Oleh:
Rahmat Hidayat
(Pengurus LPMH-UH Periode 2020-2021)
Pagi yang cerah dipertengahan musim hujan.
Bertemu lagi dengan kawan lama sejak enam tahun ia pergi ke kampung halaman.
Tentu, ku ajak Ia berkeliling menikmati suasana sembari bercerita soal kenangan pada masa itu.
Sempat hening, saat tidak tau lagi apa yang akan dibahas.
Untuk mengakhiri keheningan, Ia melontarkan pernyataan “hanya ada sedikit perbedaan antara desa dengan kota.”
“Apa perbedaannya.” tanya ku.
“Perbedaannya hanya ada banyak gedung tinggi dan asap tebal yang nampak di kota.” jawabnya dengan menggelengkan kepala.
Pikir ku, hal ini memang sudah menjadi hal yang wajar di setiap kota. Tapi, apa yang menjadi kewajaran ini memang meresahkan.
“Masih ada lagi kawan, disini sulit dijumpai penduduk yang ramah dan murah senyum.” ungkap ku dengan menahan beban ketika ia hendak turun dari sepeda motor ku.
“Meski sulit dijumpai, setidaknya kawan lamaku masih memiliki sifat itu” dengan raut wajah tersenyum dan melambaikan tangan, berjalan masuk ke dalam rumahnya.
Aku dengan perlahan menancapkan gas sepeda motor untuk kembali ke rumah. Di perjalan aku terus merenungkan pernyataan kawan ku tadi.
Aku merasa resah dengan polusi udara yang ditimbulkan kendaraan yang memadati jalanan. Dan aku juga resah dengan panasnya cuaca yang yang berkali lipat yang sebabkan kaca-kaca gedung tinggi yang berjejer disamping jalan poros kota ini.
Tapi, aku dan mungkin banyak orang lainnya juga menginginkan kekayaan, kehidupan mewah, termasuk memiliki beberapa kendaraan mewah dan juga gedung tinggi.
Apakah keinginan ku ini sebuah kesalahan? Hemm, sepertinya harus ku pikirkan lagi terkait keinginanku ini.