Oleh : Brenando Awusi
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Angkatan 2016
Setiap manusia adalah seorang budak, dengan sebutan budak tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap manusia memiliki Tuan. Kita semua adalah budak dari sesuatu. Tuan kita adalah sesuatu obyek materi atau hanya sekedar sesuatu yang abstrak, seperti kekuasaan, ideologi, agama, nilai atau perasaan. Hal-hal tersebutlah yang menjadi Tuan dari manusia bahkan bisa menjadi lebih, yakni menjadi Tuhan.
Sejak kita keluar dari kandungan perut ibu, identitas maupun masa depan kita telah ditentukan, seperti nama, agama, suku, keluarga dan kewarganegaraan. Hal-hal tersebut telah ditetapkan tanpa persetujuan kita sendiri.
Lalu dalam lingkungan kita, nilai-nilai secara sengaja akan ditempelkan pada pikiran yang lambat laun akan menyusun kepribadian kita. Semua ambisi, tujuan atau kesuksesan tergantung bagaimana pandangan orang. Nilai-nilai ini merupakan sebuah pengaruh yang dibawa oleh mereka yang membesarkan kita.
Bahkan dalam jalur pendidikan, kita juga sudah telah ditentukan. Ini yang menjadi sebuah kebijakan dalam suatu sistem. Bukan berarti sekolah adalah sesuatu yang buruk. Kita memiliki sistem sekolah yang memberikan kesan yang sangat berbeda dari apa yang duhulunya menjadi tujuan dari sebuah sekolah.
Semuanya dinilai dan apa yang kita manusia lakukan adalah kita menempatkan seorang anak ke dalam koridor dari sistem persekolahan ini, dengan cara memanggil “Ayo masuk, purr purr!” layaknya seekor binatang.
Setelah masuk, anda telah ada pada taman kanak-kanak, setelahnya masuk pada tahap Sekolah Dasar (SD). Dilanjutan ke tahap Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal itu menjadi sesuatu yang hebat karena ketika selesai anda akan masuk pada tahap perguruan tinggi dan dunia kerja. Layaknya suatu perlombaan, anda telah mencapai garis finish.
Kemudian di masa tua, saat anda berusia 65 tahun, anda akan diam dan mengatakan “Astaga, akhirya saya tiba! Saya sudah disana!”. Anda bahkan tidak merasakan hal yang berbeda dari selama ini. Pada saat itu juga anda merasa kecewa yang berubah menjadi kemarahan karena dibohongi.
Di negeri ini, mereka yang memilki kekuasaan semakin makmur, sedang yang lemah sulit mendapat kesempatan untuk bangkit. Sebab, mereka menginginkan anda untuk pasrah menjalani hidup dan cukup bersyukur dengan apa yang anda dapatkan. Para penguasa negara ini yang menginginkan itu. Sekarang yang saya maksud dari penguasa negara ini bukanlah pemerintah melainkan secara harfiah yakni para pemilik negara ini yang mengendalikan dan membuat semua keputusan penting.
Lupakan para politikus dan anggota dewan itu! Mereka hanya ada untuk membuat kita percaya bahwa kita memiliki sebuah pilihan bebas. Padahal, kita tidak punya. Kita hanyalah seorang budak. Mereka menguasai kita secara fisik maupun pikiran. Mereka menguasai semua hal, baik itu perusahaan, tanah, perusahaan media bahkan para penegak hukum sekalipun.
Itulah yang para mereka inginkan. Tapi, sekarang akan saya beritahu apa yang mereka tidak inginkan. Mereka tidak mau ada rakyatnya yang mampu berpikir. Mereka tidak menginginkan sebuah masyarakat yang berpendidikan, mampu berpikir kritik secara logis, menganalisis semua kebijakan atau kejadian yang terjadi. Itulah yang tidak mereka inginkan, sebab hal itu tidak membantu mereka dan juga tidak menguntungkan bagi mereka.
Mereka menginginkan rakyat yang patuh, para pekerja yang patuh agar mereka dapat dijadikan sebagai ternak uang perahan. Mereka tidak mau masyarakat yang cukup pintar untuk duduk berpikir dan menyadari bahwa mereka telah dirugikan oleh sebuah sistem yang berjalan selama 30 tahun masa hidup mereka.
Para penguasa menginginkan masyarakat yang cukup bodoh untuk menerima secara pasrah sebuah sistem yang ada selama bertahun-tahun. Gaji rendah, waktu kerja yang panjang, kurangnya jaminan, dan juga gaji pensiun yang selalu dipotong dan akhirnya akan semakin menipis saat menjelang anda akan pensiun.
Mereka pun juga akan menguras semua uang dengan berbagai alasan, seperti untuk pembangunan infrastruktur yang katanya akan menaikkan kesejahteraan rakyat. Semua uang itu berasal dari pajak yang diberikan oleh rakyat. Mereka menginginkan semuanya karena mereka hendak menguasai semuanya.
Mereka dapat membuat kita patuh dengan memberikan kita sebuah ketakutan, ketakutan akan masa depan, sosial, ekonomi, uang, jabatan, agama dan segala hal yang dapat mereka manfaatkan untuk mengalihkan kita dari kebejatan dan korupsi yang mereka lakukan. Mereka semua adalah anggota klub eksklusif dan kita bukan anggotanya.
Rakyat dibagi menjadi tiga, rakyat kelas atas, rakyat kelas menengah, dan rakyat kelas bawah. Rakyat kelas bawah terdiri dari masyarakat yang tertindas dan terbuang. Sedangakan para penguasa di kelas atas, akan tetap ada untuk menakuti para rakyat kelas menengah untuk tetap patuh dan tetap bekerja keras.
Rakyat kelas menengah cukup puas dengan apa yang terjadi, tanpa disadari mereka dibuat menjadi budak oleh para penguasa yang minoritas. Membayar pajak yang tinggi tanpa mempertanyakan, itu berjalan seumur hidup mereka. Keberadaan yang sangat menyedihkan.
Bahkan, dalam Pemilihan Umum (Pemilu) atau pemilihan lainnya, tanpa disadari kita menjadi budak dari mereka. Mereka memberikan kita sebuah rasa adanya kekuasaan pada tangan rakyat. Kita telah masuk dalam kebohongan mereka, sebuah kepalsuan dalam kebebasan, sebuah ilusi pilihan.
Dengan janji-janji manis kita terhipnotis cara mereka, sehingga semua rakyat dari segala golongan memilih mereka. Sekarang masyarakat yang tadi adalah orang-orang pekerja keras, kumpulan orang jujur yang hidup dengan kesederhanaan dan rendah hati, tetap memilih para calon kaya yang sama sekali tidak peduli dengan mereka itu. Inilah yang dinamakan mimpi indah, karena anda harus tertidur untuk mempercayainya.
***
Tulisan yang saya coba tulis diatas adalah sebuah contoh perbudakan dari para penguasa terhadap rakyatnya. Masih banyak juga jenis perbudakan yang ada, yang dapat membutakan analisis kritis sehingga orang-orang meniadakan moralitasnya. Hilangnya moralitas sehingga membutakan mata dan mata hati. Apapun yang kita coba untuk menyangkalnya tidak akan membebaskan kita dari perbudakan tersebut.
Perbudakan atas tubuh sehingga mencakup pemikiran dan tindakan yang mengikat manusia adalah sesuatu yang lumrah. Namun setidaknya kita bisa membebaskan jiwa kita. Membebaskan jiwa tersebut adalah sesuatu yang dapat dicapai.
Untuk membebaskan jiwa dapat dilakukan dengan cara yang baik. Pertama, kita harus menyadari bahwa di dunia semua manusia adalah seorang budak. Dengan menyadari bahwa semua manusia adalah budak dari sesuatu, kita dapat merenungkan semua potensi yang ada, semua kemungkinan terbuka terhadap segala pemikiran, dan tidak bersikap menutup diri agar keadaan tidak akan menggelapkan mata kita.
Kedua, setelah menyadari kita adalah budak, maka kita harus mengakui bahwa anda sendiri adalah budak dari sesuatu. Entah dari sebuah materi, sesuatu yang abstrak, dan/atau seseorang yang mengendalikan segala sesuatu pemikiran dan tindakan dalam hidup kita.
Namun terkadang, meskipun anda telah sadar tetapi anda tidak ingin mengakuinya. Anda hanya akan berada dalam sebuah penyangkalan pribadi yang hanya akan membawa anda masuk ke dalam jurang ketakutan. Dalam ketakutan tersebut anda tidak dapat melakukan apa-apa selain marah.
Dalam kemarahan itu juga, anda hanya akan menyalurkannya kepada dunia atau yang lebih buruknya lagi sesama manusia lainnya. Manusia dengan segala perjuangan hidupnya masing-masing dalam bertahan hidup hanya akan menjadi korban luapan amarah anda.
Setelah anda terlalu lama terjebak dalam kemarahan, perlahan amarah itu akan membawa anda kepada sebuah kesengsaraan. Segala konsenkuensi tindakan yang telah anda perbuat akan mengejar anda. Bahkan akan menjadi sesuatu yang harus anda pertanggungjawabkan kelak.
Satu-satunya cara untuk lepas dari kesengsaraan dan keluar dari jurang itu, adalah dengan mengakuinya. Mengakui bahwa anda adalah manusia yang sekaligus seorang budak. Mengakui bahwa anda dapat melakukan kesalahan dan menyadari bahwa dunia adalah sebagaimana adanya.
Setelah mengakui dan menyadari semua itu, maka anda dapat dengan tenang menjalani sebuah kehidupan di dunia yang telah diberikan oleh Tuhan. Hiduplah menjadi seseorang yang bebas, bukan berarti dapat bebas secara tubuh tetapi bebas secara jiwa. Itulah hidup yang dinamakan terikat tetapi bebas.