web analytics
header

Menjadi Sedikit Berbeda

IMG_20191025_230002
Sumber : Dokumentasi Eksepsi
Oleh :

Hanifah Ahsan

(Pemimpin Redaksi LPMH – UH Periode 2019-2020)

Menurutku, ada dua jenis manusia yang memenuhi kedai kopi disuatu daerah. Satu datang berkunjung karena menunggu kerabatnya datang, sisanya, datang dan duduk menghabiskan waktu sendiri. Dan aku, selalu datang sebagai jenis manusia kedua.

“Pukul empat pagi, kau butuh kopi segelas lagi.” Akhir manis sebuah karya salah satu penyair (juga penulis) kesukaanku, Aan Mansyur. Mungkin, jam tempatku duduk saat ini belum menunjukkan waktu yang sama dengan yang disebutnya. Tetap saja, aku suka membaca dan mengulangnya berkali-kali. Ini gelas ketiga yang kuhabiskan selama hampir enam jam menetap di salah satu bangku kedai kopi ini. Jangan tanyakan apa yang kulakukan, karena aku sendiripun tak tahu dengan jelas apa tujuan yang membuatku mantap menghabiskan waktuku di tempat ini.

Bangku-bangku kedai masih memiliki tuannya masing-masing, Asap-asap hasil ulah dari tembakau yang dibakarpun masih memenuhi tempat ini, bercampur dengan harum makanan yang keluar dari bilik dapur dan diantar dengan indah oleh pramusaji kedai. Tempat yang di dominasi kaum adam ini cukup sempurna untuk menghabiskan malam dalam kesendirian(hati).

“mau pesan lagi?” tawar salah satu pramusaji yang sepertinya sudah cukup hafal dengan wajahku.

“Bentar lagi deh, kak.” Jawab singkatku dibalas dengan senyum ramah. Salah satu nilai tambah terhadap alasanku menyukai tempat ini.

Jangan banyak berharap pada tempat ini. Bagi sebagian orang, kedai ini tidak masuk dalam daftar tempat yang harus dikunjungi. Tak ada spot foto yang dapat mendukung feed instagram semakin menarik, langit-langit udara dipenuhi asap, bau khas yang kemungkinan mengganggu parfum mahal, dan suara yang bising yang dapat menenggelamkan suara-suara gosip yang kemungkinan hadir di tengah perkumpulan para wanita. Sepertinya, pemilik kedai ini menciptakan kesan yang jauh dari kata mewah, dan instagramble. Meski begitu, bukan berarti tempat ini tidak pernah dikunjungi perempuan lain selain diriku.

Aku bisa menghitung dengan jari berapa jumlah pengunjung perempuan di tempat ini setiap kali aku berkunjung. Perempuan dengan tatapan yang sama dengan pengunjung (laki-laki) lainnya saat pertama kali melihatku. Aneh.  Kuyakini kata itu yang akan muncul dipikiran siapapun yang baru melihatku pertama kali di kedai ini. Tentu saja, karena selain pramusaji dan penjaga kasir kedai ini (juga pelanggan tetap yang sama sepertiku) siapa lagi yang mengenaliku.

Bongkahan besi yang biasa disebut mod selalu menghiasi tanganku dan uap yang keluar setiap beberapa menit sekali berhasil membuat kesan perempuan tidak baik melekat pada diriku. Ditambah dengan balutan kain yang menutupi mahkota tertinggi perempuan membuat segalanya menjadi semakin kompleks

Sudah bukan sekali-duakali perempuan tanpa ku tahu identitasnya datang dan menanyakan alasanku untuk bertingkah seperti laki-laki dengan tampilan yang se”perempuan” ini, beruntung, aku cukup ahli dalam hal mengabaikan seseorang, bukan hal berat berpura-pura tidak mendengarkan kata-kata mereka lalu melanjutkan hal apa saja yang kulakukan.

“Saya punya liquid baru, mau coba?” seseorang lelaki mendatangiku untuk pertama kalinya. Pertama kalinya seseorag mendatangiku bukan karena ingin “menasehatiku”.

“Jangan terlalu lama lihat saya, silahkan coba.” Lelaki itu menawariku sekali lagi, masih dengan tatapan yang sedikit kaget segera ku ambil yang sedari tadi ia sodorkan. Dan meneteskannya perlahan pada bongkahan besi kesukaanku.

“Capek, yah?” tanyanya langsung sembari mengambil kembali liquid yang kukembalikan padanya.

“Maksudnya?” kaget dan heran berhasil membuatku sedikit terlihat bodoh didepan orang baru.

kamu kan perempuan, rokok elektrikkan berbahaya bagi kesehatan kamu,. Kamu kan nanti bakalan hamil, kamukan pakaianya sopan kok ngerokok, blablabla.” Tirunya sembari sedikit tertawa. Yap, ada tawa kecil ditengah pertemuanku dengan orang asing.

“Yah mau gimana lagi, kan yang mereka omongin semuanya benar.” jawabku singkat.

“tapi kenapa sama sekali tidak membela?” tanyanya dengan nada sedikit serius

“Saya tidak pernah mau membela diri saya sendiri. Seharusnya mereka juga tidak perlu susah-susah memarahi saya.” Aku meneguk sedikit sisa kopi dalam gelasku.

“berat yah jadi perempuan dan merokok, perempuan kok meniru lelaki?” nada seriusnya berubah kembali.

“Entah.. saya malah bingung.” Jawabku dengan nada sedikit rendah dari sebelumnya

“Karena?” dahinya mengernyit.

“kenapa aku harus menjadi tidak perempuan hanya karena sebuah besi yang menghasilkan asap?” jawabku singkat, dengan menghabiskan seluruh sisa kopi dalam gelasku.

Satu yang kupastikan, mulai malam ini aku akan datang sebagai manusia jenis pertama.

Related posts:

Pemangsa Peradaban

Penulis: Verlyn Thesman (Pengurus LPMH-UH Periode 2023/2024) Mau seperti apakah kaumku? Nyaman sudah tak pernah kami alami Tertutup tak tertutup

Temu

Penulis: Wriftsah Qalbiah (Pengurus LPMH-UH Periode 2023/2024) Semilir rindu menaungi langkahku, Membawaku pada ruang sepi yang menanti sebuah temu. Bayangmu

Menumpang Tanya

Oleh: Athifah Putri Fidar Di atas bus yang berguncang lembut,kita berdiri bersebelahan,namun dengan debaran jantung yang tak seiramseperti dua ritme