokus utama oleh mahasiswa. Sarana dan prasarana yang memadai, guru yang berkompeten dengan semangat nasionalisme, guna menciptakan pemikir baru yang menyadarkan dibalik semua tirai-tirai yang menipu. Tirai-tirai yang hanya ingin mengalihkan perhatian kita dari semangat nasionalisme. Semoga kelak, sistem demokrasi yang kita jalankan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
Segala bentuk upaya komersialisasi dari pendidikan harus dilawan oleh para mahasiswa, karena ini tidak sesusai dengan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan adalah instrument bersama untuk menyadarkan bukan merupakan suatu komoditas ekonomi yang diperdagangkan. Diperdagangkan terbuka atau tidak sesuai dengan kepentingan pasar yang fluktuatif. Oleh karena itu, negara harus bersikap untuk membebaskan biaya pendidikan bagi seluruh warga negaranya. Mengingat bahwa, hanya dengan pendidikanlah orang bisa sadar akan lingkungan sekitarnya, hingga mampu bersikap untuk menjawab segala tantangan zaman. Terakhir, dalam sistem demokrasi, seorang perampok pun bisa menjadi pemimpin. Maka masyarakat harus cerdas untuk dapat memilih pemimpin yang cerdas.
“Cerdaslah”
Referensi :
Darmaningtyas dkk. 2014. Melawan Liberalisme Pendidikan. Madan: Malang.
Heriyanto, H. 2003. Paradigma Holistik Dialog Filsafat, Sains, dan Kehidupan Menurut Shadra dan Whitehead, Teraju, Jakarta.
Weber, M. 2006. Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Pembukaan Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945